Kenapa Berita di Media Justru Bisa Menghancurkan Level Optimisme Anda?

Ada sebuah hasil studi yang menarik dan layak dikenang : ternyata terlalu banyak membaca, memirsa atau menyimak berita (baik melalui media online atau televisi) justru akan membikin kita makin PESIMIS menatap masa depan.

Studi itu diulas dalam sebuah buku yang berjudul Learned Optimism : How to Change Your Mind and Your Life. Dalam buku ini juga disebut, terlalu banyak mengkonsumsi berita acap justru akan membuat kita tidak bisa lagi obyektif melihat masa depan.

Kenapa begitu? Dan apa yang harus dilakukan sebagai solusinya?

Sajian kali ini merupakan salah satu intisari yang tercantum dalam buku berjudul Learned Optimism : How to Change Your Mind and Your Life. Buku ini ditulis oleh Profesor Martin Seligman – salah satu pakar terkemuka dalam bidang ilmu Positive Psychology dari University of Pennsylvania.

Kembali ke pertanyaan tadi : Kenapa membaca terlalu banyak berita justru akan membuat kita makin pesimis?

Jawabannya seperti yang diungkap Prof Seligman : sebab ternyata mayoritas isi berita (baik berita TV dan media-media online) berisikan informasi negatif.

Survei empirik yang pernah dilakukan menemukan fakta lebih dari 75% berita di media cenderung memuat elemen negatif (yang condong menurunkan level optimisme seseorang).

Berita-berita negatif seperti korupsi, konflik sosial, tawuran, pembunuhan, perang, pemerkosaan, kemiskinan, pengangguran, situasi kesulitan ekonomi, hingga permusuhan sosial politik cenderung mendominasi isi headline berita.

Kenapa berita dengan aura negatif selalu yang menjadi headline?

Sebab ada pepatah dalam bisnis media : bad news is good news.

Berita yang negatif dan penuh kemalangan itu ternyata memang relatif lebih menjual dibanding isi berita yang baik-baik saja.

Berita tentang konflik sosial politik, bom bunuh diri, drama pemerkosaan, kecelakaan pesawat terbang, hingga peristiwa operasi tangkap tangan (semua adalah negative news, bukan kabar baik) selalu menjadi headline, dan kemudian dibumbui dengan sensasi yang makin heboh.

Berita semacam itu yang kemudian terus mendominasi jagat informasi yang kita konsumsi. Dan berita semacam ini pula yang lebih laris di pasaran. Bad news memang cenderung lebih menarik atensi para konsumen berita.

Kenapa berita buruk lebih menarik atensi pemirsa?

Untuk menemukan jawabannya kita bisa menengok sebuah hasil studi dalam dalam ilmu neurologi (ilmu tentang otak manusia).

Dalam studi ini terungkap sekeping fakta yang rada kelam dan bisa disarikan dengan kalimat seperti ini : bad is stronger than good.

Jadi otak manusia itu memang lebih peka dan sensitif dengan sesuatu yang buruk (bad) dibanding yang good (baik).

Fakta yang buruk dan negatif akan lebih lama membekas dan menempel dalam sel otak manusia, dibanding fakta yang baik-baik saja.

Fakta negatif memang cenderung lebih cepat mengundang perhatian otak manusia, dibanding fakta positif.

Sekali lagi : bad is stronger than good. Bad things lebih kuat menancap dalam pikiran manusia dibanding good things.

Itulah kenapa berita-berita negatif cenderung lebih menarik atensi para pemirsanya.

Fenomena yang rada kelam ini lalu dimanfaatkan oleh para produsen media demi profit mereka. Caranya adalah dengan terus meracik bad news yang mengandung aura negatif.

Apa akibat semuanya dalam jangka panjang?

Akibatnya muram : jika kita terlalu sering melihat aneka berita yang didominasi konten negatif, lalu ditambah dengan kecenderungan sel otak kita yang terlalu peka dengan bad things, maka persepsi kita pelan-pelan akan menjadi makin pesimis.

Karena terlalu sering terekspose denga konten berita yang negatif, maka pelan-pelan kita menjadi berpikir : jangan-jangan masa depan kita akan terus kelam seperti ini. Persepsi kita menjadi makin pesimis juga.

Faktanya tidak demikian, kata Profesor Martin Seligman dalam buku Learned Optimism ini.

Faktanya, ada begitu banyak positive and good information yang ada di dunia ini. Namun karena jarang diberitakan oleh media mainstream, maka good news itu jadi tenggelam.

Media-media arus utama lebih suka menjual berita negatif, dan jarang menyajikan berita yang mengabarkan optimisme dan masa depan yang lebih baik. Akibatnya persepsi pemirsanya juga menjadi tidak lagi obyektif.

Profesor Martin Seligman menulis : karena terlalu terekspose dengan bad news, maka pikiran orang itu menjadi tidak lagi obyektif. Mereka cenderung akan lebih pesimis menatap masa depan karena terlalu sering disuguhi berita-berita dengan aura negatif.

Padahal dalam buku ini juga disebutkan sebuah temuan menarik lainnya : orang dengan mentalitas optimis akan cenderung jauh lebih sukses dibanding orang dengan pikiran pesimis.

Studi dalam buku itu menunjukkan, saat dilacak kehidupannya puluhan tahun kemudian, responden yang memiliki pola pikir optimis akan lebih sukses kehidupannya dibanding mereka yang pesimis – baik dalam kehidupan karir, finansial dan sosial.

Orang-orang optimis fokus pada apa yang sudah baik dalam dirinya, dan berpikir tentang peluang serta solusi. Orang pesimis fokus pada kesulitan dan problem.

Karena terlalu fokus pada pikiran yang pesimis, seseorang akhirnya tak lagi punya keyakinan dan harapan akan masa depan yang lebih baik.

Dan kita tahu : tanpa keyakinan dan harapan positif, maka hidup Anda bisa menjadi makin nestapa.

Hidup Anda bisa tenggelam dalam masa depan yang suram dan penuh kepedihan.

Dengan kata lain, merebaknya pikiran pesimis karena terlalu sering ter-eksposes dengan negative news, sejatinya akan memberikan impak muram bagi masa depan personal kita.

Jadi apa solusinya? Ada dua hal yang mungkin bisa dilakukan.

Solusi pertama, mengurangi asupan berita yang ada di media (baik media televisi, koran hingga media online).

Saya sendiri sudah 10 tahun lamanya tidak pernah nonton televisi – baik untuk program berita, talk show ataupun program hiburannya. Saya hanya nonton TV saat piala dunia dan piala eropa.

Bagi saya lebih berharga menghabiskan waktu dua jam di malam hari untuk membaca buku bermutu, daripada buang waktu nonton acara sampah di televisi, apapun programnya.

Dan memang semua program televisi ini (baik berita, talks show, film) tidak punya dampak apapun bagi peningkatan skills dan income saya. Jadi buat apa ditonton.

Saya hanya membaca berita dari media online, dan lebih banyak fokus ke berita ekonomi bisnis – sebuah tema yang lebih berkaitan dengan profesi saya sebagai konsultan manajemen dan pelaku bisnis.

Solusi yang kedua : secara sengaja lebih banyak mencari dan menyimak informasi inspiratif dan mengandung aura positif, dari media-media online.

Misal saya lebih banyak membaca dan menyimak konten blog tentang ilmu pengembangan diri yang sajikan informasi inspiratif dan menumbuhkan semangat opitmisme.

Membaca konten blog yang inspiratif tampaknya akan jauh lebih bagus bagi pengembangan jiwa yang optimis, daripada menghabiskan waktu untuk membaca negative news pada beragam media online dan juga beragam channel social media.

DEMIKIANLAH, pelajaran berharga yang bisa kita petik dari buku Learned Optimism – How to Change Your Mind and Your Life.

Secara lebih detil, saya mengelaborasi isi buku amazing ini melalui sajian video inspiring berikut ini.

Dalam video renyah ini, saya memberikan ulasan tentang bagaimana cara menumbuhkan SPIRIT OPTIMISME dalam sekujur batinmu.

Silakan klik PLAY dan ENJOY.

14 thoughts on “Kenapa Berita di Media Justru Bisa Menghancurkan Level Optimisme Anda?”

  1. Josss Markoojoss om, apalagi di blog grup WA banyak sekali yang share bad news, membuat saya sebel karena di dalam Grub dicekok i berita bad news.

    Dalam kondisi itu, saya manfaatkan untuk menulis Blog untuk membangun pola hidup sehat dengan berolahraga, setelh itu saya share dalam grub, alhasil bad news tersebut tenggelam, karena aku respon dengan blog saya seputar olahraga.

    Blog saya berikut ini min 🙂 http://www.blogpesonarun.info

  2. Senin pagi mampir ke sini, selalu ada hal baru dan insight baru.

    mood jadi good,
    cebong dan kampret pun kepanasan ndak berani mendekat,
    wawasan serta ilmu pun semakin bertambah.
    Joss tenan poko’e 🙂

    Yang kudu diperhatikan juga, “sampai kapan good mood itu dapat bertahan?”

    Khawatirnya Senin siang, atau Selasa pagi sudah minggat.

    So, apapun yang terjadi, kayaknya kudu sering-sering mampir di blog legendaris ini.

    Maturnuwun Kang.
    Salam sukses penuh keberkahan

    | Accounting Tools+SOP – https://manajemenkeuangan.net |

  3. sudah bukan menjadi rahasia lagi

    bad news is good news.

    uang dari iklan google adsense mengalir deras

    artinya peningkatan income untuk penulis berita bom bunuh diri, peperangan, pembunuhan, dll.

    he he…,

  4. Betul mas. Sejak sy stop baca media spt detik, kompas dll, hidup saya menjadi lebih penuh harapan dan luas lapang 🙂

    Baca berita yg relevan aja. Sy sangat menghindari buka2 situs media karena sekali terjebak akan spending time a lot di web tsb

  5. benar sekali Pak Yodh..
    apalagi media sosial (FB, WA, dll) isinya hampir 90% sampah…bisa membuat optimisme kita hancur

  6. Wah blog yang sangat bagus dan menarik,
    beruntungnya saya bisa tahu blog ini.
    Terima kasih pak atas tulisan dan ilmunya.

Comments are closed.