Pilot Mogok dan Kegagalan Manpower Planning

Minggu lalu, ratusan pilot Garuda Indonesia melakukan mogok kerja. Alasannya : gaji mereka yang besarnya 45 juta/bulan, lebih rendah dibanding pilot kontrak yang rata-rata adalah pilot asing (gaji pilot kontrak ini rata-rata 80-an juta per bulan). Para pilot Garuda itu minta agar gaji mereka disetarakan. Sebuah alasan yang menurut saya agak konyol : dalam industri airline, gaji pilot kontrak memang lebih tinggi sebab mereka TIDAK menerima pensiun dan tunjangan kesehatan seumur hidup (sebagaimana layaknya pilot tetap).

Permintaan para pilot Garuda itu juga menunjukkan mereka tidak pandai bersyukur dengan rezeki yang diberikan oleh Yang Memberi Hidup (gajinya sudah amat tinggi, masih minta naik lagi. Memang manusia itu tak pernah memiliki rasa puas).

Tapi ini yang penting secara filosofis : kalau mereka tidak puas dengan gaji yang sudah tinggi itu, mengapa mereka tidak pindah saja menjadi pilot maskapai asing atau bikin bisnis penerbangan sendiri? (honestly, saya alergi dengan kaum profesional yang complain too much. Ingat selalu prinsip ini : you determine your own destiny, not your boss or your company).

By the way, akar masalah dari kejadian pemogokan itu sejatinya adalah ini : negeri ini sangat kekurangan tenaga terlatih untuk menjadi pilot. Sebuah kasus yang dengan telak menunjukkan gagalnya proses manpower planning.

Pertumbuhan industri penerbangan di tanah air memang mencengangkan (rata-rata tumbuh 15 %, padahal secara global hanya tumbuh 5%). Namun akibatnya mudah ditebak : pembelian pesawat yang jor-joran itu tidak disertai dengan penambahan jumlah pilot yang memadai. Kebutuhan pilot per tahun di negeri ini adalah 1000 orang, sementara pasokan hanya mampu menyediakan 250 orang. Ya jelas tidak seimbang.

Fenomena kegagalan suplai manpower itu juga terjadi di banyak industri lainnya. Perbankan syariah misalnya, pertumbuhannya agak terganggu lantaran pasokan bankir syariah yang handal tidak pernah bisa memenuhi permintaan pasar. Industri pengembangan software di tanah air juga selalu dihadapkan pada kelangkaan tenaga programer kelas wahid (coba tanya bagian rekrutmen, betapa susahnya mencari tenaga programmer yang handal dan berpengalaman luas).

Industri kereta api dan pelayaran nasional juga menghadapi kasus yang sama dengan penerbangan : betapa makin susah mencari masinis dan nakhoda yang handal dan piawai (mencari supir pesawat, supir kapal dan supir kereta api memang susah; kalau mencari supir angkot dan metromini sih gampang).

Solusinya, perusahaan harus secara kreatif dan agresif membangun kapasitas untuk mampu mencetak tenaga ahli yang dibutuhkan secara internal. Artinya mereka bisa membangun semacam learning academy – atau bekerja sama dengan pihak institusi pendidikan – untuk bersama-sama memproduksi tenaga profesional trampil yang diperlukan untuk menopang laju bisnis.

Salah satu klien saya yang bergerak di bidang pembiayaan sepeda motor terbesar di tanah air misalnya, mengatakan hal ini : niat ekspansi mereka ke daerah-daerah selalu terganjal dengan kosongnya calon pemimpin cabang (branch manager) yang handal.

Solusinya : mereka menginvestasikan dana hingga 70 miliar untuk membangun learning academy yang lengkap dan terpadu. Tujuannya : agar mampu memasok calon branch manager yang tangguh. Hasilnya : ekspansi mereka berhasil melaju lebih mulus dan meningkatkan omzet hingga triliunan rupiah. Investasi 70 milyar menghasilkan tambahan omzet triliunan. Now that’s the power of human capital planning.

Pengembangan academy atau vocational academy untuk mencetak tenaga trampil yang siap pakai (entah untuk menjadi pilot, programmer, nakhoda, teknisi pembangkit listrik, bankir syariah, dll) memang harus secara agresif dijalankan. Sebab ini juga bisa menghilangkan sebuah ironi besar : angka pengangguran masih tinggi, e kok dibidang tenaga trampil kita malah kekurangan pasokan.

Dengan vocational academy yang handal (baik yang dikelola secara internal oleh perusahaan atau hasil kerjasama dengan lembaga pendidikan eksternal), maka pasokan beragam tenaga trampil bisa dipenuhi setiap saat ini. Dengan kata lain, kegagalan manpower planning yang bisa menghambat laju bisnis bisa dihindari.

Dan dengan itu pula, cerita tentang pemogokan pilot yang terasa pahit dan menggetirkan itu kelak tak akan kembali berulang.

Note : Jika Anda ingin mendapatkan materi presentasi tentang HR management dan management skills, silakan KLIK DISINI.

Photo credit by : Al Zanki @flickr.com

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

24 thoughts on “Pilot Mogok dan Kegagalan Manpower Planning”

  1. Sepetinya hal ini tidak hanya di alami pada perusahaan besar, perusahaan kecil seperti tempat saya bekerja human capital planning sepertinya tidak ada, so ketika membuka cabang baru.. selalu belum di siapkan branch manajer, apalagi branch manajer yang handal..

    Selalu Ada kesempatan untuk memperbaiki semua..

    Padahal saya punya temen yang sekolah di sekolah penerbangan sedang break dulu gara-gara biaya..

    Sepertinya Beasiswa untuk pilot dari beberapa maskapai penerbangan mungkin bisa di bantu dana APBN gak ya? hehehehehe πŸ™‚ sepak bola saja pernah ada kan.. bantuan APBN..

  2. mas yodhia, saran supaya blog ini ditambahai facebook like/share dan atau retweetnya twitter

    tutorialnya banyak kok di google biar pembaca lebih mundah mensharenya di FB atau twitter masing2

  3. Minggu lalu, ratusan pilot Garuda Indonesia melakukan mogok kerja. Alasannya : gaji mereka yang besarnya 45 juta/bulan, lebih rendah dibanding pilot kontrak yang rata-rata adalah pilot asing (gaji pilot kontrak ini rata-rata 80-an juta per bulan). Para pilot Garuda itu minta agar gaji mereka disetarakan. Sebuah alasan yang menurut saya agak konyol : dalam industri airline, gaji pilot kontrak memang lebih tinggi sebab mereka TIDAK menerima pensiun dan tunjangan kesehatan seumur hidup (sebagaimana layaknya pilot tetap).

    tanya, kenapa tidak ada pilot yang statusnya PNS ya??? lumayan murah dengan gaji maksimal 5 juta/bulan
    hehehe

  4. Idealnya setiap industri berfikir tentang succescion planning,dmn setiap kary baik jalur spessialis job(pilot,dokter,dsb), maupun jalur people management(supervisor,manager)wajib menyiapkan successor 1 dan 2 yg akan digunakan sbg pengganti dia dlm.waktu 1 thn.ke depan atau lebih.

    shg.sewaktu2 dibutuhkan sdm successor ini bs digunakan.

    hal ini biasanya tdk.jalan,managemen lbh asyik mikirin bisnis ketimbang orang.mengembangkan bisnis itu dg.intuisi hasilnya langsung keliatan,sementara develop people butuh waktu.

    jika develop peoplenya pake intuisi jg.maka hijack orang,ambil tenaga kontrak dsb.yg akan terjadi.

    Salam,
    Wahyudi
    http://www.whjobs.info

  5. Mari mulai dari diri sendiri untuk selalu berinvestasi leher ke atas. Memang relatif lebih mahal, tapi dampaknya Luar biasa. Salah satunya adalah Kebijaksanaan / Wisdom, dan kopetensi bisa kita miliki.

    Terbukti : Investasi 70 milyar menghasilkan tambahan omzet triliunan

    Selamat beraktifitas & Selamat menunaikan ibadah puasa.

  6. Hasil dari sistem pendidikan nasional kita yang terlalu menitikberatkan pada keahlian kognitif. Setuju sekali dengan prinsip “Anda yang menentukan tujuan Anda, bukan bos Anda”.

  7. “(mencari supir pesawat, supir kapal dan supir kereta api memang susah; kalau mencari supir angkot dan metromini sih gampang)”

    Kalo kita jujur cari sopir angkot/metromini yang handalpun ternyata dinegeri ini tiak gampang Pak, kebanyakan mereka tidak tahu rambu-rambu lalu lintas kok…….

    Saya setuju pada :
    1. Permintaan para pilot Garuda itu juga menunjukkan mereka tidak pandai bersyukur dengan rezeki yang diberikan oleh Yang Memberi Hidup (gajinya sudah amat tinggi, masih minta naik lagi. Memang manusia itu tak pernah memiliki rasa puas).

    2. you determine your own destiny, not your boss or your company

    Terima kasih Pak, untuk tulisannya.
    Bagi umat muslim SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH SHAUM ROMADHON, TAQOBALALLAHU MINA WAMINKUM.

  8. Tapi ini yang penting secara filosofis : kalau mereka tidak puas dengan gaji yang sudah tinggi itu, mengapa mereka tidak pindah saja menjadi pilot maskapai asing atau bikin bisnis penerbangan sendiri? (honestly, saya alergi dengan kaum profesional yang complain too much. Ingat selalu prinsip ini : you determine your own destiny, not your boss or your company).

    mas Yodhia, bukankah dengan cara begitu para pilot tersebut sedang menentukan destiny mereka..?

  9. setuju dengan Bapak.
    Saya sering melakukan rekrutasi tenaga programmer. Selain sulit mendapatkan programmer. Mereka mudah untuk keluar mencari di tempat lain ataupun mudah menyerah

    Saya juga sering melakukan wawancara dengan para pelamar. saya merasa mental bekerja mereka sangat rendah. saya berkesimpulan orang indonesia maunya kerja enak. seperti PNS atau pekerja BUMN, mungkin hal itu yang tertanam dalam benak para lulusan universitas di indoensia.

    Jadi penganguran di Indonesia itu siapa ? mereka ahli di bidang apa?

  10. Impian saya seperti ini…menjadikan perusahaan sebagai sumber ilmu dan pembelajaran yang terus menerus….namun ada kendala

    ada kah yang bisa bantu saya ?

    kita mempunyai fasilitas training centre yang lengkap pada
    tahun 2003-2009 namun mulai 2009 akhir berbagai fasilitas
    sudah mulai dikurangi.

    Permasalahan :

    1.Bagaimana cara mengembangkan training tanpa ada ruangan yang cukup namun tidak menyewa hotel atau gedung lain sebagai tempat training ?

    2.Kendala selama ini adalah kurangnya partisipasi peserta training di karenakan terhambat pekerjaan. Ada yang sudah ikut, ditengah jalan harus keluar kota atau support pekerjaan lainya.Bagaimana solusinya?

    Terima kasih sebelumnya

  11. saya setuju dengan ini :
    no.11 Plugie
    …” Saya juga sering melakukan wawancara dengan para pelamar. saya merasa mental bekerja mereka sangat rendah. saya berkesimpulan orang indonesia maunya kerja enak. seperti PNS atau pekerja BUMN, mungkin hal itu yang tertanam dalam benak para lulusan universitas di indoensia”

    meunurut saya, sah sah saja bila kita ingin bekerja santai dan maunya enak. namun apa benar di PNS or BUMN itu santai dan enak ? dan mental pekerja disana sangat rendah ? kalo ini yang terjadi artinya infrastruktur di Indonesia (yg di kelola oleh BUMN dan PNS) juga akan tidak jelas arahnya ? meski mereka banyak yang lulusan dari LN (temen saya baru masuk udah ambil S2 dan S3 di Belanda) tetap memiliki mental kerja yang rendah ?

  12. Mungkin itu karena orang luar negeri berpikir dengan cara yang berbeda.
    Bukan karena mereka lebih pintar, tapi berpikir berbeda.

    Misal :
    “Berapa banyak mahasiswa/pelajar yg keluar ruang ujian dan bilang dengan bangga ‘padahal aku tadi malem ga belajar lho’?”
    “Berapa banyak mahasiswa yg sukanya nggosip ttg segala hal, n tongkrong sana_sini ga jelas, dan berharap ‘aku hanya membutuhkan chanel untuk kerja’?”
    “Berapa banyak mahasiswa yg kehilangan waktu hanya untuk menyesuaikan diri dengan teman dan birokrasi kampus?”

    Mahasiswa kita terlalu sibuk berjibaku dengan penyesuaian diri, alih-alih belajar mendalami bidang sendiri.

    Saat dosen saya menuliskan jalan rumus, saya tidur…
    Saya tidak perlu jalan rumus, saya perlu apa yg ada dibalik rumus itu…

  13. @14 Joe
    Ada sebuah quote bagus dari Derek Sivers :
    “I’m never have a job, I’m never have an insurance, I’m never have a home. Maybe… we are happier in never have.”

    Kita kadang selalu berpikir “We should have that.. to do this…”

    Mungkin ini terlalu filosofis, tapi dengan keterbatasan, kita jd lebih kreatif.

    Pertanyaan mudahnya “Adakah perusahaan yg berhasil tumbuh dan bertahan tanpa memiliki ruang training?”

  14. ijin copas kalimat
    “you determine your own destiny, not your boss or your company”
    like it…

  15. Human Capital planning untuk pilot memang cukup sulit di indonesia khususnya untuk kelas comercial flight yang dibutuhkan soft dan hard competency yang khusus. Saran Saya yah ditambah sekolah pilot di indonesia bekerjasama dengan sekolah2 pilot diluar negeri khususnya untuk commercial fligt.

Comments are closed.