Kenapa Gopay dan Mobile Banking Hanya Bikin Kita Makin Boros Belanja?

Di era digital seperti ini saat, model pembayaran digital tampaknya kian marak.

Kita asyik berbelanja online karena bisa melakukan pembayarannya dengan mudah melalui transfer via mobile banking. Kini juga banyak tersedia layanan digital wallet seperti Gopay, Ovo, Dana, LinkAja, dan lain-lain. Melalui dompet digital ini, kita bisa melakukan aneka pembayaran semudah tap, tap, klik, klik.

Namun di balik kemudah dan kenyamanan itu, terselip sebuah realitas yang agak muram. Realita yang muramnya adalah seperti ini : ternyata menggunakan metode digital payment saat kita berbelanja dan melakukan aneka pembayaran, mendorong pola konsumsi kita untuk menjadi makin boros.

Dengan kata lain, memakai digital payment ataupun digital wallet diam-diam akan membuat kita makin konsumtif dan boros mengeluarkan uang.

Continue reading

3 Strategi Ampuh untuk Melawan Jebakan Mental Accounting

Minggu lalu kita sudah mengulik tentang jebakan bernama mental accounting (Anda bisa membaca ulasannya disini).  Melalui jebakan mental accounting, maka makna uang Rp 1 juta bisa sama sekali berlainan dalam pikiran kita, tergantung dari mana datangnya uang tersebut, dan untuk apa uang itu akan kita gunakan.

Sesungguhnya, mental accounting ini tidak selamnya bersifat negatif dan menjebak perilaku keuangan kita secara tidak menguntungkan. Jika kita cerdik, maka sebenarnya kita malah bisa memanfaatkan kekuatan mental accounting ini demi manfaat positif bagi pengelolaan keuangan personal kita.

Bertikut tiga langkah praktikal yang bisa kita lakukan untuk memanfaatkan mental accounting demi keuntungan finansial kita.

Continue reading

Apa itu Jebakan Mental Accounting yang Membuat Kita Cepat Bangkrut?

Ada salah satu bias psikologis keuangan yang sering muncul, dan kita lakukan dalam pengelolaan keuangan pribadi kita, yakni mental accounting.

Mental accounting intinya adalah kita melakukan semacam pembagian peran uang dalam mental pikiran kita, dan kemudian kita memperlakukan uang secara berlainan berdasar perannya masing-masing.

Contoh praktisnya begini. Seringkali setelah menerima gajian, seseorang langsung melakukan semacam pembagian alokasi uangnya. Misal, sebagian untuk bayar cicilan, sebagian lagi untuk biaya hidup, sebagian yang lain untuk dana investasi masa depan, sebagian untuk dana darurat (emergency fund), dan sebagian lainnya untuk kebutuhan main dan bersenang-senang.

Nah proses pembagian uang ke dalam perannya masing-masing tersebut disebut dengan “mental accounting” atau secara mental membagi gajian kita dalam berbagai akun yang memiliki peran berlainan. Dengan kata lain, ini adalah proses bugdeting : atau mengalokasikan gaji kita, dan kemudian menyusun alokasi budget sesuai uang yang kita terima.

Continue reading

Menghindar dari Jebakan Sunk Cost Fallacy

Kesalahan psikologis keuangan yang  sering kita lakukan dalam keseharian hidup yang kadang melelahkan ini adalah terjebak dalam sunk cost fallacy. Ini adalah salah satu jenis bias kognitif yanh juga banyak diungkap dalam ilmu tentang behavioral economics.

Berikut 4 contoh praktikal tentang jebakan sunk cost fallacy, yang mungkin pernah juga Anda alami.

Contoh pertama. Anda sudah membeli tiket bioskop untuk menonton film. Setelah 45 menit berlalu, Anda merasa filmnya sangat membosankan dan jelek. Namun alaih-alih keluar, Anda tetap saja menonton filmnya hingga usai. Saya kan sudah beli tiketnya, sayang kalau saya harus keluar di tengah pertunjukan.

Contoh berikutnya. Anda memilih kuliah di jurusan yang juga dipiliha banyak teman Anda sekolah. Setelah kuliah 2 semester, Anda merasa kurang sreg dengan jurusan yang Anda pilih. Banyak mata kuliahnya yang tidak sesuai dengan minat Anda. Namun Anda tetap memaksa untuk mengikuti kuliah hingga lulus. Saya sudah kuliah 2 semester dan keluar uang kuliah yang banya, sayang kalau saya harus keluar. Saya memilih untuk terus mengikutnya hingga lulus, meski sebenarnya saya kurang sreg dengan jurusan ini.

Continue reading

Hindari Jebakan Survivorship Bias demi Sukses Masa Depan Anda

Survivorship bias adalah  kecenderungan kita manusia untuk menganggap kisah-kisah sukses (atau mereka yang berhasil survive dalam sebuah proses seleksi alam) sebagai representasi sebuah populasi. Padahal kenyataannya, mereka yang sukses dan survive ini persentase jumlahnya sangat kecil.  Sebagian besar yang lainnya sudah mati duluan, gagal atau tidak bisa survive melewati proses perjuangan.

Namun sebagian besar orang justru menganggap yang sukses dan survive itu (yang sebenarnya amat kecil jumlahnya) sebagai yang layak mewakili sebuah populasi. Kemudian orang-orang ini membuat semacam generalisasi bahwa mereka yang sukses dan survive ini merupakan hal yang wajar, normal dan karenanya mudah ditiru.

Generalisasi semacam itu sekali lagi sebenarnya keliru. Sebab jumlah orang yang sukses dan survive dari perjuangan itu amat kecil persentasenya. Pencapaian mereka bukanlah sebuah kenormalan, bukan hal yang wajar dan juga tidak mudah ditiru.

Continue reading

3 Alasan Kunci Kenapa Kebijakan Absurd Subsidi BBM Harus Dihentikan Selamanya

Data terkini dari Kemenkeu RI menyebut anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 ini mencapai Rp 500 TRILIUN (!!). Dan angka ini akan tembus Rp 700 triliun pada akhir tahun jika kebijakan aneh bin ajaib ini tidak segera dihentikan bulan ini. Alamakk.

Subsidi segede gaban itu adalah untuk membayari selisih biaya produksi Solar, Pertalite dan Gas 3KG dengan harga jual kepada publik. Misal harga produksi solar itu seharusnya Rp 14 ribu, namun saat ini harga dijual hanya Rp 5.200. Artinya setiap liter solar, pemerintah memberi subsidi Rp 8.800. Kalikan saja dengan jutaan liter.

Demikian juga Pertalite. Biaya produksi BBM ini seharusnya Rp 14.450. Namun dijual dengan hanya Rp 7.650. Ada subsidi Rp 6.800 per liter.

Continue reading

Kenapa Usia Harapan Hidup Orang Jogja Tertinggi di Indonesia, Padahal UMR Tergolong Rendah?

Harap Anda tahu, saat ini rata-rata usia harapan hidup orang Indonesia itu adalah 71 tahun. Artinya jika ada kerabat atau saudara Anda yang wafat di usia 65an tahun, maka artinya usia harapan hidup dia ada di bawah rata-rata nasional.

Usia harapan hidup hingga 71 tahun itu tergolong pencapaian yang bagus. Sebab di tahun 1990 (atau 30 tahun silam), usia harapan hidup orang Indonesia hanya 60 tahun. Artinya dalam 30 tahun terakhir, ada kemajuan luar biasa dalam aspek kesehatan masyarakat (public health), sehingga rata-rata usia harapan hidup orang Indonesia meningkat hingga 10 tahun.

Kita semua makin panjang umurnya. Dan semoga makin berkah.

Continue reading