Berapa Persen Waktu yang Dialokasikan CEO Anda untuk Mengelola SDM?

The world’s best companies realize that no matter what business they’re in, their real business is building leaders.

Ya benar, kalimat penuh makna itulah yang disuarakan oleh para CEO atau Presiden Direktur dari perusahaan-perusahaan kelas dunia. Mereka sejatinya ingin mengatakan, mengembangkan dan mengelola future leaders/managers adalah tugas utama yang harus mereka lakukan – lebih dari tugas-tugas lainnya. Dengan kata lain, tugas pokok seorang CEO pertama-tama bukanlah mengurus bisnis, namun mengurus orang. Pendeknya, tugas pertama yang maha penting bagi setiap CEO yang ingin berhasil adalah ini : develop future leaders/managers.

Dari statement penting diatas, saya lalu teringat ungkapan dari Noel Tichy, pakar manajemen yang menjadi otak dibalik kehebatan program pengembangan kepemimpinan di GE. Noel bilang, ada sebuah cara mudah untuk menguji apakah perusahaan Anda benar-benar serius terhadap upaya pengembangan SDM, atau sekedar lip service. Caranya begini : coba datanglah kepada sekretaris CEO Anda, dan tanyakan apa saja agenda sang bos dalam satu bulan ke depan. Kalau dari puluhan agendanya yang super sibuk itu, tak ada satupun item yang menyangkut mengenai proses pengembangan SDM, then forget it. Lupakan semua blah-blah-blah mengenai strategi pengembangan SDM.

Ya, sederet pertanyaan yang sungguh serius lantas perlu segera dikibarkan : dari pengamatan Anda, apakah dalam setahun terakhir bos besar (alias Dirut) Anda pernah meluangkan waktu untuk menjadi trainer dan memberikan sharing session bagi para anak buahnya? Apakah sang CEO selama ini pernah memberikan coaching one-on-one secara reguler dan sistematis kepada para manajer kunci di perusahaan? Apakah sang CEO selama ini pernah mengalokasikan waktunya untuk ikut wawancara penerimaan trainee yang akan menjadi calon future leaders? Dan apakah sang CEO selama ini selalu terlibat intens dalam penyusunan rencana pengembangan strategis bagi para future managers?

Faktanya, berdasar riset yang dilakukan oleh majalah Fortune, rata-rata waktu yang dilalokasikan oleh para CEO perusahaan kelas dunia untuk proses pengembangan SDM adalah 50 % — sebuah angka yang amat signifikan mengingat kesibukan seorang CEO. Dulu, ketika Jack Welch masih menjadi CEO General Electric, ia mengalokasikan 60 % waktunya untuk mengelola manusia. Ia bilang, urusan pengembangan SDM terlalu penting untuk diserahkan pada orang lain. Dengan kata lain, ia ingin mengatakan urusan SDM harus langsung ditangani oleh sang CEO seperti dirinya. Tidak oleh orang lain.

Demikianlah saat menjadi CEO GE, Jack Welch – yang langkahnya kini juga diikuti oleh penerusnya, Jeff Immelt – selalu meluangkan waktu untuk mengajar para manajernya di kampus GE Academy yang megah di Crotonvile, USA. Secara periodik ia menghabiskan waktu berjam-jam dengan Direktur SDM-nya untuk memelototi dan memantau pengembangan SDM bagi 100 manajer kuncinya. Dan setiap tahun, ia datangi satu per satu seratus orang itu untuk melakukan tatap muka secara langsung dalam sesi coaching secara khusus. Praktek yang persis semacam ini juga dilakukan oleh AG Leafley, CEO dari perusahaan Procter and Gamble. Setiap minggu, Leafley berdiskusi intensif dengan Chief HR-nya guna memantau secara cermat progres pengembangan SDM bagi para manajernya.

Filosofi kedua orang itu – yakni Jack Welch dan Leafley – sama. Bagi mereka, tugas utama mereka adalah mengembangkan kapabilitas dari para manajernya. Sebab, dengan barisan para manajer yang kapabel, roda bisnis dengan sendirinya akan berjalan dengan lancar. Dengan kata lain agar perusahaan terus bisa sukses, mereka harus serius mengembangkan mutu orang-orang yang mengemudikan roda bisnis itu.

Jadi omong-omong, berapa persen waktu yang dialokasikan bos besar Anda untuk mengurus proses pengembangan SDM? 40 %, 20, 10 atau 0 %? Kalau menurut Anda, masih dibawah 20 %, silakan lakukan hal berikut : simpan tulisan ini, lalu segera kirim melalui email kepada bos besar Anda. Semoga dengan begitu, para bos besar Anda menjadi sadar that no matter what business they’re in, their real business is building leaders……

NOTE : Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi yang sangat memikat tentang HR management, leadership skills dan business strategy, silakan KLIK DISINI.

Photo credit by IsayX3 @Flickr.com

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

29 thoughts on “Berapa Persen Waktu yang Dialokasikan CEO Anda untuk Mengelola SDM?”

  1. Kalau postingan kali ini sangat bagus dan perlu di tiru , memang sdm adalah sendi perusahaan yang harus senantiasa di perhatikan karena mereka yang akan menjadi ujung tombak bisnis kita.

    Memberikan coaching yang terstruktur kadang di perlukan tapi mengatur orang yang banyak emang susah susah gampang tergantung mood juga ya.

    kadang ada staff yang bisa mendengar , dan ada juga yang merasa sok tahu dan sulit sekali melepaskan belenggu orang seperti ini , kadang mereka bekerja berdasarkan ke ilmuan yang di dapat di bangku sekolah atau kuliah sehingga cara kerja menggunakan aturan yang baku dan cenderung tidak efisien dan merasa paling benar dan pintar.

    TAntangannya bagaimana kita bisa membuat staff kita bisa bersinergi dengan kita , saya merasa kadang pegawai mrasa tidak enjoy bila di ajak bicara secara terbuka, dan di bimbing dengan menggunakan schedule yang tetap dan teratur.

    Budaya mungkin yang menjadi kendala, atau etos kerja yang apa adanya dan tidak mau memperbaiki diri untuk menatap masa depan yang lebih baik.

    Tapi posting kali ini sangat bagus dan saya salut banget sudah mulai kembali ke konsep awal blog ini yang renyah ok kawan – kawan ayo datang ke sini lagi.

    mas yodia dah mulai on fire ni hehehehe. untuk mas yodia salut deh

    see you the top !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!111111111111111

  2. Terima kasih mas, sangat ispiratif. But, bagaimana jika CEO kita TKA, terkadang mereka hanya fokus dgn bisnis mereka saja. Bahkan di level manager pun, bnyak yg tidak friendly dgn bwahannya. So, apa yg harus dilakukan?

  3. Untuk perusahaan di Indonesia,ini menjadi hal yang sangat krusial. Slogan ” SDM adalah aset ” sebagian besar masih sebatas pemikiran , belum dalam bentuk tindakan nyata.

    Masih sulit kita temukan CEO yang waktunya bisa up 60% untuk mengurus SDM , khususnya mempersiapkan para leader. Yang terjadi adalah, semakin besar company, urusan SDM mulai diserahkan ke Divisi SDM saja seakan -akan kualitas SDM di masa depan sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang-orang yang berkecimpung di dunia SDM.

    Semoga “sentilan” pagi ini, bisa membuka mata kita semua, bahwa SDM adalah urusan semua managemen …..HRD adalah fasilitator dan melakukan eksekusi di lapangan. Tks.

  4. Matur nuwun. Tulisan mas Yodhia menyentak kesadaran saya untuk bertindak lebih membumi lagi. Biasanya kita terjebak rutinitas bisnis, bahkan bila sudah di level atas lupa ke bawah. Tugasnya hanya perintah dan seremonial. Sukses selalu.

  5. saya sangat tergerak oleh postingan ini. memang terkadang kita suka melupakan peran dari pengembangan terhadap karyawan atau bahkan diri kita sendiri. sebab pada kenyataannya banyak dari bisnis yang lebih dapat digerakkan jika kita memiliki tenaga kerja yang memiliki kemampuan softskills dan hardskills yang tinggi. ditambah dengan etos kerja yang tinggi dan motivasi yang kuat, mereka akan menjadi seorang rekan ketimbang sekedar pekerja, dan mereka akan membantu kita dalam meraih tujuan yang kita inginkan.

    terimakasih.

  6. pembentukan sebuah SDM yg “greatest” adalah suatu hal yg mutlak di dalam sebuah perusahaan, tetapi ketika itu sudah dilaksanakan tetapi tanpa disukung fasilitas untuk penunjangnya kayaknya tetep akan berjalan ditempat… sebenernya fasilitas apa saja sih yg diinginkan oleh karyawan diperusahaan :

    A. Fasilitas penunjang pekerjaan dan penghargaan atas Dedikasi
    tentunya… sy mengelola sebuah usaha kecil disebuah kota kecil, seringkali kesulitan dengan karyawan yang keluar masuk dikarenakan memilih pekerjaan dengan fasilitas penunjang yg lebih baik… misalnya… ketika mendapatkan seseorang yang ahli di bidang tertentu (katakanlah si A), baru 1,5 tahun si A keluar krn tidak punya aplikasi yg memadai untuk menunjang pekerjaannya, ketika dia berharap aplikasi itu dibuat oleh si A (sesuai keahliannya) dia tidak mendapatkan reward dr apa yg si A lakukan… si A merasa diabaikan keahliannya… sekarang si A sudah bekerja di perusahaan yg lebih besar dengan posisi dan salary yg jauh lebih baik… (penyesalan saya seumur hidup, tp saya belajar byk hal dr kejadian itu)

    B. Fasilitas waktu untuk berdiskusi
    karyawan tidak pernah melakukan komunikasi dua arah dengan para manajernya, si karyawan hanya menerima instruksi dr para manajernya (komunikasi satu arah, ternyata byk hal yg tidak diketahui para manajer, tetapi si karyawan mengetahuinya… dan banyak hal tentang inovasi yg seharusnya bisa menjadikan perusahaan lebih berkembang…
    (saya disadarkan oleh salah satu karyawan yg ngasih masukan pada saat usaha lagi memasuki masa kolaps, tanpa sadar sy dengarkan masukan dr karyawan itu… dan ternyata masukan itu yg menyelamatkan usaha saya)

    C. Fasilitas pribadi dan hak si karyawan
    apa itu…? yaitu fasilitas agar si karyawan merasa rileks dan tidak tertekan dengan rutinitas pekerjaan
    sekali-sekali karyawan perlu dilepaskan dr rutinitas yg terkadang menjemukan… misalnya :
    -hak cuti (bener2 cuti tanpa diganggu pekerjaan), terkadang perusahaan lebih mementingkan mengganggu cutinya si karyawan apabila ada pekerjaan yg perlu dikerjakan oleh si karyawan yg sedang melaksanakan cuti, kenapa tidak mencoba regenerasi untuk pekerjaan itu oleh orang lain…????
    -hak mendapatkan tunjanngan
    tunjangan kesehatan
    tunjangan cuti
    tunjangan hari raya
    tunjangan asuransi
    tunjangan hari tua dll
    -hak mendapatkan salary yg layak
    menurut saya ada 3 jenis org dalam menyikapi hidup kaitannya dengan salary yang didapat
    a. memperjuangkan hidup : yaitu org yg untuk makan aja masih harus berusaha setiap hari.. termasuk harus ngutang sana-sini hanya untuk makan…
    b. mempertahankan hidup : yaitu org2 yg bisa membeli makanan layak, tetapi untuk menyekolahkan anak, nyicil rumah, nyicil motor, bayar listrik, bayar ledeng dan lain2 masih harus mencari kesana -kemari (akhirnya ngutang juga, termasuk ngutang kartu kredit… tambah parah deeeehhhh…)
    c. menikmati hidup : yaitu org2 yg sudah bisa travelling wisata tiap saat, rumah banyak, usaha lancar, tanpa memikirkan utang….

  7. Betul sekali, Mas Yodhia. Mayoritas CEO lebih banyak mencurahkan waktunya untuk marketing, produk dan profit. Urusan SDM cukup ditangani divisi HRD. It’s really !. Semoga artikel ini memberi inspirasi bagi kita semua..

  8. selain waktu yang 60 persen …tentunya akan lebih baik lagi kalo dialokasikan juga budget tambahan sebesar 60 persen dari budget SDM. Jadi kalo pun CEO ngga mampu meluangkan waktu….minimal kesejahteraan dan training karyawan masih bisa ada apresiasinya kan …

  9. senangnya pa yodhia mendapat “daging segar” begini..
    insipiratif,,,
    meski saya melihat sepintas mudah, tapi sebenarnya cukup runit..
    karena perlu disiplin tinggi dan komitmen yang bagus…
    tapi saya cukup mendapatkan pencerahannya pak

  10. inspiring!!! menyibakkan salah satu tugas penting seorang CEO (pemimpin) yakni untuk terus mengungkit para bawahannya bersama naik menuju perbaikan (kesuksesan).

    terima kasih untuk sharingnya…

  11. Mas, terima kasih untuk inspiring article-nya. Saya cuma ingin sharing saja disini, sepertinya di Indonesia masih belum banyak CEO (pimpinan) yang menyadari bahwa SDM dan pengelolaan-nya adalah sangat penting karena mereka adalah aset perusahaan yang tidak ternilai.

    Tetapi sayangnya masih banyak pimpinan yang arogan dalam menjalankan organisasinya, mereka merasa bahwa karyawan-lah yang sangat membutuhkan perusahaan dan bukan sebaliknya, dan kalaupun karyawan tadi akhirnya memutuskan keluar dikarenakan merasa kurang dihargai mereka dengan gampangnya berkata bahwa perusahaan-nya tidak akan mengalami goncangan hanya karena kehilangan satu orang.

    Memang keadaan ini sangat menyedihkan…tapi ya mungkin kita sekarang masih ada dalam kondisi seperti ini.

  12. Tulisan yg menarik, Jack Welch memang salah satu legenda GE. Buat di Indonesia gak tahu apa ada CEO yg jalanin konsep seperti ini, sepertinya kebanyakan masih fokus di sales.

    Untuk pengembangan SDM di IT Consulting juga menarik. Beberapa perusahaan di Indonesia meng-encourage karyawannya untuk mengambil sertifikat professional, yg jadinya meningkatkan mutu SDM dan nilai jual IT Solution si perusahaan. Jadi karyawannya bisa bekerja sambil mengumpulkan sertifikat 🙂

  13. Kalau perusahaan kecil mungkin lebih sulit ataulebih mudah untuk menciptakan suasana kekeluargaan sehingga menciptakan lingkungan kerja yang sersan??
    Thanks inpirasinya

  14. Saya tidak setuju.
    Pemimpin yang hebat/CEO hebat bukanlah org yang suka mengatur.
    Pemimpin hebat mengelola, membiarkan karyawannya bekerja sesuai gayanya.
    Waktu Richard Branson ditanya “Bagaimana anda dapat mengelola perusahaan hanya 10 menit sehari”
    Jawab Branson “Jadikan setiap detiknya berharga. Dan bukan saya yang mengurus perusahaan. Saya memiliki karyawan-karyawan yang hebat.”

    Jadi buang jauh-jauh filososfi tentang memelototi karyawan.
    Karyawan yang tersenyum pada pelanggan karena ingin, jauh lebih baik daripada serangkaian instruksi senyuman yang penuh kebohongan.
    Dan saya yakin pelanggan bisa membedakannya.

    Karyawan yg hebat adalah yang mampu berinisiatif, bukan karyawan yg mengerjakan tugas2 hari demi hari (hanya supaya tidak dipecat bos).
    Berikan sebuah tujuan pada karyawan, dan biarlah mereka mencapainya sesuai keinginan mereka.

  15. Terkadang bagi beberapa manajemen dengan pemikiran yang rada kolot berpendapat bahwa pengembangan SDM itu cuman makan biaya dan bukan sebaliknya berpikir bahwa pengembangan SDM adalah investasi.
    Tidak heran kalau perkembangan dan peningkatan SDM di suatu perusahaan cenderung jalan di tempat….

    Permasalahannya terkadang kita sebagai kalangan bawah pengen banget menyadarkan sang pemimpin bahwa investasi manusia tidak selamanya biaya namun investasi yang dapat menguntungkan perusahaan jika disertai dengan beberapa aturan dan tuntutan kinerja yang sesuai dan ruang gerak perusahaan yang kondusif….
    Tapi selalu saja sulit melawan arus deras. Pengennya bersabar tapi sampe kapan?
    Any suggestion????
    By the way…
    Two thumbs up for this article.
    VERY GOOD!

  16. Gobzip….ya sebaiknya tetap tinggi ya…sebab kan tidak semua pekerja dialihdayakan (OS-kan). Sejumlah strategic positions tetap dipegang secara organik.

    Jadi justru alokasi waktu lebih fokus….lebih tajam kepada strategic positions saja….ini lebih menghemat energi dan sumber daya.

  17. >.ya sebaiknya tetap tinggi ya…
    > Sejumlah strategic positions tetap dipegang secara organik.
    > ….

    aarghh … ya masih sejalan dengan outsource. 🙂

    Pada contoh kasus anda: para CEO prioritas
    pada top level manajer.

    Thanks, Bang Yod.

Comments are closed.