Mengelola Penilaian Kinerja Karyawan

Salah satu penentu kemajuan kinerja bisnis dan organisasi, tentu saja adalah kecakapan dalam mengelola kinerja para karyawan atau pegawainya. Disana terbentang sejumlah rute yang jika dilakoni dengan elok, niscaya akan mengantarkan tujuan bisnis pada tempat indah yang dirindukannya.

Dengan kata lain, pengelolaan kinerja karyawan yang cemerlang pasti akan mengantarkan sebuah organisasi bisnis ke jalan yang menghamparkan kejayaan. Sebaliknya, pengelolaa kinerja karyawan yang dijalankan dengan spirit abal-abal hanya akan membawa perusahaan ke bibir kemalangan.

Dalam tulisan kali ini, kita hendak membincangkan elemen-elemen kunci yang kudu dicermati manakala kita mau membangun sistem manajemen kinerja yang layak diteladani.

Dimana-mana, pengelolaan dan penilaian kinerja karyawan selalu berfokus pada dua elemen kunci , yakni : pengembangan kompetensi/kecakapan karyawan (aspek kecakapan) dan peningkatan kinerja (aspek hasil). Jika aspek hasil atau result mengarah pada hasil kerja rill yang menjadi target pencapaian, maka aspek kompetensi memastikan bahwa para karyawan benar-benar memiliki kecakapan yang diperlukan untuk meraih target. Sebab tanpa kecakapan yang bagus, target hasil kerja yang dicanangkan tak akan pernah tergapai.

Aspek pertama penilaian kinerja karyawan adalah : aspek kompetensi/kecakapan. Banyak perusahaan yang melakukan penilaian kinerja dengan hanya mengacu pada aspek ini. Format yang digunakan biasanya berupa rating (misal dari skala 1 sd 5, dimana 1 = sangat tidak cakap dan 5 = sangat cakap). Lalu, rating ini digunakan atasan untuk menilai sejumlah dimensi kompetensi yan dianggap penting.

Dimensi yang lazim di-evaluasi dalam penilaian kinerja karyawan antara lain adalah : problem solving skills, communication skills, leadership skills ataupun planning and organizing serta technical/functional skills.

Sebaiknya, berapa jumlah dimensi kompetensi yang dinilai? Tidak ada ukuran baku disini. Namun sebaiknya hanya berjumlah 7 – 8 dimensi saja. Jika kita memasang lebih dari 10 (atau 27 dimensi seperti yang pernah saya lihat), maka hal ini hanya akan membuat bingung atasan yang akan melakukan penilaian. Riset juga menunjukkan banyak dimensi kompetensi yang saling overlap; jadi mubazir saja kita menggunakan terlalu banyak dimensi kompetensi.

Untuk mengurangi subyektivitas penilaian dari atasan, ada baiknya rating dalam skala 1 – 5 tersebut dideskripsikan dengan cukup rinci; sehingga mampu memberikan standarisasi penilaian. Hal ini untuk menghindari kasus seperti ini : atasan yang murah hati cenderung menilai tinggi; dan atasan yang galak terlalu pelit kasih nilai. (Deskripsi rating itu lazim disebut sebagai BARS atau behavior anchor rating scale).

Karena penilaian untuk aspek dimensi kompetensi acap masih mengandung unsur subyektivitas, maka mestinya penilaian kinerja karyawan juga melihat aspek kedua yakni : aspek hasil kerja. Dalam sistem manajemen kinerja, aspek kedua ini lazim diukur dengan key performance indicators atau KPI.

Demikianlah, setiap posisi karyawan sebaiknya merumuskan indikator kinerja (KPI) yang akurat, disertai dengan angka target yang terukur. Sebagai misal, KPI yang lazim digunakan oleh orang marketing antara lain adalah pertumbuhan market share, customer satisfaction index, atau brand image score. Untuk KPI orang IT antara lain : response time untuk mengatasi gangguan desktop/troubleshooting; atau juga frekuensi downtime server; dan ketepatan waktu implementasi aplikasi IT. (CONTOH KPI untuk berbagai fungsi dalam organisasi bisa dilihat DISINI. )

Penetapan KPI secara tepat harus juga disertai dengan penentuan angka target kinerja yang pas (challenging). Yang tak kalah penting : harus ada mekanisme, tool atau proses untuk memantau dan mengukur semua jenis KPI yang telah disusun. Dengan demikian, penilaian kinerja KPI pada akhir tahun dapat dilakukan dengan mudah dan efektif.

Demikianlah, dua elemen kunci yang perlu dibangun dalam menjalankan sistem penilaian kinerja karyawan yang optimal. Memang, untuk dapat menjalankan proses penilaian kinerja secara bagus acapkali dibutuhkan sumber daya dan energi yang memadai, baik dari para Manajer HR ataupun dari para Line Managers.

Namun proses itu tetap harus dijalankan dengan penuh keteguhan. Sebab, tanpa pengelolaan kinerja karyawan secara mantap; bagaimana mungkin kita bisa melentingkan kinerja bisnis ke arah yang kian menjulang?

Note : Jika Anda ingin mendapatkan slide powerpoint presentasi tentang management skills, business strategy dan HR management silakan klik DISINI.

Photo credit : Gbatistini @ flickr.com

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

15 thoughts on “Mengelola Penilaian Kinerja Karyawan”

  1. bukankah saran yang digambarkan oleh bang yod harus disesuaikan dengan keadaan diperusahaan setempat? artinya tidak harus semua indikator dinilai, dan bisa jadi indikator dikembangkan sesuai dengan apa yang harus dilakukan oleh perusahaan.

  2. Affandi (# 2) : ya pemilhan jenis indikator kinerja memang sebaiknya disesuaikan dengan konteks dan kondisi perusahaan.

    Misal, perusahaan yang sedang dalam fase pertumbuhan (growth) mungkin KPI-nya lebih fokus pada peningkatan pertumbuhan (sales growth; penambahan jumlah outlet; jumlah rekrutmen; dst).

  3. Good pa Yodya, tapi kenyataan di lapangan sulit sekali untuk masalah eksekusinya. Mhn pencerahannya. thanks pak yodya

  4. OK MTP (5) : memang sebaiknya KPI ini diterapkan secara bertahap, mulai dari level manajer dan section head/supervisor dulu saja; tidak perlu langsung ke semua staf/karyawan.

    Terus untuk monitoring-nya, perlu disiapkan reporting tools-nya; syukur dengan aplikasi komputer yang user friendly. Terus harus juga ada tim/dedicated person yang setiap bulan membantu melakukan review dan feedback.

    Kalau tim/dedicated person internal ini ndak ada, ya bisa undang saya untuk membantu mendevelop dan melakukan monitoring and review….:)

  5. Untuk skala perusahaan yg masih dikelola oleh pemiliknya dan karyawan masih di bawah 10 orang dan bekerja 1 orang pegang 1 pekerjaan…apakah KPI bisa diterapkan maksimal pak.?

  6. Mulyono (9) : ya bisa juga….KPI sebenarnya sama dengan target kerja….perusahaan kecilpun kan punya target penjualan; target jumlah pelanggan; atau target cost ratio; atau target jumlah produksi per minggu misalnya. Intinya bisa.

  7. dear pak yodia,
    kalau saya mencoba mengamati, KPI yang ada lebih berfokus pada result, artinya internal process yang ada di perusahaan tidak menjadi point penilaian. padahal KPI yang berbasis balanced scorecard, tentu adanya keseimbangan antara KPI result base dengan process base. mohon advicenya?

    saya pun setuju dengan adanya matrix antara hasil dengan kompetensi. karena akan membantu melakukan review terhadap kinerja karyawan

  8. Dwi (12) : sebenarnya tidak hanya result, proses pun — apapun prosesnya — bisa diKPI-kan. Contoh KPI untuk proses pengembangan SDM : jumlah kegiatan coaching yang dilakukan atasan per bulan; atau % kepatuhan atas SOP yang telah disusun (tingkat kepatuhan diukur melalui semacam cek list oleh tim); dst.

  9. Mas Yodhia,
    Kapan waktu yg tepat penilaian itu dilakukan dan dalam rentang waktu brapa lama kan dilakukan kembali? Misal, brpa th sekali? Apakah disesuaikan dg kebutuhan atw diprogram secara berkala.
    Misal, dg keadaan sbuah institusi yg brpriodik ganti pimpinan 4 tahun sekali. Penilaian dilakukan ktika awal tahun periodik, bgm? atw stlah bkrja slma 100 hari, misalnya? Mohon pncrahannya, Mas.

  10. Kiki (14) penilaian kinerja sebaiknya dilakukan setahun sekali. Namun setiap triwulan dilakukan semacam proses review untuk melihat progres pencapaian target.

    Penetapan target kinerja dilakukan Januari, kemudian penilaian dilakukan pada bulan Desember akhir.

Comments are closed.