Advertising War : Medan Pertempuran Baru antara Bukalapak, Shopee, Tokopedia dan Blibli

Advertising war atau perang iklan merupakan salah satu medan pertempuran baru nan seru di antara big online marketplaces di tanah air.

Jika melihat data-datanya yang sebentar lagi kita akan ulik, tak pelak perang iklan di TV merupakan salah satu fase pertempuran yang sangat keras demi memenangkan jutaan pelanggan baru di masa depan.

Budget iklan trilunan dengan kata lain kini merupakan amunisi kunci agar tidak tergeletak mati dalam medan peperangan yang kian brutal.

Jika dilihat datanya, ternyata hampir semua ecommerce telah menghabiskan dana ratusan milar per tahun, demi menancapkan image-nya di benak jutaan calon pelanggan.

Berikut data ranking pengeluaran biaya iklan TV tertinggi di tahun lalu di antara para unicorns dan big ecommerce players di Indonesia.

Bukalapak : Rp 813 milyar
Shopee : Rp 765 milyar
Traveloka : Rp 460 milyar
Tokopedia : Rp 400 milyar
Zilingo : Rp 360 milyar
Tiket.com : Rp 310 milyar
Blibli : Rp 300 milyar
JD.ID : Rp 210 milyar

Ada empat catatan menarik yang layak diulik dari data pengeluaran iklan TV di atas.

Catatan #1 : Perang Intensif Bukalapak vs Shopee

Dari data di atas terlihat pengeluaran iklan TV Bukalapak adalah yang tertinggi, disusul tipis oleh Shopee. Anggaran mereka jauh di atas anggaran iklan TV Tokopedia.

Saat ini peringkat 1 online marketplace adalah Tokopedia. Lalu menyusul di peringat kedua saling bersaing ketat adalah Bukalapak dan Shopee. Saking ketatnya, mereka saling salip tiap bulannya (peringkat dihitung dari nilai transaksi penjualan tiap bulan).

Dari data di atas jelas, Bukalapak dan Shopee berjibaku habis-habisan gelontorkan anggaran ratusan miliar demi menangkan hati jutaan pelanggan baru.

Pada sisi lain, anggaran TV Bukalapak dan Shopee yang nyaris dua kali lipat Tokopedia juga menunjukkan bahwa mereka ingin mengejar dan kalau bisa menyalip Tokopedia.

(Jangan lupa, Shopee juga menjadi sponsor utama Liga 1 Indonesia, dan estimasi dana sponsornya adalah sekitar Rp 200 milyar per musim).

Catatan #2 : Growth at All Cost

Dari data di atas juga terlihat gejala yang amat jelas : semua ecommerce players itu rela habiskan dana ratusan miliar demi pertumbuhan.

Ideologi pertumbuhan trafik dan pelanggan harus terus dikibarkan, berapapun biayanya.

Anggaran iklan TV Bukalapak (Rp 813 milyar) dan Shoppe (Rp 765 milyar) benar-benar angka yang masif.

Itu artinya Bukalapak bakar uang lebih dari Rp 2 milyar TIAP HARI hanya untuk iklan di TV.

Meski agak jauh di bawahnya, pengeluaran iklan Tokopedia tetap relatif tinggi juga yakni Rp 400 milyar.

Apa makna dari angka-angka masif itu? Selain demi pertumbuhan dan pertumbuhan, gejala perang iklan ini juga mungkin tak lepas dari jebakan perang ecommerce yang brutal. Maksudnya, masing-masing pihak terpaksa beriklan dengan anggaran besar sebab pesaingnya juga melakukan hal serupa.

Artinya jika mereka memilih diam dan tidak habiskan ratusan milyar buat iklan, maka pesaingnya akan melakukannya dan akhirnya bisa menguasai semua pertumbuhan.

Akhirnya, semua pihak kejebak, dan masing-masing bilang dalam hati : dia iklan ratusan milyar, gue harus lakukan juga, kalau enggak, maka gue akan mati.

Akibatnya semua pihak jor-joran merilis anggaran yang super masif untuk beriklan di TV.

Angka yang amat masif itu amat berisiko. Kita belum tahu sejauh mana efektivitas atau ROI-nya. Jangan-jangan mereka melakukan ini karena jebakan persaingan yang terlalu brutal tadi.

Dan ingat, belum ada marketplace yang raih profit, baik itu BL, Shopee, Tokopedia, Blibli dan JD.ID. Semua masih minus.

Dan dalam kondisi masih minus, mereka makin gila-gilaan habiskan anggaran ratusan milyar untuk iklan TV. Apa tidak makin defisit?

Tentu saja harapannya anggaran iklan TV yang masif ini bisa meningkatkan jumlah pelanggan secara dramatis, dan yang kalah penting, jutaan pelanggan baru ini nantinya tetap loyal. Jadi bukan hanya coba sekali, dan lalu menghilang.

Catatan 3# : Blunder Traveloka dan Tiket

Kadang orang sial hanya karena momen waktu yang tidak pas.

Ini yang terjadi dengan Traveloka dan Tiket. Mereka tahun lalu habiskan anggaran ratusan milyar untuk iklan TV. Traveloka keluarkan Rp 460 milyar, dan Tiket habiskan dana Rp 310 milyar.

Namun di saat yang sama, semua airline menaikkan harga tiketnya. Jumlah penumpang airline tahun lalu anjlok hingga 30%, dan semua tingkat hunian hotel di berbagai kota juga alami hal yang sama. Ternyata kenaikan tiket pesawat punya dampak kemana-mana.

Anljoknya penumpang airline dan pelanggan traveling jelas membuat bisnis Traveloka dan Tiket terpukul.

Alhasil dana ratusan milyar iklan TV yang mereka habiskan jadi agak mubazir. Ini ibarat menginvestasikan dana iklan dalam waktu yang salah. Agak blunder jadinya.

Catatan #4 : Iklan TV Masih Powerful

Dari data di atas juga terlihat, ternyata semua ecommerce players menganggap iklan di TV tetap merupakan media ampuh untuk membujuk jutaan pelanggan di seluruh tanah air. Kalau tidak, mana mau mereka rilis dana iklan hingga trilunan totalnya.

Sejatinya, fakta ini sesuatu yang agak paradoks.

Selama ini ada tren penurunan jumlah pemirsa TV di kalangan anak-anak remaja generasi digital. Makin jarang anak remaja yang nonton TV. Mereka lebih suka nonton layar hape mereka.

Itulah kenapa, di era ledakan digital ini, ada prediksi bahwa pemirsa layar TV akan makin menyusut, dan melakukan migrasi besar-besaran ke layar smartphone. Otomatis, akan makin jarang orang mau pasang iklan di TV.

Namun yang terjadi ternyata tidak begitu.

Para pemain raksasa digital (ecommerce) tetap menganggap layar TV yang jadul itu sebagai media yang efektif untuk iklan.

Yang terjadi menjadi menarik : para pemain digital online yang dianggap akan jadi pesaing televisi (sebagai wakil dunia offline), malah tenyata justru menjadi kekasih baru televisi, dengan memberikan dana iklan triliunan.

Atau boleh jadi memang target market iklan Bukalapak, Shopee dan lain lain itu adalah audience yang masih gemar menonton televisi, yakni kaum wanita dan lelaki yang agak mulai dewasa (jadi bukan remaja) dan tinggal di berbagai kota dan kabupaten di seantero Indonesia.

Audience jenis ini memang pasar gurih bagi marketplace di tanah air, dan cocok jika dikejar melalui iklan TV yang masif.

DEMIKIANLAH, empat catatan yang layak diulik dari data anggaran iklan TV di tahun lalu dari big ecommerce players.

Advertising war mungkin masih akan terus berlangsung dengan cukup keras. Belum tahu siapa yang akhirnya akan jadi pemenang.

Dan kita juga belum tahu, siapa nanti yang akan terkapar penuh luka dalam medan pertempuran yang berdarah-darah.

Yodhia Antariksa – Profil Konsultan Manajemen Terbaik Indonesia

13 thoughts on “Advertising War : Medan Pertempuran Baru antara Bukalapak, Shopee, Tokopedia dan Blibli”

  1. TV tradisional masih eksis berkat emak2 dan abg tua militan.

    Bakar uang akan ada ujung nya.. siapa yg bertahan.. menarik di simak.

  2. Yes, saat ini TV masih eksis dan berpengaruh walaupun orang dimanjakan dengan berbagai layanan media digital.

    dan sambil melihat “siapa nanti yang akan terkapar penuh luka dalam medan pertempuran yang berdarah-darah”

    Apa yang perlu kita lakukan, HANYA melihat-lihat dan sebagai penikmat, ikut dalam pertempuran itu, atau menggarap niche peluang yang ada?

    Salam sukses penuh keberkahan

  3. Itu baru iklan di tv doang uda segitu, belum lagi iklan di aneka medsos :)).

    Menurut saya pribadi iklan di tv kurang efektif kalau kontenya kurang ngena target. Namun jika sudah ngena tertarget.

    Berapa pun lamanya pelanggan akan setia

  4. Kalau boleh, saya minta sarannya pak, untuk blogger dengan modal kecil, agar tetap menghasilkan dan eksis, CARA-nya gimana?

    Karena kebanyakan bilang masih minus semua. Yang saya heran, banyak youtubers yang penghasilannya fantastis, gak pakai four. he. Ini kok kayak gampang amat jadi youtubers daripada jd blogger, apalagi pengen buka toko online, raksasa2 itu jg belum untung.

    Blogger2 luar pun mereka pakai modal besar juga untuk menghasilkan pendapatan yang menguntungkan.

    Serasa gelap jadi blogger.

  5. bukannya pengeluaran perusahaan itu rahasia pak ?

    terus apakah / bagaimana stasiun tv bisa melihat siapa saja penontonnya (usia, kota, minat) layaknya pemilik website bisa melihat siapa pengunjungnya?

  6. Di Indonesia itu unik, siapa saja yang investasi bakar uang nyatanya tidak akan balik modal.
    Ciri khas orang Indonesia benar-benar mampu memanfaatkan promo yang diberikan oleh seluruh marketplace.
    Jadi jangan heran bila dalam 1 HP ada 10 Aplikasi Marketplace, tidak ada pelanggan loyal, yang ada mana yang paling besar promonya..hehe

  7. semua itu pasti diperhitungkan,diliat aja apa ada yang meleset dari perhitungan….

  8. Menarik kenapa Lazada sebagai salah satu e-commerce besar jarang sekali beriklan di TV. Ada hipotesis, Pak?

  9. Coach Yodhia… Mantab analisa dan catatan menarik terkait data anggaran iklan TV di tahun lalu dari unicorn dan big ecommerce players. Memberi wawasan dan pengetahuan buat saya pribadi. Terima kasih banyak. Mande

Comments are closed.