3 Best Ways to Find Balance between Great Job and Happy Family

Isu keseimbangan antara dunia kerja dengan waktu untuk keluarga kini makin mencuat ditengah ritme kesibukan yang terus menderu. Sebagian lantaran beban pekerjaan yang terus bejibun, sebagian lain karena level kemacetan di jalanan yang kian ribet, maka seorang karyawan bisa menghabiskan waktu yang teramat panjang di luar rumah.

Berangkat jam 6 pagi dan pulang jam 6 petang atau jam 7 malam kini sudah menjadi ritual bagi banyak kaum pekerja.

Bagi mereka yang sudah berkeluarga dan punya anak, ritual itu mungkin menyisakan kenangan yang kelam : sang ayah makin jarang bercengkerama dengan anak-anaknya (kapan terakhir kali Anda memeluk hangat anak-anak Anda?) Sementara sang bunda, tiap pagi harus pamit ke kantor sambil diiringi tangisan dedek yang enggan melepaskan kepergiannya.

Bagi pasangan keluarga (terutama keluarga muda) yang baik sang suami dan istrinya bekerja di kantor, tantangan yang rumit memang suka muncul. Setiap Senin hingga Jumat, waktu mereka tersita habis untuk pekerjaan di kantor. Sementara perjalanan pergi-pulang bisa makan waktu berjam-jam. Tiba di rumah, tak ada lagi energi yang tersisa (lantaran energinya telah tersedot habis di kantor dan jalanan).

Ritual pulang dari kantor jadi seperti ini : leyeh-leyeh sebentar melepas penat, kemudian mandi, lalu makan malam, nonton TV sebentar, dan lalu tidur. Begitu terus setiap hari (heck, what a life !).

Akibatnya, waktu untuk anak-anak menjadi kian sempit. Kuantitas interaksi antar anggota keluarga menjadi kian terbatas. Kulitas hubungan antara orang tua dan anak juga makin redup. Kasih sayang dan perhatian intens dari ayah dan ibu menjadi kian berkurang (lantaran dua-duanya terus bekerja keras merengkuh karir di kantornya masing-masing).

Waktu perjumpaan bersama menjadi barang yang terlampau mewah. Perhatian yang melimpah menjadi kosa kata yang makin terasa asing.

Kehidupan keluarga yang agak kelabu semacam itu tentu harus segera disempurnakan. Berikut tiga pilihan tips mencari balance between work and family yang layak dicermati.

Opsi 1 : Mencari pekerjaan yang memberikan fleksibilitas waktu bekerja. Oke, oke, saya tahu opsi ini bukan pilihan yang mudah. Sebab opsi ini hanya bisa Anda raih jika Anda memilih bekerja sebagai freelance workers ataupun punya usaha sendiri. Namun tentu opsi ini juga bukan hal yang mustahil jika Anda sungguh-sungguh berikhtiar mendapatkannya.

Opsi yang pertama ini memang menawarkan kebebasan untuk menentukan waktu dan tempat kerja secara fleksibel (bahkan salah satu alasan terbesar mengapa orang mau menjalani usaha sendiri adalah karena fleksibilitas waktu bekerja ini).

Dengan opsi ini, maka ritual 8 to 5 (yang kadang membosankan itu) menjadi renik-renik peninggalan masa silam. Dan dengan itu, waktu Anda dengan anggota keluarga bisa menjadi lebih longgar dan berlimpah.

Opsi 2 : Jangan pernah menjadikan kerja lembur sebagai sebuah kebiasaan. Kini di banyak kantor, muncul sebuah anggapan yang aneh : bahwa bekerja lembur adalah pertanda pekerja keras. Bagi saya, kerja lembur itu bukan tanda pekerja keras. Kerja lembur adalah tanda buruknya time management. Juga tanda gagalnya melakukan workload analysis yang cerdas.

Bukan hanya itu. Kerja lembur hingga malam hari – yang terus berulang – membuat waktu kita untuk keluarga menjadi kian lenyap. Ketika kita pulang kantor, anak-anak mungkin sudah tertidur lelap.

Idealnya jam kerja kita di kantor itu dari jam 7 sd jam 4 sore. Jadi ketika pulang, kita tiba di rumah pas menjelang Maghrib. Lalu kita masih bisa makan malam bersama anak-anak.

Opsi 3 : pilihan menjadi “wanita karir” adalah sesuatu yang mestinya dihindari jauh-jauh. Bagi ibu-ibu dan mbak-mbak, sorry ya. Namun menurut saya, mengijinkan sang istri untuk bekerja di kantor dari pagi hingga petang atau malam, rasanya kok gimana gitu.

Menurut saya, pilihan yang rasional dan paling produktif untuk ibu-ibu keluarga muda adalah membangun usaha dari rumah (home-based mommy entrepreneur). Dengan itu, ibu-ibu ini tetap menjadi insan yang produktif (secara ekonomi), namun tetap memiliki waktu yang cukup memadai untuk buah hatinya.

Istri saya beruntung memiliki anugerah itu. Ia kini aktif menjalankan bisnis online yang terus maju dari rumah kami yanga asri. Ia kemudian menyewa rumah persis di depan rumah kami guna dijadikan warehouse merangkap outlet untuk barang-barang jualannya. Jadi ia hanya perlu melangkahkan kaki untuk mengelola usahanya.

Dengan itu semua, ia jadi punya waktu melimpah untuk dua anak kami yang keren dan tangguh, yakni si sulung Gugus Gemilang (masih sekolah 4 SD) dan adik Galang Nusantara (sekolah 2 SD).

Demikianlah, tiga opsi yang mungkin bisa dipertimbangkan untuk meraih balance between work and family. Silakan berikhtiar agar Anda semua bisa menemukan titik keseimbangan yang paling optimal.

Akhir kata, semoga kelak Anda semua bisa merajut keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Salam hangat dari saya dan keluarga untuk anak-anak Anda di rumah.

Photo credit by : Al Zanki @flickr.com

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

38 thoughts on “3 Best Ways to Find Balance between Great Job and Happy Family”

  1. “Statistik membuktikan bahwa orang² yang kehilangan kasih sayang dari ayahnya, akan tumbuh dengan kelainan perilaku, kecenderungan bunuh diri, dan menjadi kriminal yang kejam.

    Sekitar 70 % dari penghuni penjara dengan hukuman seumur hidup adalah orang² yang bertumbuh tanpa ayah.

    Para ayah….

    Anda dirindukan dan dibutuhkan oleh anak² Anda.

    Jangan habiskan seluruh energi dan pikiran di tempat kerja, sehingga waktu tiba di rumah para ayah hanya memberikan ”sisa-sisa” energi dan duduk menonton TV.

    Peluk anak² Anda, dengarkan cerita mereka, ajarkan kebenaran & moral.

    Dan Anda tidak akan menyesal……
    karena anak² Anda akan hidup sesuai jalan yang Anda ajarkan dan persiapkan.

    Ayah yang sukses bukanlah pria paling kaya atau paling tinggi jabatannya di perusahaan atau lembaga pemerintahan, tetapi seorang pria yang anak lakinya berkata:

    “Aku mau menjadi seperti ayahku nanti”
    atau anak perempuannya berkata:
    “Aku mau punya seorang suami yang seperti ayahku”

    Seorang ayah lebih berharga daripada 100 orang guru di sekolah.

    Salam,
    Wahyudi
    http://www.AvailableArticle.com

  2. kata pak mario teguh, daripada seorang istri kerja di kantor untuk gaji sejuta duajuta, mendingan dia jadi ibu rumah tangga yang menjadi penghebat suami nya agar berpenghasilan 4 milyar setahun….

  3. Saya sangat terkesan dengan istilah TIME MANAGEMENT pak, baik orang SUKSES maupun orang biasa saja, memiliki modal yang sama dari sisi WAKTU. Orang SUKSES bisa menetapkan arah tujuan hidupnya sekaligus mengalokasikan waktu untuk hal tersebut.

    pokoknya TIME MANAGEMENT penting…

  4. As usual, mas. Very inspiring! Jadi tambah semangat nih! Udah banyak memang yang mengajak hal ini. Mudah2an ke depan, bisa memutuskan dengan cepat.

  5. Sepasang keluarga yang berjihad. Suami yang berkonsep bekerja adalah ibadah dan istri yang ikhlas membesarkan anak-anak adalah jihad. Anak-anak merupakan titipan Ilahi. Semoga Allah selalu memberikan kita hidayah. Dan musuh yang nyata adalah Setan. Terimakasih Pak Yodh.

  6. Jdi inget bacaan kmarin.. terkadang aneh, diluar rumah seharian kta bisa jdi seorang yg ramah, care dgn konsumen, sabar dgn komplain, pemimpin yg melayani, mnginspiasi dan membimbing anak buah..

    tpi begitu sampai dirumah profesionalism itu hilang, gak ada wjah ramah pda anak2, menguap kesabaran/care kita.. kta sempatkan nonton tv dibanding menjalin hubungan dan kehangatan dgn anak.. pdhal waktu kita bersama anak2 minim tersandera tuntutan kerja ….

    Astagfirullah.. Mdah2an anak2 gak contoh ortunya..

    Mdah2an ktika kita renta dan tak berdaya menggerakan tubuh.. anak2 msih ingat utk menyisakan waktu, kegembiraan dan kehangatan utk sisa waktu kita

  7. Senangnya….,andai kami bisa mengikuti jejakmu pak Yod…(InsyaAllah sedang berproses ke arah sana).

    Oleh karena itu sy gak pernah mau kerja “LEMBUR” pak Yod, boleh dikatakan “ANTI LEMBUR”. 🙂

    dulu sebelum berkeluarga : boleh dikatakan kerja mencari uang buat memenuhi kebutuhan sendiri.

    setelah berkeluarga : Kerja mencari uang buat memenuhi kebutuhan anak, istri dan buat sendiri.

    sangat setuju dengan pendapat anda pak Yod…

    orang yang sering kerja lembur adalah adalah tanda buruknya time management. Juga tanda gagalnya melakukan workload analysis yang cerdas

    hari gini masih KERJA KERAS…

    mari kita rubah paradigma KERJA KERAS menjadi KERJA CERDAS !

    Live must be balance !

  8. Keseimbangan sempurna adalah antara waktu dan uang: dengan waktu kita bisa beribadah dengan lebih tenang, punya waktu yang berkualitas dengan keluarga, punya waktu untuk yang berkualitas untuk silaturahmi..

    Dengan Uang kita bisa bersedekah lebih banyak, bisa memberikan manfaat yang lebih buat orang-orang disekitar kita…

  9. semangat pagi rekan rekan……

    bang yod, boleh minta biografi bang yod ??

  10. Terimakasih bang Yod, sangat menyentuh hati begitu lihat fotonya dengan Keluarga, awal tahun 2012 ini kami baru memulainya. Semoga bisa mengikuti jejak bang yod dan sekeluarga. 🙂

  11. Rasulullah saw berpesan bahwa ada dosa yang tdk bisa diampuni dengan sholat dan puasa. Tapi diampuni dengan bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga.

    Jadi sebenarnya kerja dalam persfektif ini adalah sesuatu yang sangat mulia.

    Namun, tentu anak-anak dan keluarga juga punya hak untuk dipenuhi. terlebih memndidiknya dengan agama.

    Bila waktu sudah habis seharian di kantor, kapan lagi sempat melakukannya.

    So… setuju Pak Yod. Harus ada keseimbangan antara kerja dan keluarga.

  12. Ternyata waktu merupakan suatu nilai yang tidak bisa diganti dengan suatu apapun, hanya waktu bisa diisi dengan amal ibadah yang bermanfaat besar bagi diri, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

    Hanya orang cerdas pikiran bisa memanfaatkan waktu untuk menciptakan “Great Job and Happy Family”

    Salam keluarga saya buat keluarga Yodhia Antariksa dan pembaca setia “blog strategi + manajemen”

  13. 110% saya setuju dengan “reminder” dari Mas Yodhia. Kerja itu Ibadah, tapi jika “melupakan” keluarga jadinya tidak barokah 🙂

  14. Terima Kasih banyak atas tulisannya om Yod. bagi kami sebagai pasangan muda sangat mengena banget, semoga saja kami beruntung menjadi pasangan yang mendapatkan 3 opsi diatas ^_^

  15. Kira2 setaun yang lalu, saya selalu lembur di kantor dan waktu utk keluarga pun hanya punya waktu di hari minggu. Itu pun saya lakukan dengan kelelahan akibat senin – sabtu lembur terus.

    Saya sependapat dengan poin 2. Kita lembur karena keburukan sistem management dan lemahnya analisis terhadap kasus.

    Saat ini, di project yg baru, saya tidak mau pulang lebih dari jam 5. Walopun bos masih ada di mejanya. Saya pulang aja,… 🙂

  16. menyenthuh ms yodha, mengingat sy sperti yg ad di dalam tulisan ini 🙂 thanks tulisanya, smga sy dpt menyeimbangkan waktu diantara kerja dan keluarga.

  17. Setuju sekali Pa Yodhia… Jadi kepikiran and berupaya untuk merubah menjadi lebih baik, dan tertata agar ada keseimbangan nich… Tks Pa.. Sangat menginspirasi

  18. inspiring…

    saya setuju bang yodh…jauh di lubuk hati saya yang paling dalam..kami para wanita ingin mendidik anak kami sendiri…

    kami juga ingin menghebatkan ayah dari anak anak kami…Kami ingin jadi teladan bagi anak anak kami..

    thanks bang Yodh.

  19. Subhanalloh
    Kita akan menjadi keluarga yg sakinah mawadah warohmah, apabila mempunyai keseimbangan dalam kehidupan ini.

    Indonesia akan menjadi bangsa yang sejahtera dan makmur, itu semua dimulai dari keluarga kecil kita produktif..berakhlaq mulia..peduli sesama dan hangat…

    Semoga generasi saat ini dan yg akan datang akan menjadi generasi yang rahmatan lil alamin

  20. iya sampe klo ditanya teman anaknya dah besar, tingginya berapa kita ngga tahu tuh.. tahunya cm dah panjang aja krn lihatnya cm ditempat tidur..he3x

  21. Menurut saya, pilihan yang rasional dan paling produktif untuk ibu-ibu keluarga muda adalah membangun usaha dari rumah (home-based mommy entrepreneur).

    Dengan itu, ibu-ibu ini tetap menjadi insan yang produktif (secara ekonomi), namun tetap memiliki waktu yang cukup memadai untuk buah hatinya. ——–>

    sangat setuju dengan pernyataan ini… faktanya, perempuan yang bekerja dikantoran sangat banyak yang mendapat perlakuan yang justru sangat merendahkan martabat perempuan…

    Anak dan suami jauh lebih membutuhkan para istri untuk tetap dirumah atau bekerja berbasis rumah tangga…

    Berhasil atau gagalnya sebuah negara ditentukan oleh tangan2 para ibu dalam mendidik anak2nya…

  22. wah..saya terinspirasi sekali dengan tulisan mas yodhia, saya jadi sadar, bahwa hidup ini tidak melulu dihabiskan dengan mencari uang dan mengorbankan waktu bersama keluarga.

    Banyak contoh, seperti keluarga mas Yodhia ini , memiliki kemampuan secara ekonomi tapi tidak mengorbankan waktu yang berharga dan hanya sekali seumur hidup ini bersama keluarga.

  23. Mas Yodhia,

    Terima kasih untuk ide-ide bagusnya melalui tulisan anda yang realistis, mudah dicerna dan sesuai dengan kenyataan sehari-hari. Semoga anda selalu inspiratif dan terus berkarya. Kalau ada seminar atau event yang anda adakan saya ingin ikut….tks, salam -Lucky

Comments are closed.