Kepuasan karyawan kita tahu, merupakan salah satu elemen penting untuk membangun kinerja perusahaan yang mencorong. Segenap program untuk membangun kepuasan pelanggan misalnya, bisa berakhir dengan tragis jika ia tidak disertai dengan program untuk memuaskan karyawan secara sistematis. Sebab, bagaimana mungkin front-line Anda bisa mengulurkan senyum penuh kerenyahan kepada para pelanggan jika ia selalu nggerundel dengan gaji yang diterimanya?
Itulah mengapa banyak perusahaan kelas dunia menaruh perhatian yang amat serius untuk mengelola kepuasan para karyawannya. Di tanah air sendiri, kini juga makin banyak perusahaan melakukan sejumlah inisiatif untuk memuaskan para best talents mereka sehingga tetap betah bertahan dan enjoy dalam bekerja.
Salah satu inisiatif itu misalnya adalah dengan melakukan survei kepuasan karyawan secara reguler (misal setiap tahun sekali). Melalui survei ini diharapkan pihak perusahaan bisa memperoleh informasi yang berharga dalam merancang program kepuasan yang tepat sasaran.
Secara garis besar, angket kepuasan karyawan sendiri biasanya meng-address lima elemen utama, yakni : 1) kepuasan karyawan terhadap pekerjaannya (job content), 2) kepuasan karyawan terhadap lingkungan kerja (baik lingkungan fisik seperti tata ruangan ataupun lingkungan non fisik seperti relasi dengan kerja, atau suasana kerja); 3) kepuasan karyawan terhadap atasan, dan 4) kepuasan karyawan terjadap kebijakan perusahaan dalam memberikan remuneration and benefit pada pegawainya.
Selain empat elemen utama diatas, biasanya ada faktor tambahan lain yang ditanyakan seperti : kepuasan karyawan terhadap kebijakan pengembangan karir, kepuasan karyawan terhadap program pelatihan yang diberikan, ataupun kepuasan karyawan terhadap kualitas kepemimpinan secara umum di perusahaan tersebut.
Pada tahapan selanjutnya, elemen-elemen yang ingin ditanyakan tersebut kemudian dijabarkan dalam serangkaian pertanyaan. Misalkan setiap elemen dijabarkan dalam bentuk 4 – 5 pertanyaan. Sebagai misal untuk untuk faktor mengenai kepuasan karyawan terhadap pekerjaannya, dua contoh pertanyaan yang lazim diberikan adalah sbb:
• Saya puas dengan pekerjaan saya dan jenis tugas yang saya kerjakan.
• Pekerjaan saya menantang dan menarik.
Untuk faktor kepuasan terhadap atasan, dua contoh pertanyaannya adalah sbb:
• Atasan saya melakukan tindakan perbaikan yang tepat dan adil pada karyawan yang tidak dapat menampilkan prestasi kerja yang memuaskan.
• Atasan saya memberikan pengarahan dan instruksi yang jelas.
Untuk faktor kepuasan terhadap paket remunerasi yang diterima, contoh pertanyaan yang dapat diberikan adalah :
• Saya merasa puas dengan gaji yang saya terima.
• Saya merasa puas dengan paket asuransi kesehatan yang diberikan oleh perusahaan.
Setiap pertanyaan tersebut kemudian dilengkapi dengan jawaban dalam skala 1 – 5, dimana deskripsi skalanya adalah :
(1) Sangat Tidak Setuju
(2) Tidak Setuju
(3) Netral
(4) Setuju
(5) Sangat Setuju
Jawaban dari para karyawan terhadap angket dan skala jawaban itu kemudian di-olah dan di-analisa untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kepuasan karyawan saat ini. Tentu jika angka rata-ratanya semakin tinggi, berarti tingkat kepuasan karyawan di perusahaan itu juga makin baik.
Pada sisi lain, dari analisa itu juga bisa diketahui dalam aspek apa, tingkat kepuasan berada pada posisi yang kurang baik (misal rata-rata skornya dibawah tiga) : apakah dalam aspek lingkungan kerja, aspek remunerasi, atau aspek kepemimpinan dalam perusahaan. Dengan demikian pihak perusahaan bisa dengan lebih akurat mengetahui aspek apa yang paling perlu mendapatkan prioritas perhatian untuk dibenahi.
Jadi omong-omong, apakah Anda puas dengan pekerjaan dan kantor Anda sekarang? Apa kira-kira yang membuat Anda sudah/belum puas?
Note : Jika Anda ingin mendapatkan file powerpoint presentation mengenai management skills, strategy, marketing dan HR management, silakan datang KESINI.
Pak Yod,
mohon wejengannya
kira-2 upaya apa saja yang bisa dilakukan perusahaan dalam rangka membangun kepuasan karyawan manakali terbentur dengan kemampuan financial perusahaan, apalagi dikaitkan dengan kondisi ekonomi secara keseluruhan saat ini dimana sangat besar dampaknya bagi operasional perusahaan. ektremnya hanya bertahan hidup saja masik baik drpada gulung tikar.
matur nuwun
Mas Yodhia Yth,
Salam kenal, saya subscriber baru di blog anda.
Artikel tentang kepuasan karyawan sangat menarik saya untuk mengomentari. Karena saya termasuk awam (bukan dari kalangan HR professional) mohon refleksikan jika saya terdapat kesalahpemahaman.
Menurut saya masalah kepuasan pegawai sangat tergantung dari ‘retention policy’ dari employer. Perusahaan yang tidak menghendaki adanya pertumbuhan SDM (baik pertumbuhan kesamping/volume maupun vertikal/succession) umumnya tidak terlalu peduli atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap kepuasan karyawannya. Dan sebaliknya.
Retention policy merupakan salah satu cerminan paradigma yang dianut oleh employer untuk memelihara dan mengembangkan SDM yang dimilikinya. Sebagai contoh yg pernah saya amati walaupun tanpa riset ilmiah tapi by using my common sense, employer yang berani menantang karyawannya dengan fasilitas, remunerasi dan lingkungan kerja yang baik (di atas pasar), diiringi dengan proses performance appraisal yang fair, cukup teliti dan berimbang, mampu memacu karyawan untuk perform lebih baik (show high satisfaction sign). Sedangkan employer yang berani (baca: merasa) memberikan remunerasi yang sangat menarik, tapi jauh-jauh hari pada awal orientasi memberikan sinyal “you may go or quit, that’s not our concern” kepada khalayak karyawannya, justru menimbulkan ketidakjelasan karir. Dan yang terjadi adalah turn over yang tinggi dari tahun ke tahun tanpa ada suksesi dan dinamika yang berarti.
Kondisi ekstrim ada di BUMN-BUMN, dimana retention policy-nya sangat baik, karyawan dituntut loyal ‘setia untuk negara’ walaupun remunerasinya tidak semenarik di swasta tapi tingkat kepuasan karyawan diatasi dengan budaya dan gaya khas BUMN: “harmony is everything” and “performance is the next matter”.
Salam,
Catur.
Yth. pak Yodhia.
Survey kepuasan tentu sangat baik dilakukan untuk perusahaan yang “doyan dengan pengembangan SDM”. Kalau tidak maka perusahaan tersebut tidak akan pernah melakukan survey kepuasan. Sebab banyak pimpinan perusahaan tidak suka mendengar kalau sudah berbicara mengenai investasi SDM. Investasi SDM dianggap tidak ada apa-apanya, ya kalau tidak suka silakan tepuk dada dan tanya selera.
Supply & Demand (SD) berkaitan dengan tenaga kerja masih pincang di Indonesia, lebih banyak supplynya daripada demandnya ( memang ada pengeculiaan untuk jabatan – jabatan yang lebih specifik, tidak berlaku hukum SD , buktinya di Kompas setiap Sabtu, Minggu, banyak perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja yang qualified).
Silahkan ajalah Anda mengajukan surat resign ke pimpinan Anda ( perusahaan tidak doyan pengembangan SDM ), pasti langsung dikatakan , oh begitu ya. kalau tak bisa ditahan lagi, ” monggo ” kata pimpinan Anda penuh basa-basih.
Komentar ini tentunya hanya pendapat saya semata. Mau koomentar lain silahkan aja, karena pak Yodhia siap membantu kita. TQ pak Yodhia.
Dear Mas Yodia,
Mo urun rembug……
Kepuasan karyawan sifatnya sangat variable, antara satu karyawan dengan karyawan lain mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Akan tetapi dapat ditarik satu benang merah bahwa Karyawan akan memiliki loyalitas yang tinggi apabila si karyawan tersebut enjoy dengan pekerjaannya. (dari sisi target, lingkungan, atasan, dan gaji – terkait satu sama lain dan bisa saling melengkapi) dimana ujung-ujungnya adalah akan membawa pengaruh juga pada perusahaannya…Jadi yang lebih berperan disini adalah perusahaan sendiri harus tau kebutuhan karyawan, kemampuan perusahaan dan arah/target yang akan dituju…
@tangandiatas, dalam situasi semacam itu, ketika situasi amat genting, maka mestinya sang pemilik bisa membangkitkan spirit heroisme dalam segenap jiwa karyawannya. Biasanya para karyawan juga akan tahu…dan kalau mereka juga care, maka situasi genting itu justru bisa membangkitkan semangat kebersamaan yang kuat.
[……“harmony is everything” and “performance is the next matter”….]. I really like this quote….:)
Saya sudah lumayan mengamati hal ini, dan bertekad menjalankan suatu lingkungan kerja yang menarik, bukan dari unsur gaji saja. Melainkan juga lewat keleluasaan menjalankan tugas, tapi juga kebebasan untuk berpendapat (bila tidak suka, atau sudah bosan dengan pekerjaannya).
Tapi dari pengamatan saya, strategi ini hanya berlaku bagi pekerja white-collar, bukan blue-collar. Apalagi bila diterapkan di Indonesia, yang gaji UMR nya masih terbilang sangat rendah, belom lagi tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi.
Hanya sedikit pendapat dari pengamatan saya selama ini, sebagai atasan dan bawahan. Bukan sesuatu yang mutlak koq…
omong2 soal kepuasan kerja, saya sendiri baru resign dari sebuah bank. Alasannya (selain adanya tawaran dari tempat lain) tentu saja adanya ketidakpuasan (ini tidak saya ungkapkan pada bos saya)…mungkin benar seperti ditulis mas Rachmad WW, kepuasan sifatnya variabel antara satu dengan lainnya…jika begini maka jika misalnya saya berada pada posisi “si bos” kira2 mana yang harus saya prioritaskan: suara mayoritas atau berusaha memahami keinginan semua orang????
selamat pagi dan salam kenal mas Yodhia,
sebelumnya saya pernah menjadi partner lepas dari beberapa perusahaan (creative) di Yogyakarta, ketika saya harus bergabung dengan tim yang sudah ada pada perusahaan tersebut saya berusaha mengamati perilaku mereka. keakraban yang kami bangun membuat mereka bisa bercerita tentang suka duka mereka pada perusahaan tersebut. dengan pengalaman itu kesimpulan subjektive sementara saya adalah, ketika perusahaan bisa membina mental partner-nya menjadi “manusia” yang memiliki kelebihan dan mempercayakan tanggungjawab (pada semua posisi) tersebut kepadanya, maka inisiatif positif akan muncul dengan sendirinya dan result(gaji) akan menjadi hal yang bersifat skunder ini karena mereka merasa memiliki perusahaan tersebut. selanjutnya keterbukaan manajemen (pada porsinya masing-masing) tentang semua untung, rugi, ambisi dan tujuan perusahaan akan mendapat permakluman-permakluman wajar. melepas sistem stuktur di luar tugas profesional yang identik dengan basa-basi atasan bawahan akan mebuka ruang kejujuran dari masing-masing pihak yang pada akhirnya berkemungkinan untuk terjadi pembahasan tentang kreasi pengembangan perusahaan.
terimakasih
Salam kenal Pak Yodhia.
Saya ingin menanyakan mengenai karyawan di perusahaan Jepang. Fenomena yang terjadi, karyawan di perusahaan Jepang merupakan karyawan dengan kontrak seumur hidup. Padahal fenomena di Indonesia, terdapat tiga tipe karyawan, yaitu: 1. Karyawan yang “memberi makan perusahaan”, 2. Karyawan yang “mencari makan dari perusahaan”, dan 3. Karyawan yang “memakan perusahaan”. Yang ingin saya tanyakan, apakah fenomena yang terjadi di Indonesia tersebut juga terjadi di Jepang? Dan apabila fenomena tersebut terjadi di Jepang, apakah perusahaan akan tetap mempertahankan karyawannya apabila karyawan tersebut ternyata “memakan perusahaan”? Kalau bisa, mohon untuk diulas. Saya tunggu artikelnya. Terima kasih.
@ Synthia, mungkin kategori yang Anda berikan bisa dimodifikasi menjadi 1) best performer 2) marginal performer 3) poor performer. Memang di Jepang dikenal prinsip lifetime employement….sehingga jarang ada karyawan yang di PHK.
Dugaan saya, sistem manajemen perusahaan Jepang relatif bagus dan penuh disiplin, sehingga peluang terjadinya poor performers tidak begitu tinggi….dan kalaupun ada, derajat “poor”-nya tidak buruk-buruk amat, sehingga masih bisa dipertahankan.
Salam Pak Yodhia,
Saya mau tanya. Untuk menentukan tingkat kepuasan pada satu aspek, lebih baik pakai rata2 atau modus? Karena kalau pakai rata2, bisa jadi ada 1 subyek yg jauh di atas skor kebanyakan, sehingga membuat angka rata2nya tidak mewakili. Kalau pakai modus, mungkin ini bisa juga. Tapi dalam banyak kasus, bisa jadi tidak ada modusnya.
THanks b4
Ari
Hi semuanya,..
Saya sebagai seorang karyawan ingin membagikan sedikit pengalaman saya,…
Kadang sebagai seorang karyawan tidak harus mendapatkan gaji yang tinggi, asal perusahaan itu menunjukkan loyalitasnya juga kepada karyawannya. Juga karyawan itu sendiri merasa aman berada di perusahaan tersebut. Contohnya, mendapatkan gaji tepat waktu, tidak telat selama seminggu, contohnya.
Karena karyawan tersebut juga mempunyai kewajiban untuk membayar tagihan bulanan yang juga menuntut pembayaran tepat waktu.
Karyawan juga bisa melihat apakah perusahaan itu maju atau tidak, kalau dia cukup pintar untuk melihat keadaan itu.
mas Yodhia, tks 4 u
saya sangat senang dengan materi anda,dan sangat membantu pengembangan diri saya dalam lembaga. Mas, saya bekerja dibidang pendidikan yang mengarah kepada nasional plus. sekarang ini sedang dalampengembangan kurikulum dan kesiswaan. dalam rangka pengembangan itu, kami mengadakan survey kepada palanggan (internal dan eksterna) Minta nasihat pertanyaan-pertanyaan bagaimana yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan? tks u
@ Agustinus, untuk survey kepuasan pelanggan, Anda bisa mendapatkannya melalui buku tentang itu. Di Gramedia banyak tersedia buku mengenai survei kepuasan pelanggan, dan banyak yang memberikan contoh pertanyaan untuk angket kepuasan pelanggan.
Dengan kepusasan karyawan yang besar, iklim usaha yang lebih kondusif, kita berharap karyawan tidak hanya memberikan yang terbaik bagi pelanggan dan konsumen, namun terlebih dari itu kegiatan usaha perusahaan akan lebih berkembang, yang pada gilirannya akan berdampak pada terciptanya lapangan kerja yang lebih besar di kalangan pengusaha kecil dan menengah, dan meningkatnya investasi di berbagai bidang.
Kepuasan karyawan memang berpengaruh terhadap kinerjanya, yg perlu saya tanyakan :
1. Apakah karyawan yg sudah puas suatu saat tidak menuntut kepuasannya lg?
2. Bagaimana dengan karyawan yg tidak lain adalah orang2 sekitar usaha?
Karena melihat tingkat kepuasan manusia sangat berbeda, sikap apa yg bisa kita ambil apabila mayoritas karyawan kita sudah puas tetapi hanya beberapa saja yang tidak puas?
Dan yang perlu diperhatikan bahwa usaha memang idealnya mempunyai struktur dan manajemen yg baik, terus bagaimana nasib orang2 yang SDM rendah, Modal Kecil, dan kurang mengerti terhadap manajemen? apakah mereka akan selalu mempunyai penghasilan/pekerjaan begitu2 saja?
@ Popo, ya saya rasa level ekspektasi orang akan kepuasan kerja akan makin meningkat….sebab itu, perusahaan mesti terus memberikan service yang kian baik juga kepada para karyawannya.
Pak Yodhia Yth,
saya Effendi, sebelumnya saya sedang menyelesaikan tugas akhir dengan tema analisis pengaruh usaha (karyawan), kemampuan (karyawan), dan dukungan (perusahaan) dalam meningkatkan kinerja karyawan.
saya mau tanya buku atau jurnal apa saja yang membahas tema saya diatas……..
atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih
@ Effendi, Anda bisa kontak dan visit perpustakaan favorit saya, dengan alamat dibawah ini. Koleksi mereka sangat lengkap.
PPM Information Resource Center
Jl. Menteng Raya 9, Jakarta 10340
Tel: 021-3902572, 021-2300313 ext 1163, 1961-62
Fax. 021-2302040, 2302051
E-mail: pustaka@lppm.ac.id
Karena angka job seeker belum balance dengan lapangan kerja, tingkat kepuasan karyawan cenderung terabaikan. Kepuasan employee terletak pada “yang penting sudah dapat pekerjaan”! Kesombongan perusahaan terletak pada “tidak puas sama kami silahkan pergi”!
Blog Cantik
https://pyramid-online.blogspot.com
Salam Kenal Pak Yodhia Yth,
puji Syukur kepada Allah baru – baru ini saya dapat amanah sebagai Koordinator di sebuah perusahaan Outsourcing di Surabaya, saya igin membuat anggket yang isinya bisa saya gunakan sebagia alat ukur kepuasan karyawan serta harap karyawan kedepan sehingga dari hasil tersebut saya bisa menselaraskan antara visi perusahaan dan kepuasan karyawan. Apakah Pak Yodhia punya daftar pertanyaan yang bisa saya gunakan untuk angket tersebu. Terima Kasih
@ Cholik, saya kira Anda bisa mengembangkan pertanyaan yang relevan berdasar contoh-contoh yang saya tuliskan dalam artikel diatas.
Saya tertarik dengan blog nya yang banyak membahas masalah angket karyawan dan management termasuk KPI yang berkaitan dengan system HRD.
Saat ini saya memerlukan daftar pertanyaan angket untuk tingkat kepuasan karyawan kami apakah kami bisa menerima daftar pertanyaan tersebut.
Bantuannya saya ucapkan terima kasih.
Regards,
Prihandiyono
Menarik artikel yang disampaikan, mohon apabila kepuasan sebagai karyawan pns, bagaimana cara menilainya
https://unnes.ac.id
Minar (24) : tekniknya sama saja….ndak peduli apakah pegawai swasta, PNS atau pegawai lembaga nirlaba.
pak yodhia apakah ada referensi konsultan survey kepuasan karyawan? diemail juga tidak apa2 jawabannya… atau kl bapak sendiri, bisa gak ya pak, krn perusahaan tempat saya kerja sedang mencari konsultan…trims..