The Death of HR People?

Our most important asset is our great people, begitu satu kalimat yang acap kita lihat di laporan tahunan sejumlah besar perusahaan. Sebuah kalimat yang mungkin sering jadi tergelincir menjadi klise, sebab spirit dibalik kalimat itu lebih kerap tak dijalankan. Dengan kata lain, kalimat itu lebih sering menjadi slogan belaka, yang tidak disertai dengan komitmen pengembangan sumber daya manusia yang kuat.

Pada sisi lain, kalimat mutiara itu juga merupakan tantangan bagi para pengelola SDM di setiap perusahaan, atau yang acap dikelompokkan dalam sebuah departemen SDM. Pada kenyataannya, kini makin kencang suara yang mempertanyakan kredibilitas para pengelola SDM dalam mengembangkan mutu para karyawan dan membawa laju perusahaan kedalam bahtera kejayaan.

Di sebagian perusahaan, departemen SDM sering masih diidentikkan dengan persoalan administrasi personalia belaka, dan hanya punya peran yang marginal dalam pengendalian arah strategis masa depan perusahaan. Para pengelola SDM dianggap tidak memahami bahasa bisnis, dan karenanya kurang dianggap sebagai mitra sejajar bagi divisi atau departemen lainnya dalam menggerakan arah perusahaan.

Harus diakui, kenyataan diatas merupakan realitas yang banyak terjadi di perusahaan di republik ini. Untuk membalikkan situasi semacam ini, setidaknya terdapat dua langkah kunci pembenahan dalam diri internal para pengelola departemen SDM yang perlu segera diusung dan dilakonkan.

Langkah yang pertama adalah ini : bahwa setiap pengelola SDM disetiap perusahaan mesti memahami dinamika industri dan bisnis dimana perusahaannya berada. Mereka mesti setidaknya mengetahui posisi perusahaannya dalam peta persaingan pasar, mesti memahami dinamika pertumbuhan industri dimana perusahaanya berkiprah, dan juga mampu membaca arah perkembangan bisnis masa mendatang. Dalam kenyatannya, banyak para karyawan di departemen SDM yang gagap ketika ditanya mengenai pertumbuhan bisnis perusahaannya, atau juga tentang konfigurasi persaingan bisnis masa depan. Bahkan mungkin banyak diantara mereka yang tidak tahu total sales dan market share produk-produk perusahaannya. Tentu saja, ini sebuah ironi. Sebab, bagaimana mungkin para pengelola SDM itu akan mampu mencetak future leaders jika arah perkembangan bisnis di industrinya saja tidak paham? Atau, jika mereka tidak memahami tantangan yang dibutuhkan untuk keberhasilan bisnisnya dimasa mendatang?

Langkah berikutnya tentu saja adalah membekali diri dengan pemahaman yang solid mengenai berbagai konsep dan praktek pengelolaan SDM yang benar. Para pengelola departemen SDM mesti mampu merumuskan dan merealisasikan strategi pengembangan SDM yang integratif dengan kebutuhan bisnis perusahaannya. Dalam hal ini, mereka mestinya juga dapat memahami dan mampu mengaplikasikan beragam metode pengembangan SDM dengan tepat sasaran. Sebab rasanya ganjil jika kita memiliki niatan untuk mendidik orang lain, namun ilmu dan metode yang kita kuasai ternyata tidak kuat. Ini ibarat mau menjadi seorang guru, namun dengan bekal ilmu yang kosong. Jika ini yang terjadi, maka sang murid tidak akan bertambah pandai namun mungkin sebaliknya, sang murid itu justru kian bertambah pandir. Tanpa dibekali dengan ilmu manajemen SDM yang kokoh, bagaimana mungkin para pengelola SDM itu akan mampu memintarkan para karyawan perusahaannya?

Dua langkah kunci diataslah yang akan mampu membuat peran para pengelola departemen SDM menjadi lebih strategis dalam mengarahkan masa depan perusahaan. Dengan itu pula, para pengelola SDM akan benar-benar mampu mewujudkan kata-kata “our most important asset is our great people” menjadi sebuah kenyataan yang indah. Sebaliknya tanpa proses transformasi diatas, peran para pengelola SDM akan makin terpinggirkan, dan fenomena the death of HR people bisa menjadi sebuah kenyataan pahit yang terpaksa mesti ditelan.

Note : Jika Anda ingin mendapatkan file powerpoint presentation mengenai management skills, strategy, marketing dan HR management, silakan datang KESINI.

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

3 thoughts on “The Death of HR People?”

  1. Running my own company, no matter how small, I know first-hand the importance of hiring great people. By “great” I mean emphasizing on personality traits in addition to sufficient skills. Yes, personality means more than skills. Personality (character) is one that people are born with, while skills can be learned and taught

    Soft skills are harder to measure, however, so I need to use the so-called “gut feeling” as well as observation. It is sometimes kinda hard to really peek into an applicant’s mind/heart, but it has to be done. The more often we do it (hiring), the better we’d be in “judging” people’s characters.

    Just my two cents,
    Jennie

    (Keep up the great job!)

  2. Good point, Jennie.

    Many say that “gut feeling” plays an important role in interviewing people and judging their quality (Malcolm Gladwell brilliantly explores this in his masterpice, BLINK).

    But then, we also have to be careful…..Sometimes we encounter difficulties in differentiating between “good gut feeling” and “bias error”.

    Without coherent and structured interview protocol, we might be falling down into the trap of Hallo Effect, or First Impression Error, or Similar-to-me-effect.

  3. memang banyak perusahaan di Indonesia masih “meng-anak tirikan” posisi HRD, karena mereka menganggap bahwa kemampuan HRD hanya sebatas melakukan tes atau rekrutmen saja.

Comments are closed.