Anggaran Gaji PNS Indonesia Habiskan Rp 495 Triliun/Tahun. Wow.

Benar, tahun 2017 lalu total anggaran yang habis buat gaji dan tunjangan PNS seluruh Indonesia adalah Rp 495 triliun per tahun. Hanya dalam 1 tahun. Sebuah jumlah yang amat masif.

Dengan anggaran yang segeda gaban itu, amat layak untuk ditagih produktivitas dan hasil kerja yang cetar membahana.

Sayangnya, yang malah acap terjadi adalah kinerja yang jauh dibawah harapan dan tak menghasilkan something remarkable. Sebagian dari anggaran yang masif itu lalu bisa menghilang tanpa jejak yang bermakna.

Rincian anggaran gaji PNS adalah habis untuk gaji pegawai (sekarang sebutannya ASN atau Aparatur Sipil Negara) tingkat pusat sebesar Rp 210 triliun. Dan habis untuk gaji PNS di provinsi, kota dan kabupaten sebesar Rp 285 triliun. Atau total Rp 495 triliun.

Sekedar sebagai perbandingan, anggaran Rp 495 triliun itu bisa digunakan untuk membangun salah satu pilihan berikut :

– Membangun jalan raya sepanjang 247.000 KM (atau bolak balik Sabang Merauke 49 kali!!)
– Membangun 500 pelabuhan laut kelas internasional
– Membangun jalur kereta api cepat di semua provinsi di Indonesia
– Membangun 495 bendungan raksasa

Bayangkan betapa masif impaknya jika saja alokasi anggaran itu digunakan untuk membangun sejumlah infrastruktur kunci yang bersifat vital bagi kemajuan ekonomi bangsa.

Dalam ilmu ekonomi ada yang disebut multiplier effect. Berapa anggaran yang dibelanjakan bisa berdampak secara signifikan buat kemajuan bangsa.

Multiplier effect gaji PNS dianggap memberikan dampak bagi konsumsi domestik bangsa. Dan memang sejauh ini, gaji para PNS inilah yang ikut menggerakkan sebagian besar ekonomi lokal, sebab gaji ini akan digunakan untuk konsumsi bulanan mereka.

Namun kalau diukur secara cermat, multiplier anggaran yang digunakan untuk membangun beragam fasilitas publik dampaknya akan jauh lebih signifikan bagi kemajuan ekonomi bangsa.

Tentu saja anggaran Rp 495 triliun PER TAHUN itu tidak seluruhnya mubazir.

Namun kalau melihat hasil kinerja yang dihasilkan PNS kita di seluruh tanah air rasanya masih agak jauh dibawah harapan.

Sejumlah kementerian dan dinas terlalu banyak menghabiskan waktu untuk rapat (di luar kota lagi rapatnya), dan acap hanya menghasilkan laporan yang tidak berdampak nyata bagi kemajuan ekonomi negara. Atau malah justru keluarkan aneka peraturan yang bikin proses menjadi makin lama dan ruwet.

Kapasitas birokrasi nasional sejatinya adalah salah satu tantangan paling krusial republik ini. Banyak target ekonomi gagal dicapai karena memang kecakapan birokrat kita agak mengecewakan.

Pada sisi lain, ada โ€œkultur birokrasiโ€ yang kuat dan juga acap mengambat kinerja.

Kultur birokrasi adalah invisible hand yang entah kenapa selalu bikin masalah sederhana menjadi rumit (kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah). Kreativitas dan langkah terobosan yang radikal jarang muncul dari kultur birokrasi yang lamban.

Selain itu juga ada aspek kelebihan jumlah PNS karena banyak fungsi atau unit yang sebenarnya tidak perlu dimunculkan, atau tumpang tindih dengan bagian lain.

Struktur organisasi menjadi gemuk dan tidak efisien. Sejumlah bagian sibuk hanya urus administrasi organisasinya yang makin gemuk; dan bukan fokus pada hasil kinerja cemerlang yang diharapkan publik.

Ada dua solusi untuk mengantisipasi tren pemborosan anggaran gaji senilai Rp 495 triliun yang amat masif ini.

Solusi 1 : Efisiensi dan Rasionalisasi.
Efisiensi intinya adalah perampingan postur organisasi. Ada banyak fungsi dalam instansi pemerintahan, yang kadang tumpang tindih, dan acap tidak perlu ada karena hanya sibuk urus aspek adminitrasi belaka.

Jumlah SDM di sejumlah fungsi juga kadang mengalami pemborosan, sehingga tak jarang pegawainya bingung mau kerja apa lagi. Akhirnya cuma duduk-duduk saja deh, makan gaji buta.

Kajian Kemenpan sendiri pernah menyebut bahwa kebutuhan jumlah PNS di Indonesianya idealnya hanya 3.5 juta (atau bisa dikurangi dari posisi 4.5 juta saat ini).

Rasionalisasi 1 juta dilakukan melalui pensiun alami sebanyak 500.000 dan kemudian separonya lagi bisa dilakukan melalui program pensiun dini. Plus pengehentian proses rekrutmen PNS untuk beberapa tahun ke depan (moratorium istilahnya).

Efisiensi dan rasionalisasi adalah langkah yang cukup krusial untuk menurunkan beban anggaran gaji yang sekali lagi, amat masif jumlahnya. Yakni Rp 495 triliun per tahun, dan akan makin terus naik sejalan permintaan kenaikan gaji dan tunjangan PNS.

Solusi 2 : Lipatgandakan Hasil Kinerja
Dalam ilmu manajemen SDM, ada disebut productivity level. Oke, Anda menghabiskan anggaran Rp 495 triliun per tahun, namun berikan kami outcome yang juga memadai dan juga cetar membahana dampaknya.

Outcome atau target kinerja yang diharapkan ini sebenarnya bisa dibikin simpel namun powerful.

Contoh sederhana saja. Target kinerja semua kementerian bidang ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri harusnya adalah : bisa meraih surplus neraca perdagangan (ini KPI kunci untuk mengukur ekonomi bangsa).

Misal kita tagih ke semua menteri dan birokratnya agar surplus neraca perdagangan bisa tembus USD 50 milyar tahun ini. Faktanya dalam 6 bulan 2018, kita malah defisit neraca perdagangan USD 7 milyar (ini yang bikin rupiah anjlok ke Rp 14.500).

Contoh lain. Kita minta ekspor produk perikanan naik 50%. Ekspor produk pertanian naik 50%. Ekspor non migas naik 50%. Semua target ini tak ada yang bisa diraih oleh para birokrat lamban di semua kementerian perikanan, pertanian, perindustrian dan perdagangan.

Atau kita harap pertumbuhan ekonomi naik 7% (saat ini hanya naik 5%). Atau rasio penerimaan pajak adalah 16% dari PDB (saat ini hanya 11%). Sayangnya, para birokrat PNS di kementerian keuangan dan kemenko ekuin tak ada yang bisa raih target kinerja ini.

Target kinerja yang powerful dan ambisius sudah selayaknya dibebankan kepada semua aparat PNS di negeri ini. Sebab sekali lagi, mereka sudah menghabiskan Rp 495 triliun TIAP TAHUN.

Kita tidak ingin sebagian anggaran itu menguap bagaikan fatamorgana, tanpa meninggalkan jejak yang bermakna.

22 thoughts on “Anggaran Gaji PNS Indonesia Habiskan Rp 495 Triliun/Tahun. Wow.”

  1. Sebuah angka yang sangat menggiurkan.
    makanya semakin hari, persaingan untuk jadi PNS semakin menarik, dan tak ada matinye ๐Ÿ™‚

    Teknologi semakin berkembang pesar, namun pola pikir untuk bekerja menjadi PNS tak ada matinya.

    Bagaimana pun juga, diakui atau tidak, bekerja sebagai PNS, kerja relatif nyaman, tidak ada PHK (kalaupun ada, itu yang tingkat pelanggarannya sudah ‘TERLALU’), ada pensiun.

    Apalagi di tahun-tahun politik, mereka dimanjakan dengan berbagai fasilitas menarik.

    Bandingkan dengan bekerja sebagai pegawai swasta, target tinggi, sulit untuk bisa nyante “di jam kerja ngopi dan ngobrol di warung sebelah”, bayang-bayang PHK selalu menghantui, tekanan tinggi….
    pernah ditulis di sini juga kalau tidak, tingkat stres pekerja di atas 80%.

    wis pokoke’ PNS emang menjanjikan ๐Ÿ™‚

    Maturnuwun pencerahanya Kang.
    Selalu memberi semangat di awal pekan!

    https://manajemenkeuangan.net/ | Accounting Tools & SOP |

  2. Imbasnya perekrutan PNS kini lebih selektif dan dibatasi..

    PNS pusat dan daerah ketimpangan gaji nya jg terlalu lebar. Efisiensi sebenarnya sudah dr dulu dilakukan seperti menciptakan sistem birokrasi eOffice. Sayang kultur dan SDM belum siap atau males..

    PNS adalah zona nyaman. Ada target tp dibikin santai. Ad pemecatan tp panjang, dan yg idamkan SK nya laku buat modal usaha..

    Last, semoga kedepannya PNS dan pekerja honorer yg lebih capek mendapatkan perbaikan dan evaluasi agar menghasilkan kinerja yg diharapkan..

  3. Belum lagi Pemerintah yang buat lembaga2 yang tupoksinya tidak begitu diperukan. Makin banyak aja itu pejabat negara. BUMN yang kerjanya nyari duit buat ngegaji pns dan pejabat2 itu malah dijadikan sapi perah untuk kepentingan politik.Mana revolusi mentalnya ya?

  4. Terima Kasih Mas Yodhia pencerahannya

    Sebagai ASN di daerah saya sepakat dengan solusi yang ditawarkan

    Apalagi dengan merit system remunerasi yang rencananya bakal diterapkan mulai 2019 semoga take home pay yang diterima sebanding dengan kinerja dan pelayanan yang diterima masyarakat

  5. “masih agak jauh dibawah harapan”
    frasa yang aneh…
    saking hati-hatinya menulis ttg pns…hahaha

    495 triliun dan tidak ada multiplier effect yang signifikan …sungguh kenyataan yang kelam..

    semoga rasionalisasi asn menjadi 3,5 juta dan peningkatan kualitas segera terlaksana…

  6. Ga juga sia2, saya yakin 496triliun itu tdk berputar di pns doang.. pasti ikut menggerakkan roda perekonomian yang lain.. PNS gajian-belanja di pasar tradisional kan pedagang2 ikut senang.m ??

  7. Saya setuju semua dgn apa yg dibahas. Rasionalisasi dan ketatkan PNS baru.

    500 triliun setahun saya tidak mendapatkan servis yymg baik dri aparat negara.

  8. Hmmmmmm.. mudah2an negara ini makin maju dengan uang belanja untuk pegawai negerinya yang fantastis. Menurut saya kultur di lingkungan yang sangat mempengaruhi kinerja pns kita. dan satu lagi mengenai birokrasi yang berbelit termasuk yg bekerja keras belum tentu yg dapat reward. Jadi pegawai makin tidak bergairah untuk berkreasi.

    Download gratis !!! 7 contoh Gambar Kerja, 3D dan RAB rumah di https://www.desaingriya.com

  9. Menurut opini saya, anggaran pns yang di bagian working level ndak akan sebesar itu. Bisa dicek apakah anggaran 495 T itu termasuk biaya gaji anggota dpr, staff ahli2 nya, biaya acara rapat, kunjungan, dll?

    Opini saya justru itu yg mahal dan value nya sdkt drpd the real working level di bawah ๐Ÿ™‚

    Kalau yg di level bawah lebih perlu perbaikan sistem kerja. Dan perbaikan itu ndak harus mahal

    https://umrahjogja.com

  10. Tak hanya gajinya, pensiunannya pun harus ditanggung negara sampai dengan anaknya dewasa… ๐Ÿ™‚

    Semoga semakin banyak PNS yang produktif bukan sekadar produk administratif

  11. Ada beberapa Kementerian yang selalu fokus pada kinerja organisasi sehingga terlihat dari output beberapa capaian kinerja yang terukur sesuai target pada bidang masing-masing. Sehingga ada baiknya hal tersebut perlu dipaparkan agar pembahasan menjadi menjadi berimbang dan tidak bertendensi negatif.

    Mungkin juga perlu dicantumkan sumber yang relevan pada setiap data yang dimuat, selain menambah pengetahuan juga agar setiap penulisan memiliki dasar rujukan yang jelas, akurat, dan tidak terkesan argumentasi yang subyektif. Hal ini karena data yang diambil dan dipublikasikan berpotensi menimbulkan citra yang kurang baik bagi sebuah objek jika data tersebut salah dan/atau kurang bijak dalam mengolahnya.

    Jika tujuannya untuk kebaikan bersama, ada baik pembahasan PNS yang menjadi tulang punggung roda pemerintahan ini dapat dikemas secara baik, positif, dan konstruktif dengan menampilkan gagasan ide bagaimana mengatasi hal yang telah menjadi kelemahan saat ini daripada hanya memaparkan kekurangannya semata dan terkesan (maaf) mencari sensasi.

    Apalagi sekarang mendekati tahun politik, lebih baik kita menahan diri dan lebih ber-mindset membangun kritik serta penyampaian aspirasi publik yang positif dan konstruktif.

  12. target kinerja sebenarnya sudah ada di RPJMN, tapi sistemnya belum powerfull… belum ada reward and punishment…

  13. Gan, sayal lihat di pos agan yang lainnya ada jual data base supplier ya gan
    bagaimana cara mendapatkannya gan?
    caranya tolong di konfirmasi ke email saya ya gan
    Terimakasih

  14. Bang yodh jangan PNS mulu yg dibahas, konteks PNS itu luas banget, tiap2 kementerian/lembaga beda2 semua.

    Bahas yg spesifik aja dan konkret, seperti kemarin garuda, telkomsel, kalo perlu kepolisian itu dibahas yg detail karena jauh lebih parah kinerjanya ketimbang PNS.

    Saya rasa memang sedikit tendensius ya artikel tentang PNS kali ini bang, btw memang sekali lagi PNS tetap menjadi primadona yg aman nyaman terjamin, setidaknya selalu berhasil disaat melamar anak orang dan pinjaman perbankan..hehe

    Salam dahsyat !

Comments are closed.