3 Pelajaran Krusial dari Blunder Brand Ambassador

isyanaMinggu lalu terjadi sebuah insiden blunder brand ambassador yang layak dijadikan pelajaran dalam soal business communication management.

Alkisah ada sang brand ambassador yang justru terkesan menyarankan publik untuk TIDAK menggunakan produk yang ia iklankan.

Ajaib bukan? Anda dibayar untuk mempromosikan produk sebuah brand, lalu Anda justru komen enggan memakai produk tersebut. Perfect blunder.

Ada 3 pelajaran kunci tentang brand management di era digital yang layak kita ulik.

Kejadian blunder ini kebetulan menimpa online darling Tokopedia yang minggu lalu kebetulan juga kita bahas sepak terjangnya.

Sebelum mengulik kasus blundernya, ada data terbaru yang cukup mencengangkan : dalam tiga bulan sejak Januari – Maret 2016 ini, Tokopedia sudah habiskan anggaran ikan sebesar Rp 147 miliar – sebuah angka yang masif.

Anggaran iklan itu terbilang sangat tinggi apalagi jika mengingat pemasukan Tokopedia dalam 3 bulan mungkin hanya sekitar Rp 30 milyar. Dana iklan segede gaban itu tentu dibiayai dengan duit investor.

Anggaran iklan Rp 147 milyar hanya dalam 3 bulan, adalah demi sebuah growth fenomenal yang diangankan Tokopedia.

Pahitnya, ditengah anggaran iklan yang masif itu, muncul blunder dari Brand Ambassadornya yang bernama Isyana, sosok penyanyi muda yang lagi naik daun (ilustrasi gambarnya ada di bagian awal artikel ini).

Isyana inilah yang suka muncul dengan kalimat magis : Sudah cek Tokopedia Belum?

Sialnya, Isyana sendiri mungkin ndak pernah cek Tokopedia.

Lho kok begitu? Dalam salah satu berita, ia komen yang kurang lebih kira-kira isinya seperti ini :

Dirinya mengaku ndak pernah belanja online, sebab takut ketipu. Belanja online menurut Isyana sering mengecewakan. Produk yang dipajang suka berbeda dengan aslinya. Ia bilang ndak tertarik untuk belanja online.

Tokopedia layak terpukul. Anggaran iklan masif sebesar 147 milyar bisa tercemar, karena Brand Ambassadornya memberikan komen yang justru sangat kontra produktif dengan upaya untuk mendorong publik makin gemar belanja online dan cek Tokopedia.

Ada 3 pelajaran tentang brand communication management yang layak kita telisik disini.

Brand Lesson # 1 : Brand Ambassador Guidelines.

Blunder Isyana mungkin terjadi karena brand/produsen (dalam hal ini Tokopedia) kurang memberikan guidelines yang jelas dan kontinyu terhadap brand ambassadornya.

Harusnya, pengelola brand memberikan panduan detil tentang bagaimana ambassadornya harus berperilaku dan berkomentar, agar semua selaras dengan brand image yang mau dikembangkan.

Isyana sendiri mungkin lupa dan khilaf. Ia mungkin ndak sadar bahwa dirinya masih dikontrak Tokopedia untuk menjadi brand ambassadornya. Isyana harusnya lebih berhati-hati dalam berkomentar – apalagi jika menyangkut brand yang diiklankannya.

Blunder Isyana terjadi karena kegagalan komunikasi yang produktif antara pihak Tokopedia dan Isyana. Sebuah blunder yang serasa menjadi noda hitam ditengah iklan masif seharga Rp 147 milyar dari Tokopedia.

Brand Lesson # 2 : The Synergy of Brand Personality

Dalam ilmu tentang brand management tertulis, pemilihan brand ambassador mesti melihat “keselarasan kepribadian” : personality sang figur setidaknya cocok dengan image yang mau dibangun oleh sebuah brand.

Dalam hal ini, kisah brand ambassador Nike mungkin memberikan contoh yang nyaris sempurna.

Proses kerjasama Nike dengan Michael Jordan (basket) dan CR7 (bola) akan selalu dikenang sebagai kisah brand ambassador paling legendaris sepanjang sejarah.

Dua kisah itu mendulang sukses yang amat masif bagi penjualan Nike karena personality dan prestasi dua legenda itu sama persis dengan image yang mau dibangun brand Nike : tangguh, penampilan keren, dan skills hebat.

Dalam kasus lokal, pemakaian Agnes Monica (saat masih jaya) sebagai brand ambasador Honda Vario mungkin juga kompatibel dan sukses : Agnes mencitrakan sebagai image yang lincah, fun, dan punya kualitas cetar membahana.

Seperti Vario kepunyaan Anda – asal cicilannya sudah lunas yak.

Belajar dari kasus Isyana ini, mungkin Tokopedia bisa kembali memakai Chelsea Islan (brand ambassador Toped yang dulu). Chelsea lebih keren daripada Isyana dan rasanya lebih kompatibel dengan image Tokopedia.

Atau kalau mau lebih dahsyat, bisa memakai Dian Sastro yang kebetulan sekarang kembali menjulang karena sukses AADC2 (film ini sudah ditonton 3,2 juta orang. Saya minggu lalu juga nonton, dan sekarang jadi baper dengan mbak Dian. Uhuk 🙂 ).

Namun memang honor Dian Sastro untuk kontrak sebagai brand ambassador selama satu tahun full, sudah sekitar 2 – 3 milyar. Mahal tapi Tokopedia kan punya anggaran iklan hingga 147 milyar.

Keren banget kalau lihat mbak Dian Sastro bilang : sudah cek Tokopedia belum?

Brand Lesson # 3 : Brand Communication in Social Media Era.

Sebenarnya berita Isyana ini mulanya dimuat sebuah koran yang tidak begitu terkenal, dan juga beritanya hanya kecil di pojok. Nyaris tidak orang yang peduli.

Berita kecil itu mendadak menjadi gempar hanya gara-gara seseorang mengupload ke akun Twitternya. Seketika berita itu menjadi viral, dan lalu semua orang di seluruh Nusantara mengetahuinya.

Itulah efek kekuatan social media. Dalam era socmed ini, setiap orang, setiap individu memang punya kekuatan yang mengejutkan dan bisa berdampak signifikan bagi reputasi sebuah brand.

Social Media Effect yang amat powerful membuat para pengelola brand harus lebih hati-hati dan responsif. Hati-hati dalam membuat statement dan tindakan. Sebab salah sedikit, brand Anda bisa langsung dihajar dalam arena social media. Brand reputation damage akan terjadi.

Pengelola brand juga harus responsif – cepat dalam merespon suara-suara di social media, terutama ketika terjadi krisis. Team social media dari berbagai brands harus lebih gesit dan cekatan dalam mengelola komunikasi dengan para pelanggannya.

DEMIKIANLAH, tiga lessons yang layak kita kenang dari kasus blunder brand ambassador ini.

Brand ambassador guideline yang bagus + brand personality yang kompatibel + brand social media team yang solid.

Itulah 3 elemen kunci untuk menghasilkan brand communication yang cetar membahana.

Sebab pada akhirnya, brand legendaris dan cetar membahana yang akan membuat bisnis bisa terus mengibarkan bendera kemenangannya.

36 thoughts on “3 Pelajaran Krusial dari Blunder Brand Ambassador”

  1. bener2 rame di medsos..

    sisi positif bagi isyana, menurut penelitian, publik/market Tanah air itu doyan heboh atau reaktif diawal tapi cepat pula melupakan.

    Klo nasib lg baik, Isyana bs mengikuti jejak Zaskia Gotik, yg apes dibuli Netizen gara2 gak apal Pancasila kini Justru jadi Brand Ambassador Pancasila.

    Padahl, selain Zaskia, dluar sana ada banyak banget Penduduk Indonesia yang belum tentu hafal bahkan ngerti Pancasila.

    Kasus Zaskia sdkit menginspirasi publik tanah air utk gogling atau menyempatkan diri melihat lambang Negara tercinta.

    Kedua, Kasus Setya Novanto sang Ketua DPR jg dibuli akibat kasus PapaMintaSaham, tapi apa pasal?

    karuan Karir nya amblas mblas malah bersinar menjadi Ketua Umum Golkar. Soal kasusnya? Publik langsung lupa karena ketindih banyak berita lain yang lebih heboh dan hot.

    Booming tragedi Isyana mngkin sedikit pula ikut mendongkrak lagi popularitas ToPed dan Oppo.

    Brand yg digawangi Isyana, org yg tadinya lbh suka FJB, jd penasaran buka ToPed, yg tadinya g tau Oppo makanan apa jadi penasaran jg.

    Dinamika era Digital, Secepat Badai..

    -Yakena.com | Kumpulan Info Bitcoin, Bisnis dan Motivasi

    1. Seperti layaknya artis yang terjerumus narkoba ketika selesai dari masa rehabilitasi narkoba atau dari jeruji penjara, keluar langsung main sinetron, film, dan iklan…

      Hebat betul produser, production house, agensi, dll mengangkat publik figur yang reputasinya sudah hancur menjadi orang yang karirnya kembali cemerlang.

      Bagaikan mimpi disebuah sinetron dan FTV..

  2. Brand ambassador seharusnya adalah seseorang memang mencintai produk yang dipromosikannya.

    Brand ambassador yang baik mestinya adalah brand evangelist.

    Dulu kebangkitan Harley Davidson juga karena mereka punya pasukan evangelist yang sangat loyal pada produknya.

    Mereka dengan sukarela mempromosikan produk HD sehingga bisa mendunia dan tidak terlalu lekat lagi dengan citra berandalan.

    Mas Jordan dan mas Ronaldo itu kan pengguna setia produknya.

    Bahkan sampai dibuatkan sepatu khusus yang ukurannya pas persis dengan karakter kakinya, nggak seperti kita yang ukurannya dibuat standar 40, 41, 43. Padahal ukuran jempol antar kita kan beda-beda ya.

    Udah susah-susah dibuatkan khusus, kalau nggak dipakai juga, bisa digampar mas Ronaldo itu.

    Jadi kalau belum menjadi evangelist, orang-orang yang disebut brand ambassador itu hanyalah sekedar endorser, alias bintang iklan, yang belum tentu memakai produknya.

    Seperti bintang-bintang cantik yang mengiklankan sabun batangan seharga 5 ribuan.

    Barangkali mbak Isyana dikontrak sebagai bintang iklan, bukan sebagai brand endorser…. Atau barangkali Isyana lupa baca kontrak harus jadi ambassador…. Barangkali…

    Eh, kok ngeblog lagi di lapak orang. Maaf ya Pak Yodhia…

  3. Pengelolaan brand melalui iklan pada kasus diatas (mungkin) tidak digarap dengan serius.

    Dengan anggaran 147 milyar harusnya bisa dikelola komprehensif.

    Bintang iklannya bukan hanya dikontrak pada saat shooting, tapi dikontrak menjadi bagian manajemen, dilibatkan dalam pertemuan, dll.

    Dengan demikian akan tercipta engagement dari bintang iklannya, yang kesehariannya akan mencerminkan keunggulan produk itu.

  4. Bener juga kata mas Yodhia..
    Rasanya lebih adem jika mba Dian jadi Brand Ambassador toped. Mungkin kira2 iklannya begini :
    “Rangga, kamu jahat.. kok belom cek tokopedia juga?” 😀

    Sementara mba isyana yang kelihatan linglung dan ga tau kewajiban dan tanggungjawab moral sebagai brand ambassador toped justru bisa jadi brand ambassador aqua..

    Setelah salah komen itu, pasang muka polos, trus bilang #adaaqua?
    Hehehe

    https://www.rumahsyariahberkah.com

  5. Tulisan yg menarik.

    Setiap karyawan adalah brand ambassador dari produk perusahaannya, jadi tahu betul gmana sih produk perusahaannya, plus dan minusnya.

    Makanya beberapa bank mewajibkan pegawainya menggunakan produk SMS banking, internet banking dan mendata dg rinci berapa produk holding ratio karyawannya.

    Malu juga kan jika ada nasabah nanya gmana caranya Beli Pulsa pake SMS banking, sang karyawan gak tahu, karna juga gak pernah pake.

    1. Makanya setiap security di bank juga tidak hanya menjaga keamanan tapi juga memberi pelayanan ketika nasabah masuk dan keluar dari bank

  6. waduh itu blunder yang sangat pahit. mengingat angka 147 M yang digelontorkan memang sangat besar. Bisa bikin situs keren tuh.

    Ini pelajaran bagi pemilihan brand ambasador. mereka harus cerdas. entah apa ini disengaja atau tidak semoga bisa diselesaikan dengan bijaksana.

    makasih mas atas sheringnya.

  7. Buset dah…147 M itu sangat besar. bisa enggak ada artinya dengan kometar seperti itu. Semoga tokopedia baik-baik saja. heheheh

  8. Popularitas toped bisa menjulang karena blunder ini. Hanya saja, content “anti online” isyana, apakah menjadi kontra produktif? Menarik untuk diikuti..

  9. Mungkin saya nangkepnya tim Toped terburu2 dan tidak ingin hilang momen saat isyana lg naik daun.. Karena klo telat bisa di sambet yg lain, ntar bayaran jg makin mahal klo udh ngetop bgt 🙂

  10. Dari pihak Tokopedia-nya mungkin juga kurang peduli terhadap knowledge-nya, ‘sing penting selebriti terkenal’ .

    Kedua, yang di ajak kerja sama ( selebritinya ) juga kurang peduli atau cuek karena merasa sudah terkenal dan yang butuh bukan dia namun pihak lain.

    Gak apa-apalah kan investor Tokopedia uangnya gak berseri 🙂 segitu mah kecil bagi dia.

  11. Ya, kalo orang nerima pekerjaan yang didasarkan pada uang semata tanpa memahami dan mengerti apa yang dikerjakan ya begitu…. Entah deh nanti nasibnya Isyana bakal diganti atau nggak..

  12. Kuliah Senin yang menarik dan bagus Mas Yodhia… Saya tunggu brand ambassador terbaru dari Toped dan Oppo..

  13. Kalau begitu ganti saja brand ambassadornya. Buat apa brand ambassador kalau cuma merusak brand persepsi yang ingin dibangun. Mending Cari yang lebih kompatibel dan sesuai. Misalnya toped bisa cari orang yang sukses mencuat dari dunia online. Siapa kek.. Bukan hanya karena populer, tapi dia sendiri nggak ngerti sama brand yang ia usung.

    Karena menurut saya, brand ambassador bukan hanya bertugas mempromosikan. Tapi memberikan alasan ekstra buat konsumen untuk memilih si brand tersebut. Dorongan itu bisa karena keterkaitan dan ke-masuk-akal-an antara brand dengan ambassadornya.

    Menurut saya Chelsea Island dan Dian Sastro juga gak ada kaitannya dengan brand toped. Meskipun sebenarnya kita seneng juga lihat wanita-wanita cantik ini, tapi kan cuma sekedar seneng karena cantik, tapi tidak memberikan dorongan ekstra untuk memilih brand itu.

    Kalau nike sama Ronaldo dan Jordan memang sempurna banget contohnya. Populer dan ada keterkaitannya.

    Terima kasih ulasannya Pak Yodh…

  14. ouch….

    kasian toped, Isyana keterlaluan…

    tapi….. salah toped juga sih, apaaaa coba… kenapa harus Isyana….. mending Pevita, atau itu… mba Dian…. haha…

    Menurut saya, ini kelalaian dari divisi marketing toped, gak memperhatikan hal-hal detail yang justru sangat krusial.

  15. salah sendiri cuma memanfaatkan artis yg lg ngetrend (naik daun kelapa).

    ga mikirin kompatibel apa enggak. saya pun kalo ngasih review sebuah produk/jasa hrs benar-benar tau (pernah memakainya).

    kalo cuma angan-angan, liat komentar2 orang lain, yg cuma katanya.. katanya.. sama aja bohongin diri sendiri.

  16. Bisa jadi ini adalah strategi yang bebasis kontroversi. Untuk meningkatkan popularitas, walau elektabilitanya turun.

  17. Eh tp walau demikian, td msh liat iklannya toped-nya Isyana di bioskop sblm pilem mulai deh huehehe, yg lempar2 piring ngelawan penjahat itu 😀

Comments are closed.