Mengelola Kinerja Perusahaan dengan Balanced Scorecard

>You can not manage what you can not measure, demikian guru manajemen Peter Drucker pernah berujar. Spirit kalimat itu mengindikasikan bahwa pengelolaan kinerja manajemen atau kinerja bisnis selalu mesti dilakoni melalui proses dan hasil yang terukur. Tanpa manajemen yang berbasis pada indikator yang terukur dan objektif, sebuah gerak organisasi bisnis bisa terpeleset menjadi sejenis paguyuban yang tak produktif.

Dalam konteks pengukuran kinerja perusahaan ini, sekarang kita mengenal adanya sebuah pendekatan yang disebut sebagai balanced scorecard. Pendekatan ini sendiri dipopulerkan oleh Kaplan and Norton melalui bukunya yang fenomenal itu, Balanced Scorecard : Translating Strategy Into Action. Pengertian balanced scorecard sendiri jika diterjemahkan bisa bermakna sebagai rapot kinerja yang seimbang (balanced). Kenapa disebut seimbang karena pendekatan ini hendak mengukur kinerja organisasi secara komprehensif melalui empat dimensi utama, yakni : dimensi keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan dimensi learning & growth.

Dimensi keuangan merupakan hasil akhir yang ingin digapai oleh sebuah organisasi bisnis. Sebab tanpa menghasilkan profit yang sustainable dan cash flow yang sehat, sebuah perusahaan mungkin akan lebih layak disebut sebagai paguyuban sosial. Dalam dimensi ini, beberapa indikator kinerja (atau lazim disebut sebagai key performance indicators atau KPI) yang kerap digunakan sebagai acuan antara lain adalah : tingkat profitabilitas perusahaan, jumlah penjualan dalam setahun (sales revenue), tingkat efisiensi biaya operasi (operation cost dibanding sales), ataupun juga sejumlah indikator keuangan seperti ROI (return on investment), ROA (return on asset) ataupun EVA (economic value added).

Dimensi selanjutnya adalah dimensi pelanggan yang notabene merupakan tonggak penting untuk mencapai kejayaan dalam aspek keuangan. Sebab tanpa pelanggan, sebuah organisasi bisnis tak lagi punya alasan untuk meneruskan nafasnya. Demikianlah untuk menggapai kesuksesan, perusahaan juga mesti memetakan sejumlah ukuran keberhasilan dalam dimensi pelanggan. Sejumlah key performance indicator (KPI) yang lazim digunakan dalam dimensi pelanggan ini antara lain adalah : tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction index), brand image index, brand loyalty index, persentase market share, ataupun market penetration level.

Dimensi berikutnya adalah dimensi proses bisnis internal. Pertanyaan kunci yang layak diajukan disini adalah : untuk meraih keberhasilan keuangan dan memuaskan pelanggan kita, proses bisnis internal apa yang harus terus menerus disempurnakan? Beberapa elemen kunci dalam proses bisnis internal yang layak dikendalikan dengan optimal mencakup segenap mata rantai (supply chain) proses produksi/operasi, manajemen mutu, dan juga proses inovasi. Beberapa contoh KPI yang lazim digunakan dalam dimensi ini antara lain adalah : persentase produk yang cacat (defect rate), tingkat kecepatan dalam proses produksi, jumlah inovasi proses dan produk yang dikembangkan dalam setahun, jumlah produk/jasa yang di-delivery dengan tepat waktu, ataupun jumlah pelanggaran SOP (standard operating procedures).

Dimensi yang terakhir adalah dimensi learning and growth. Dimensi ini sejatinya hendak berfokus pada pengembangan kapabilitas SDM, potensi kepemimpinan dan kekuatan kultur organisasi untuk terus dimekarkan ke titik yang optimal. Dengan kata lain, dimensi ini hendak meletakkan sebuah pondasi yang kokoh nan tegar agar sebuah organisasi bisnis terus bisa mengibarkan keunggulannya. Contoh KPI (key performance indicators) yang lazim digunakan untuk mengukur kinerja pada dimensi ini antara lain adalah : tingkat kepuasan karyawan (employee satisfaction index), level kompetensi rata-rata karyawan, indeks kultur organisasi (organizational culture index), ataupun jumlah jam pelatihan dan pengembangan per karyawan.

Demikianlah empat dimensi utama yang mesti dikelola dan diukur kinerjanya secara konstan dari waktu ke waktu. Pada dasarnya keempat dimensi diatas bersifat sinergis dan saling behubungan erat secara hirarkis. Sebuah organisasi bisnis hampir tidak mungkin mencapai keunggulan finansial tanpa ditopang oleh barisan pelanggan yang puas dan loyal. Dan barisan pelanggan yang loyal ini tak akan pernah terus tumbuh jika sebuah organisasi tidak memiliki proses bisnis yang ekselen nan inovatif. Dan pada akhirnya, proses kerja yang ekselen ini hanya akan mungkin menjelma menjadi kenyataan jika organisasi tersebut ditopang oleh barisan SDM yang unggul, kepemimimpinan yang tangguh dan budaya organisasi yang positif.

Pengelolaan kinerja organisasi bisnis secara optimal dengan demikian mesti mempertimbangkan keempat dimensi diatas secara intregratif. Serangkaian key performance indicators (beserta target angka) untuk tiap dimensi diatas mesti diidentifikasi dan kemudian dimonitor pencapaiannya secara periodik (misal setiap sebulan sekali dalam sesi monthly performance review meeting). Melalui proses pengelolaan kinerja yang komprehensif pada empat dimensi inilah, sebuah organisasi bisnis mestinya bisa terus tumbuh dan mekar menuju ranah kejayaan.

Note : Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi menarik tentang tahapan penyusunan projek balanced scorecard, silakan klik DISINI.

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

44 thoughts on “Mengelola Kinerja Perusahaan dengan Balanced Scorecard”

  1. Dan pada akhirnya, proses kerja yang ekselen ini hanya akan mungkin menjelma menjadi kenyataan jika organisasi tersebut ditopang oleh barisan SDM yang unggul, kepemimimpinan yang tangguh dan budaya organisasi yang positif.
    ——————
    Mas yodhia, saya sangat setuju dengan pernyataan Mas tentang hal ini, oiya…tahapan apa saja yang harus dilakukan untuk membangun budaya positif ?-Jika keadaan saat ini-organisasi sdang bertahap menuju ke arah sana…dalam arti komitmen untuk berubah sudah ada (naik level), tp perubahan itu belum bisa dimengerti oleh semua SDM dalam organisasi…apalagi organisasi yang dulunya memiliki budaya kerja semi -PNS-
    oiya, thanks atas ulasan balance scorecard-nya…

  2. Mas Yodhia,

    This is such a great article (again and again!)
    Bisa request tidak? Mohon dunk untuk dibahas mengenai cara mengukur tingkat kepuasan karyawan (Employee Satisfaction Index)? Ini seringkali terbentur dengan subjektifitas karyawan sendiri. Entah, melihat dari parameter gaji, lingkungan yang kondusif (antara sesama rekan serta customer), job desk yang diterima, serta hubungan dengan top level management. Kondisi ini susah sekali diukur. Dilihat-lihat masalah gaji tidak ada masalah, lingkungan juga oke, tetai mengapa performa karawan tak kunjung membaik? Inilah yang membingungkan.

    Saya ingin sekali mendapatkan ulasan mengenai hal tersebut. Siapa tahu bisa cocok saya terapkan di lingkungan kerja. Terima kasih atas paparannya yang menyegarkan. Sungguh hari Senin yang cerah!!!

  3. Mas…. artikel tentang balanced scorecard sudah banyak sekali, tapi mas yodhi memberikan ringkasan yang cukup baik bagi masyarakat umum yang belum paham.. Untuk itu saya memberikan apresiasi tinggi bagi artikel ini.
    Mas saya malah cenderung ingin menanyakan sejauh mana ada riset yang mendukung apakah balanced scorecard cukup efektif untuk melakukan evaluasi diri ? dan seberapa jauh perusahaan-perusahaan di Indonesia telah melaksanakan balanced scorecard ? dan seberapa sering penelitian balanced scorecard dari sebuah perusahaan perlu dilakukan ? mohon penjelasan mas…

  4. Bang Yodh, bagaimana caranya mengukur tingkat kepuasan karyawan (employee satisfaction index)indeks kultur organisasi (organizational culture index), ataupun jumlah jam pelatihan dan pengembangan per karyawan. secara aturan rumusnya atau logika yang bisa diterapkan masing2 perusahaan. Makasih bang. Jazakumullahu khair…

  5. @ Abiem dan Eriman, saya pernah menulis bahasan mengenai cara mengukur indeks kepuasan karyawan. Anda bisa membacanya di link ini: https://portalhr.com/klinikhr/strategis/4id1199.html

    @ Abiem, ya kalau dari observasi karyawannya happy2 saja, namun kinerja tak kunjung melesat, there must be “something wrong” inside. Mungkin skema penetapan target kinerjanya tidak jelas dan kurang dikomunikasikan. Mungkin prosedur kerja yang tak efisien dan tak efektif. Untuk mengetahui lebih mendalam, perlu dilakukan diagnosa “organizational health” untuk memetakan problem dan area perbaikan organisasi secara komprehensif.

    @ Kabul, sejauh pengamatan saya sudah banyak sejumlah perusahaan besar dan juga MNC di Indonesia yang menerapkan BSC ini. Bagi perusahaan yang sudah benar-benar mengintegrasikan sistem BSC dalam performance management mereka, saya melihat terdapat pola perja yang jauh lebih sistematis dan tools BSC ini mampu menjadi alat bantu bagi mereka untuk mengelola kinerjanya secara optimal.

  6. mas Yodhia,

    tentang Balance SC ini, belum terlalu jelas mas dengan kata “Balance” mohon di beri pencerahan lagi?

    kalau masalah kinerja yang gak kunjung bagus walau kelihatan karyawan fine2 aja, mungkin bisa mengambil inspirasi dari buku “Value Based Leadership”, sebuah buku management berformat Novel yang sarat akan makna dan pentingnya value yang sama dalam sebuah organisasi

  7. @ Masshela, balanced disini mengacu pada fokus yang terpadu pada empat dimensi utama….hal ini berbeda dari fokus pengukuran konvensional yang cenderung hanya mengacu pada aspek keuangan saja (too financial oriented). Jadi seimbang pengukurannya, tidak hanya aspek keuangan saja yang dianalisa, namun juga tiga aspek lainnya, yang dalam jangkah panjang, bersifat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan.

  8. salam kenal…

    Saya sangat senang dengan adanya ulasan tentang BSC di Blog ini.
    saat ini saya bekerja di perusahaan yang sedang menerapkan BSC.
    saya sudah 7 tahun mengontrol BSC di perusahaan kami.
    semua yang di tulis oleh mas yodhia adalah benar….tapi kalo boleh
    saya kasih sedikit ulasan…..(Minta Izin ya mas)
    BSC tidak selamanya mudah diterapkan di sebuah perusahaan, apalagi
    perusahaan yang karyawannya mempunyai Mind set yang buruk
    (Istilahnya karyawan Pemda), untuk itu diperlukan komitmen yang tinggi dari
    Top Management sampai lower management.
    Penerapan BSC di perlukan sedikit tambahan biaya dalam penerapannya
    karena suatu perusahaan memerlukan orang2 yang qualified yang bisa
    di jadikan Prototype dalam bisadng ini..
    Tapi kesimpulannya BSC bisa diterapkan dengan memegang tiga komponen”
    1. Mind Set karyawan
    2. Top Management Commitment
    3. Biaya
    kalo tiga itu bisa dipenuhi saya yakin perusahaan bisa lebih maju kinerjanya.
    Sorry mas kebanyakan…..salut…
    Makasih banyak….

  9. sebelumnya salam kenal ya mas yodhia. td saya lg searching di google mencari artikel ttg starbucks, kebetulan saya br baca the starbucks experience & smakin penasaran dgn kedai kopi yg satu ini. dan akhirnya saya menemukan artikel yg bnr2 menarik ttgnya disini. review buku the starbucks experience nya benar2 hebat! blog anda memang luar biasa. saya jd betah duduk berlama2 disini sambil bolak-balik tulisan menarik (dan jg sgt bermanfaat) yg anda buat. saya bnr2 beruntung tlah terdampar di blog anda 🙂

    salam hangat dr dunia cappuccino. kalo sempat mampir ya mas..

  10. Ada nggak ya balanced scorecard yang lebih simple dan mudah digunakan utk bisnis skala UKM? Saya ingin sekali menerapkannya.

  11. @Roni, ada sebab bsc ini bisa dibikin simpel namun tetap powerfull…..Bayangan saya, mungkin someday saya bisa kasih free workshop untuk UKM yang ingin menerapkan Bsc.

  12. Salam…

    Menarik sekali mas pembahasannya. Saya ingin tanya satu hal, tapi mungkin penjelasannya bisa panjang. Hehe… (gapapa kan?)

    Saya kerja di instansi pemerintah, trus pertanyaannya : BSC bisa diterapkan di organisasi nirlaba ga?

    Terima kasih sebelumnya untuk jawabannya…

  13. @ Yudhit, ya bisa. Namun memang ada modifikasi yang diperlukan dalam penataan perspektifnya. Dimana aspek keuangan biasanya tidak lagi menjadi tujuan akhir, namun lebih diarahkan pada pengelolaan anggaran yang optimal dan efisien.

    Sementara untuk aspek customer diterjemahkan sebagai “public services” – dan aspek inilah yang menjadi sasaran paling utama dari bsc government. Jadi aspek proses dan aspek SDM diarahkan agar mampu memberikan pelayanan optimal dalam arspek “public services”.

  14. Mas Yodhia, apakah BSC bisa diterapkan pada yayasan pendidikan dengan sistem laporan keuangan yang tertutup, bahkan bagi karyawan sendiri, tentu saja kecuali bagian keuangan =)… terima kasih.

  15. Hai mas Yodhia,
    Mau tanya nih untuk bahan tugas akhirku mengenai topik ini…
    1. jika suatu perusahaan sudah melakukan pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard, apakah kerangka kerja balanced scorecard yg telah digunakan sebelumnya bisa berubah untuk tahun berikutnya? jika bisa berubah-ubah, maka manakah yg bisa diubah?
    2. Bagaimana kita dapat tahu bahwa kerangka alat ukur balanced scorecard yg sudah kita buat untuk suatu perusahaan itu valid dan bisa diterima?

    thank you so much…

  16. @ Yuni, kalau memang strategi perusahaan itu mengalami perubahan, maka peta bsc-nya juga berubah mengikutinya. Yang berubaha adalah sasaran strategis dan tentu juga KPI-nya. Namun kalau tidak perubahan fundamental dalam arah strategi, maka peta BSC dan KPI tidak perlu diubah setiap tahun; yang diubah hanya angka targetnya.

    Ukuran bsc valid adalah kalau ia memang terbukti membantu meningkatkan kinerja bisnis perusahaan; artinya perusahaan bisa terus tumbuh, baik dari segi profit, mutu produk, kepuasan pelanggan, dan juga produktivitas pegawainya.

  17. mas salam kenal ye, mau tanya neh gemana bila kita tahu sistem yang pengin di bangun managemen nggak netes ke bawah, maksud saya ke cabang cabang perusahaannye. makasih ye

  18. @ Mahesa, saya kira perlu kembali dilakukan edukasi kepada para pengelola di cabang agar mereka bisa melakukan sinkronisasi kebijakan dan sistemnya dengan yang di pusat. Orang pusat harus juga rajin turun ke bawah untuk melakukan pendampingan agar sistem yang disusun bisa terlaksana dengan baik, dari atas sampai ke bawah.

  19. salam knal ?”
    saya sigit mas ”

    saya tertari dengan tanya jawab kayak gini”
    sy ada problem mas ”’
    saya mau menarik sebuah judul Pengaruh “KOndusifitas Perusahaan Terhadap Kinerja Karyawan ” (Bidang Sdm/ non pemasaran)
    masalahnya dosen di t4ku kuliah agak susah di ajak berdiskusi jd takutnya saya jadi sesat pikir”’
    saya sudah memikirkan ttg kondusifitas tapi
    saya ingin tahu apakah kalau sy mengatakan bahwa kinerja saya beri dua indikator yaitu kualitas dan kuantitas itu salah? dimana kualitas dan kuantitas saya indikasikan sebagai tolak ukur pekerjaan yang diberikan oleh setiap karyawan.
    trus saya menggunakan Regresi Linear untuk judul ini”” tolong mas sarannya ??!
    Trims ”’
    Wassalam’

  20. @ Sigit, Saya kira kalau variabel kondusif bisa dipetakan dalam sejumlah aspek, misal aspek hubungan atasan-bawahan, hubungan antar karyawan, atau juga aspek kebijakan manajemen. Sementara untuk variabel kinerja bisa dipetakan dalam aspek produktivitas karyawan, atau juga volume pekerjaan yang dihasilkan. Mungkin akan lebih mudah jika karyawannya khusus bagian sales, karena aspek kinerja bisa diukur dengan jelas. Bagaimana kalau karyawan bagian administrasi yang ukuran kinerjanya tidak sejelas bagian sales?

  21. slam kenal.. prnah ikutin materi bsc jujur aku pd awalnya g ngerti tapi lama kelamaan aku jadi tertarik walopun sy bkn org manjemen. intinya sya blm paham tetapi pengen bnget bs sya terapkan di kantor (lingkungan pendidikan )sy dengan cara yng lebih sederhana, caranya gimana ya? makasih..

  22. Aku baru sempet buka ini blog, mgkn gak terlambat nmn krn bagus TETAP AJA KUBACA. He…..he…….he………
    BSC pada aplikasi keseharian masih byk menemui kendala. Ya mgkn karena ada variable yg tdk dpt terukur, trus parameter seperti apakah yang dibutuhkan untuk mem-balance-kan kegiatan perusahaan yang seabreg itu, sehingga dari beberapa sudut pandang (kary, pemilik, customer & perusahaan ) dapat optimal dan dapat diakomodir?

  23. bang yodhia…
    cara pengukuran ‘indeks kultur organisasi’ itu gimana caranya n mekanismenya…
    trus tolong contoh KPI yang tepat untuk mengukur ‘Efektivitas organisasi’ KPInya seperti apa sih?
    makasih pencerahannya….

  24. @ Tedy,

    Indek budaya perusahaan diukur melalui survei atau penyebaran kuesioner. Instrumen kuesionernya macam-macam; coba cari di google; akan ketemu banyak.

    KPI untuk mengukur efektivitas organisasi; caranya bisa dilihat dari survei juga; para karyawan ditanya apakah mereka merasa efektiv dalam kerjasama, dalam melakukan pengambulan keputusan; dsb. Atau bisa dilihat dari jumlah inovasi yang dirilis oleh organisasi; atau juga bisa diukur dar

  25. @ Tedy,

    Indek budaya perusahaan diukur melalui survei atau penyebaran kuesioner. Instrumen kuesionernya macam-macam; coba cari di google; akan ketemu banyak.

    KPI untuk mengukur efektivitas organisasi; caranya bisa dilihat dari survei juga; para karyawan ditanya apakah mereka merasa efektiv dalam kerjasama, dalam melakukan pengambulan keputusan; dsb. Atau bisa dilihat dari jumlah inovasi yang dirilis oleh organisasi.

  26. mas.. sy tertarik dgn konsep BSC.. kira2, jika BSC diterapkan pada suatu yayasan sosial, perspektif seperti apa yang dipakai?
    dan kalau dipakai pada pendidikan swasta SMA yang berada d bawah yayasan, apakah bisa konsep BSC dipakai?
    mohon bimbingannya..

  27. Salam Kenal Bang Yodh….

    Saya Kebetulan lagi mengerjakan Tesis tentang BSC…

    Maaf sebelumnya bang, yang saya ingin tanyakan, adakah contoh kuissioner tentang Penilaian kinerja Pemerintah Daerah dengan Perspektif BSC ???

    Mohon Petunjuknya Bang…
    Terima kasih sebelumnya atas bantuannya bang…

  28. Salam Mas Yodhia..

    Beruntung sekali saya bisa menemukan blog Anda.
    Saat ini, di perusahaan saya bekerja sedang menerapkan BSC ini.
    Saya bekerja di dept procurement, kira2 KPI apa yg bisa saya terapkan.
    Mohon petunjuknya.

    Trim’s sebelumnya atas saran ??N bantuannya.

  29. Although most cases of Bedwetting Clinic are due to overuse of their feet.
    The combination of weight gain and ageing means we put a lot of unhealthy consequences.
    Benefits of soaking the feet in some natural way actually will damage the foot,
    this ligament runs along the bottom of the foot, and
    twist, as if you were standing for a while. Slowly pull the towel
    towards you, while keeping your knee straight and 30 seconds with your
    knee slightly bent.

Comments are closed.