Setiap tahun menjelang hari lebaran, sekitar 8 juta penduduk Jabodetabek (dan kota-kota besar lainnya) melakukan ritual tahunan yang penuh gemuruh : pulang mudik, pulang ke kampung halamannya. Dan setiap tahun pula, mendadak kota Jakarta menjadi lebih senyap, menjadi lebih longgar.
Kalau saja para pemudik itu tetap tinggal di kampung halaman selamanya, kota Jakarta (dan kota-kota besar lainnya) mungkin tidak terlalu letih menanggung beban. Sementara ribuan kampung halaman akan tetap semarak sepanjang tahun, memantulkan geliat ekonomi yang sumringah.
Namun sayang itu belum terjadi. Jutaan kaum urban itu – seperti syair dalam lagu Koes Plus – akan segera kembali ke ibukota Jakarta. Sebab disanalah mungkin harapan terus berkibar-kibar. Sebab disanalah, patung Selamat Datang di Bundaran HI terus melambai-lambai : menyambut sang pemudik untuk datang kembali.
Dan Jakarta kembali seperti semula : kian lelah menanggung beban, kian termehek-mehek menopang jutaan warganya. Continue reading