Aduh, kenapa karir saya ndak naik-naik ya. Saya sudah bertahun-tahun kerja di perusahaan ini, tapi kenapa posisi saya mentok disini saja. Demikian dua contoh kegalauan yang acap dilantunkan oleh para rekan pekerja kantoran. Sebuah kegalauan yang sering dilentingkan dengan nada kepedihan dan sejumput rasa fustrasi yang menggumpal (duh biyung, malang nian nasib sampeyan….).
Saya kira ada beragam penjelasan yang bisa dilontarkan untuk menjawab kegundahan itu. Disini kita mencoba untuk membincangkan tiga kemungkinan jawabannya secara ringkas. Baiklah sebelum kita membahasnya, silakan terlebih dahulu menyeruput secangkir kopi hangat yang mungkin sudah terhidang di depan meja kerja Anda…..
Jawaban yang pertama simpel dan jelas : you don’t deserve to be promoted. Ya, Anda memang tidak layak dipromosikan atau naik karir. Boleh jadi ini karena kompetensi Anda memang masih belum mumpuni; atau mungkin juga sikap kerja Anda yang begitu-begitu saja, hingga gagal membuat orang lain mengulurkan tangan memberi apresiasi. Bagaimana mungkin top manajemen memberikan Anda kenaikan karir kalau prestasi kerja Anda hanya pas-pasan.
Jadi kalau begitu, pertanyaan itu sejatinya justru harus digedorkan pertama-tama kepada diri Anda sendiri. Dengan kata lain, pertanyaan mengapa Anda ndak melesat karirnya mungkin justru harus ditujukan pada diri Anda sendiri. Disini, kerendahan hati dan kebesaran jiwa untuk mencoba bening mengaca pada kekurangan diri dan juga sekaligus potensi kekuatan yang dimiliki, sungguh amat diperlukan.
Proses self-exploration semacam itu sungguh akan bisa berjalan dengan optimal kalau saja setiap perusahaan menyediakan career coach yang trampil. Dengan itu rute untuk menyempurnakan kompetensi dan mindset Anda bisa berlangsung dengan efektif (sayang memang, ndak banyak perusahaan di tanah air yang menyedian career coach internal yang tangguh).
Jawaban kedua : prestasi kerja Anda sudah oke, kerja sudah mati-matian, tapi tetap saja top manajemen cuek bebek dengan kisah perjuangan kerja Anda yang sudah berdarah-darah itu (doh!). Nah kalau ini yang terjadi, kemungkinan besar Anda telah gagal “memamerkan” kelebihan dan prestasi kerja yang yang sungguh heroik itu. Bukan, disini kita bukan mau bicara mengenai ilmu cari muka atau menjilat bos dan bosnya si bos. No, no, no. Namun harus diakui, dalam sirkuit perjalanan naik karir ada dikenal sebuah ketrampilan yang disebut “impression management”. Inilah sejenis siasat untuk menonjolkan prestasi kerja Anda dihadapan kolega dan top manajemen secara elegan nan bermartabat. (sorry, topik khusus mengenai impression management ini baru akan kita bahas kapan-kapan di waktu mendatang. So stay tuned!).
Dalam lingkungan kerja dimana elemen subyektifitas dan perasaan acap masih punya pengaruh terhadap promotion decision, maka ketrampilan mengenai impression management mungkin layak untuk digenggam. Sebab dengan itu, perjuangan heorik nan berdarah-darah dari Anda itu bisa kemudian dihargai dengan layak.
Jawaban yang ketiga : karir Anda mentok karena Anda memang bekerja di perusahaan yang salah. Sorry, maksudnya perusahaan kecil yang karyawannya cuman 500-an dan hanya punya satu pabrik misalnya. Kalau perusahaan Anda hanya perusahaan manufaktur (pabrikan) yang karyawannya ndak banyak, ya ndak usah deh ngomong tentang career planning (sebab karir apa yang mau diomongkan kalau posisi manajerial yang tersedia hanya hitungan jari).
Dalam situasi semaca itu, karir Anda hanya akan naik kalau atasan Anda pensiun (duh, lama banget dong nunggunya !). Sebab itulah, beruntung bagi Anda yang bekerja di perusahaan dengan skala besar seperti industri perbankan atau telekomunikasi atau perusahaan energi dengan skala nasional. Dalam perusahaan dengan skala besar semacam ini, maka akan sangat banyak tersedia posisi manajerial, dan karena itu, pergerakan karir kita bisa sangat luas dan dinamik.
Jadi sekali lagi, dalam perusahaan dengan size yang terbatas, kita memang ndak bisa menerapkan ilmu career planning atau talent management secara optimal. Dan sebab itulah, karir Anda mentok. And again : ini memang sebuah kewajaran yang ndak layak ditangisi.
Itulah tiga jawaban ringkas yang barangkali bisa menjelaskan kenapa karir kita stagnan. Apapun jawabannya ada satu kalimat yang mungkin layak kita genggam dengan sepenuh hati : kita sendirilah sesungguhnya yang menciptakan masa depan kita – not somebody else.
So, believe in yourself, take positive actions, and create your own bright future. Goodluck and God bless you all !!
Note : Jika Anda ingin mendapatkan slide powerpoint presentasi tentang management skills, business strategy dan HR management silakan klik DISINI.
Photo Credit by : Sebastien.Mamy @Flickr.com
Artikel yang sangat bagus, kini kita tahu kenapa karyawan dengan prestasi yang bagus tetapi karirnya mentok sampai disitu aja. Apakah ini pertanda bahwa si karyawan ternyata mempunyai bibit-bibit seorang pengusaha, he2. Sukses!!
postingan yang ini koq di feednya gak ada tulsannya ya…
Mas Yodh, kalau boleh bertanya, bagaimana dengan karyawan seperti saya yang bekerja di perusahaan tanpa ada career coach, supervisor saja tidak ada, padahal perusahaan saya termasuk pemegang proyek nasional berskala besar. Saya ‘diarahkan’ oleh atasan tertinggi diperusahaan (Dirut) untuk mempelajari pekerjaan yang sebenarnya saya sendiri buta. Padahal idealnya diatas saya ada semacam spv atau project manager yang bisa menstransper keahlian dan memberi pengarahan pada junior. Selama ini belajar hal-hal baru dengan sendiri tanpa sharing dengan rekan kerja.
Jika Mas Yodh berkenan, mohon kiranya memberi pencerahan, apa yang harus saya lakukan kedepannya?… Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih. Sukses selalu buat Mas Yodhia…
Artikel ini mengingatkan saya pada keputusan yang saya ambil sekitar setahun yang lalu, saat saya yang masih terbilang freshgraduate dan harus mengambil keputusan yang penting untuk menentukan karir saya sendiri.
Saat saya diterima di suatu bank pemerintah skala nasional, bersamaan itu; saya juga baru saja diterima di sebuah perusahaan baru berskala kecil. Teori yang saya pakai justru berbanding terbalik dengan pendapat Pak Yodh, pendapat saya; saat saya masuk di industri skala nasional maka saya hanyalah bagian “sulit terlihat” dari rumah yang sangat gemuk. Namun ketika saya masuk di industri skala kecil maka saya merupakan bagian yang “langsung terlihat” sehingga perubahan yang saya lakukan untuk membuat perusahan ini menjadi gemuk akan cepat mendorong saya untuk mendapat karir yang lebih baik.
Pak Yodh, mohon pencerahan adakah yang salah dari pendapat saya ?
Regards,
@ Hadi, ya saya kira keputusan Anda oke juga, lalu apakah kinerja bisnis perusahaan itu kini makin bagus dengan kehadiran Anda. Goodluck.
mak nyus.
Saya tunggu “impression management” nya, mas Yod.
Mas Yodhia, wah artikel anda terlalu Locus of Control External… nanti bisa tubrukan dengan artikel anda dalam mengelole stress
Saya berpendapat lain, kenapa karir kita mentok…
Jawaban pertama : Kita tidak punya keyakinan 100% untuk tujuan karir yang telah kita tetapkan, kalaupun ada keyakinan tersebut masih ada keragu-raguan.
Jawaban kedua : Kita kurang banyak berdoa kepada Allah, yang kta lakukan hanya ihtiar saja (peningkatan kompetensi, kinerja unggul dlsbnya)
Mungkin cukup 2 itu saya
Ketika kita yakin akan Pinciptaan Allah dan kita meminta kepadaNya dengan penuh keyakinan serta berusaha secara nyata, maka : Kita akan mendapatkan rezeki yang tak terduga dari arah yang yang terduga.
Karir adalah bagian dari rejeki
Ada benarnya
jangan-jangan itu pekerjaan tersebut bukan passion kita? sehingga tidak sepenuh hati bisa kita nikmati dan kembangkan.
Sangat menginspirasi artikelnya. Honestly, saya kerja mati2an udah, manajemen dah tahu hasil karya saya, dan perusahaannya lumayan besar dengan 1300 karyawan. Masalahnya, karya2 yang saya hasilkan berbeda jalur karena background saya Teknik Informatika, sedangkan saya bekerja di HR menangani HRIS yang sebenarnya dari hasil Analisa Jabatan beberapa waktu yang lalu harusnya berada di IT Dept., jadi yang salah apa tuh?
Menurut saya (sesuai dengan pengalaman), berkarier di perusahaan yg core bisnisnya sesuai dengan background pendidikan akan lebih cepat berkembang. Contohnya sarjana hukum di Lawyer, sarjana mesin di traktor, sarjana minyak di energi, sarjana ekonomi di perbankan dll.
Masalahnya banyak yg cuma kepingin kerja dapat gaji walaupun tidak sesuai dengan backgroundnya, seringkali macet ditengah jalan.
Memang banyak yang mampu crossing karier sesuai keinginan dan permintaan pasar, tapi tdk semua bisa menyesuaikan diri. Ini yang menghambat karier seseorang…
saya setuju dengan mas yod dan teman2
cuma yang perlu digaris bawahi bahwa, seorang top menagement akan berfikir bagaimana cara untuk membuat perusahaan yang ia pegang tetap solid, salah satu cara yaitu dengan mempertahankan aset yang berharga ( SDM ), tetapi kita selaku aset yang paling berharga setidaknya tahu dan mengerti akan kompetensi diri kita.
kita sendiri juga yang menentukan arah kemana kita menuju.
saya mengalami yang namanya karir mentok. setiap kali penilaian nilai saya selalu tinggi, namun sudah tujuh tahun bekerja tidak juga naik grade. setelah crosscek di SDM ternyata grade saya di lock (alias tidak bisa naik pangkat) krn beda jalur. anak baru di tempat saya sudah bisa naik grade 2x karena jalur masuknya lain. enggak adil banget.
mohon sarannya om, apakah harus segera angkat kaki atau tetap bertahan…
sakit hati boo,
Nana (12) : itulah hidup. Find better career life somewhere elese, if you can. Don’t complain. Just move on.
Kalo pengalaman saya sih, sulit berkembang karena cendenrung bekerja di bagian yang kurang tepat, atau tidak sesuai dengan background pendidikan, minat dan kemampuan. Sebesar apapun usaha kita, kalau dihadapkan dengan kondisi seperti itu, akan sangat sulit untuk berkembang.Tidak terasa waktu sudah terbuang cukup banyak dan sia-sia tanpa perkembangan karir yang jelas, hanya karena zona nyaman dan sudah malas untuk bergerak. Makanya, beraksilah, ambil risiko namun juga disertai dengan perhitungan. Hidup dengan prinsip ketapel. Bersedia mundur beberapa langkah supaya bisa maju ribuan langkah. Bersedia mundur untuk memulai yang baru, sesuai dengan minat dan kemampuan sehingga bisa menjadi manusia yang berkembang jauh lebih baik.
terimkasih atas jawabannya,, sekarang maindset sy sudah terbuka 🙂
Artikel bagus nih! jawabannya harus coba diterapin dalam kerja sehari-hari ini. harus lebih meningkatkan kualitas kerja. nice share!
artikel lama tapi masih relevan dengan dunia kerja sekarang.
boleh dibilang hal ini memang dialami oleh banyak karyawan..nice info……..
saya juga pernah mengalami yang namanya karir mentok, sudah hampir 5 kali ganti perusahaan swasta dalam kurun waktu 4 tahun.
jenjang karir yang gak jelas di 4 perusahaan besar dan giliran ada jenjang karir yang jelas perusahaan gonjang ganjing pihak internal.
ahirnya beranikan diri untuk resign dan sekarang malah jadi pengusaha, ya walaupun secara jabatan tidak punya tapi hasil melebihi seorang karyawan yang jabatanya dah tinggi-tinggi.
hehehe.. karir mentok ya cari peluang lain saja.
out of the box 🙂