Japan Disaster dan Crisis Management

Crisis management, kita tahu, merupakan salah satu ranah dalam ilmu manajemen. Bidang ilmu ini dirajut untuk membekali diri kita  berjibaku merespon krisis yang acapkali datang dengan tak terduga, dan dengan efek destruksi yang begitu memilukan (Japan disaster adalah contoh terkini tentang krisis yang datang bertubi-tubi dan terus meneror hingga hari ini).

Kepiawaian meracik ilmu crisis management mungkin bisa membawa kita melenting dari hantaman krisis yang sekonyong-konyong datang. Sebaliknya, kegagalan dalam menerapkan prinsip crisis management secara jitu, bisa membawa kita terkoyak dalam nestapa yang kelam dan penuh duka lara.

Lalu, prinsip apa yang kudu dicermati kala kita mau menjalani crisis management yang tangguh? Yang bisa membuat kita bisa terus bertahan meski gempa skala 9.1 richter menerjang, dan gelombang air 10 meter terus menderu? Dari best practices tentang crisis management, kita mau mengudap tiga prinsip utama didalamnya.

Prinsip pertama adalah ini : sajikan informasi tentang krisis dengan jelas, kredibel dan transparan. Saat krisis, semua pihak akan tenggelam dalam kepanikan. Dan sungguh tak ada yang lebih berbahaya di saat seperti itu, dibanding munculnya informasi yang simpang siur, menyesatkan atau bahkan tidak terbuka.

Kita lalu terkenang dengan tragedi Chernobyl yang kelam itu : ketika di sebuah malam yang sunyi, di Ukraina sana, sebuah reaktor nuklir mbledos. Ajaibnya, semua informasi tentang krisis itu ditutup rapat oleh pihak otoritas. Dunia bingung, tak tahu apa bantuan apa yang harus disalurkan. Beberapa minggu kemudian (ketika semuanya sudah terlambat), informasi yang amat perih itu datang : kebocoran radiasi telah melayang begitu jauh, dan lebih dari 500 ribu orang telah terkontaminasi, lalu terbujur kaku menuju alam baka.

Karena itu, pemberian informasi yang terbuka (transparan), jelas (tidak simpang siur) dan kredibel (tidak bohong) adalah salah satu elemen penting untuk mengendalikan agar krisis tidak terus terbang jauh.

Prinsip yang kedua : dalam krisis, respon yang cepat, sigap dan tepat sasaran amat diperlukan. Sebab tak ada yang lebih membikin perih, ketika guncangan datang, kita lalu dibiarkan merana tanpa solusi. Sebab, sekali lagi, kelambanan hanya akan membuat krisis menjadi lebih mengerikan.

Kita tentu tak ingin sikap yang amat lamban itu kembali terjadi : persis seperti tragedi bocornya gas beracun pabrik kimia milik Union Carbide di Bhopal India sana (1984). Birokrasi aparat yang lamban, ditopang dengan buruknya pola manajemen para pengelola pabrik, membuat kebocoran itu terus meneror hingga berminggu-minggu. Akibatnya fatal : 15 ribu orang pelan-pelan mati disergap udara biru yang senyap nan mematikan.

Sebaliknya, kita ingin sikap cepat yang justru muncul. Persis seperti krisis yang sebenarnya sama konyolnya. Pada suatu ketika produsen Johnson and Johnson (yang terkenal dengan bedak bayi JJ itu) pernah membuat kesalahan fatal : jutaan obatnya tercampur racun cyanida (lebih mematikan dibanding racun tikus), dan aha, jutaan obat itu telah telanjur beredar. Benar saja, dalam hitungan hari 7 orang tewas seketika sesaat setelah minum obat mereka.

Beruntung CEO Johnson and Johnson langsung mengambil keputusan dan tindakan dengan cepat : dalam hitungan hari, jutaan obat yang telah beredar segera di-recall dan dimusnahkan; meski nilai seluruh obat itu setara dengan angka satu trilyun lebih. Tanpa keputusan yang sigap, tragedi yang mirip Bhopal mungkin bisa terulang disini.

Prinsip ketiga : dalam mengendalikan krisis, sebaiknya orang nomer satu yang langsung memimpin proses recovery-nya. Dalam organisasi bisnis, berarti CEO yang langsung turun (persis kasus JJ diatas) atau kalau dalam organisasi pemerintah, bisa presiden, gubernur atau walikotanya. Yang tak kalah penting, keterlibatan orang nomer satu ini juga disertai dengan koordinasi yang terpadu, sigap dan sikap yang inspiring.

Dua eksemplar indah bisa segera dihadirkan disini. Yang pertama, kehadiran presiden Chili Sebastian Pinera, dalam sebuah operasi penyelamatan paling mengharukan atas 33 pekerja tambang yang berminggu-minggu terjebak di gua sedalam 700 meter. Kehadirannya yang merakyat, mati-matian menyelamatkan penduduknya, sungguh membuat semua pihak dalam krisis itu merasa mendapatkan inspirasi yang kokoh.

Contoh lainnya adalah kehadiran sang walikota New York, Rudolph Giuliani ketika krisis robohnya Twin Tower di jantung kota Manhattan. Kehadirannya yang tanpa kenal lelah menyemangati para korban dan para petugas pemadam kebakaran dalam mengendalikan krisis telah membuat ia dikenang sebagai “the Man who saves New York”.

Demikianlah, tiga prinsip utama yang mungkin layak dicermati dalam proses mengendalikan krisis atau crisis management, yakni : 1) informasi yang jelas dan kredibel, 2) tindakan yang cepat dan sigap, 3) disertai dengan hadirnya sang top leader yang inspiring.

Setelah tiga pilar itu, selebihnya adalah doa dan sikap tawadhu : bahwa dibalik setiap krisis selalu tersimpan sekeping berkah dari Yang Maha Kuasa untuk kita renungkan bersama.

~
If you think this article is inspiring, please share it via FB by clicking this small button :

Photo credit by : Tomasito @ Flickr.com

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

20 thoughts on “Japan Disaster dan Crisis Management”

  1. Semoga semuanya jadi lebih baik…
    Reaktor yg lebih aman.
    Manusia yg lebih tanggap.
    Dan kerjasama yg lebih erat.

    Orang yang baik, menerima tanggung jawab.
    Orang yang hebat, mencari tanggung jawab.
    Orang yang menyebalkan, menghindari tanggung jawab.

    Semoga kita semua menjadi lebih baik hari ini 🙂

  2. Informasi yang jelas dan kredibel,
    Tindakan yang cepat dan sigap,
    Hadirnya sang top leader yang inspiring.

    Sama halnya kalo yang jadi objek krisis nya diri kita sendiri, usaha kita sendiri atau masalah yang ada di dlm keluarga. Bisa kita ambil pelajaran berharga dengan meniru 3 point penting yang baru saja di bahas, bedanya hadirnya sang top leader yang inspiring itu mungkin adalah diri kita sendiri.

    Menjadi pembelajar yang baik, mempraktekkan ilmu yang didapat.
    Salam Muslim.

  3. Salut mas Yodhia…simple dan to the point…
    1) informasi yang jelas dan kredibel,
    2) tindakan yang cepat dan sigap,
    3) disertai dengan hadirnya sang top leader yang inspiring.
    Hmm…entah kenapa di negara saya (negara ENJEL alias ENggak JELas)ketiga hal itu merupakan barang yang SANGAT LANGKA.
    1) informasi tidak pernah jelas, lama dan tidak bisa dipertanggungjawabkan….
    2) tindakan cepat ??? woooow…dinegara saya lebih cepat buat bom daripada tindakan cepat dan sigap…
    3) top leader yang inspiring ??? hahaha…dinegara saya banyakan top leadernya “pamer” di TV dengan baju mahal dan sisiran ala salon kelas atas…yang kalo ngomong di TV wajahnya penuh senyum dan cerah-ceria…walaupun thema yang dibahas bencana alam, korban bom dsb….
    Waaah…mas Yodhia…kalau gitu crisis management di negara saya itu sebutannya apa dong yah ??? ckckck….
    Baiknya apa yang harus dilakukan pimpinan negara saya mas ??? apa saya yang harus pindah negara ???

  4. Teringat ketika terjadi bencana Mentawai, sang Gubernur Sumatera Barat justru jalan-jalan ke Jerman, dengan dalih: semua sudah saya limpahkan ke Wakil Gubernur. Tiada sedikir empati bagi warga yang menderita.

  5. Pas banget dengan ketiga inspirasi ini, Akhirnya kembali ke Tuhan juga, segala daya dan upaya tanpa restu Allah SWT, bisa terombang ambing jiwa kita.

  6. mas… dipublish aja di media cetak, supaya pemimpin kita semua tau bagaimana manajemen krisis yang baik… 🙂

  7. like thisss!!!!

    Semoga segala krisis bisa diterapkan 3 hal tersebut.
    Saling bahu membahu menyelesaikan setiap masalah.

  8. ketika pertama kali mendengar berita tsunami di Jepang, sy sangat percaya bahwa Jepang bisa dgn cepat bangkit membenahi semua hal pasca bencana karena manajemen bencana sudah dikenalkan sedari kecil. Spertinya sudah saatnya kita mengikutinya agar nilai-nilai manajemen krisis yg dijelaskan mas yodhia bisa terus terbawa hingga dewasa.

  9. waduuh…lama2 kok,makin betah ne baca2 tulisanya OM YODHIA…HE HE..THANKS ….banget banget banget….

  10. Saya baru memposting tentang energi nuklir.
    klik postingan ini: Mubarok21: Tenaga nuklir

    Saya baru menerima postingan menarik di RSS saya mengenai nuklir
    dan teringat postingan Mas Yodhia.
    Mungkin postingan saya bisa memberi pandangan baru mengenai nuklir.

    thanks…

  11. Tantangan. Tantangan geografis Jepang yang membimbing negeri itu menjadi negeri yang tangguh mentalnya, tangguh pengembangan teknologinya, tangguh filosofi bergeraknya.

    Kaizen tentulah begitu sukses menggalang transfer knowledge dari generasi ke generasi.

    Sebagaimana Singapura menjadi begitu mengguncang disebabkan oleh, salah satunya, kondisi geografisnya pula.

    Tantangan geografis kita? Sepertinya kita justru begitu termanjakan oleh geografis kita. Tantangan kita, barangkali, adalah mensyukuri semua fasilitas geografis kita dan mengubahnya menjadi semaksimal mungkin kemakmuran dan kebaikan dipenjuru negeri dan dunia…

  12. salam persaudaraan
    figur seperti bpk yg sangat dibutuhkan diranah negeri ini
    cerdas,murah hati,berani,dan mampu memberikan inspirasi tingkat kesadaran yang tinggi
    Berjaya selalu pak yodhia,bahwa tuhan tidak pernah tidur untuk melihat umatnya yang berjibaku untuk menegakkan panji-panji kebenaran dan keadilan.sukron

Comments are closed.