Anda semua pasti ingin agar skills dan level kompetensi yang Anda miliki bisa terus tumbuh dan berkembang. Sebab dengan itu, potensi yang menempel dalam sekujur raga Anda bisa terus menemukan taman subur untuk bermekaran. Sebab dengan itu, jejak kontribusi yang Anda pahatkan bisa terus tergambar dengan penuh keindahan.
Entah Anda seorang pekerja profesional ataupun insan pelaku bisnis, pada akhirnya level skills dan kompetensi-lah yang akan menjadi pembeda : apakah organisasi tempat Anda berkiprah akan terus melesat, atau termehek-mehek dalam kubangan kinerja yang buruk dan memilukan.
Lalu, cara apa yang paling ampuh untuk mengembangkan level skill dan kompetensi kita? Cara paling paten yang bisa kita anyam untuk merajut hamparan kinerja individu yang rancak nan menggetarkan?
Beruntung, arena untuk menempa kompetensi itu terus bertebaran dimana-mana. Setiap tahun, perusahaan mengeluarkan investasi hingga milyaran rupiah untuk melaksanakan pelatihan bagi karyawannya – entah dalam bentuk in house training ataupun via public workshop.
Sementara itu, beragam seminar untuk peningkatan kompetensi terus muncul dengan aneka tema : mulai dari cara memulai bisnis dengan modal kartu kredit, cara berkomunikasi dengan efektif hingga pelatihan teknik praktis untuk menyedot WC.
Tak ada yang salah dengan semua pelatihan dan seminar itu. Namun sejumlah riset menunjukkan bahwa class room training and seminar merupakan cara yang paling TIDAK efektif untuk meningkatkan kompetensi dan ketrampilan. Doh.
Kalau begitu, lalu cara apa yang lebih ampuh? Beragam studi dengan jelas menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mengembangkan kompetensi adalah melalui ini : praktek yang berbasis pada pengalaman nyata. Practices – lots of practices — based on real experiences.
Pengalaman adalah guru yang terbaik. Ah, kita suka lupa dengan pepatah klasik ini. Padahal, penelitian empirik membuktikan bahwa melalui serangkaian praktek berbasis pengalaman nyata-lah, maka proses pengembangan kompetensi bisa berjalan secara optimal.
Berangkat dari prinsip simpel dan fundamental itulah, kini kemudian dikenal apa yang disebut sebagai “action-based learning process”. Atau proses pembelajaran berbasis pengalaman dan tindakan nyata (action).
Cara konkritnya begini : proses pembelajaran biasanya dilakukan dalam rentang 3 hingga 6 bulan, dan dipecah dalam sesi-sesi pertemuan mingguan atau dua-mingguan (weekly atau bi-weekly meeting) selama dua hingga tiga jam.
Apa yang dipelajari dalam sesi-sesi pertemuan itu? Materinya bisa beragam – bisa tentang leadership skills, communication skills, creativity, atau tema teknis seperti project management, talent development system, dan business strategy.
Namun konten utamanya selalu berbasis pada pengalaman dan praktek nyata para pesertanya. Adakalanya, fasilitator memberikan tugas praktek (atau real project) yang harus dijalankan oleh para partisipan. Melalui penugasan dan real projects inilah, para peserta terus di-dorong untuk mempraktekkan langsung materi-materi yang di-jadikan tema pembelajaran.
Nah, dalam sesi-sesi pertemuan itu, fasilitator kemudian berperan untuk “men-struktur-kan pengalaman nyata para pesertanya” ke dalam poin-poin pembelajaran yang ampuh. Beragam tindakan nyata dan praktek langsung peserta digali dan di-eksplorasi. Dan kemudian di-refleksi-kan menjadi learning points yang bermakna dan menghujam di benak peserta (menghujam sebab benar-benar berbasis pada pengalaman nyata).
Dalam proses itu, fasilitator lebih berperan sebagai coach (dan bukan instruktur yang memberi kuliah bertele-tele). Sebagai coach, fasilitator berperan memberikan feedback serta insight kepada para peserta atas pengalaman nyata yang telah mereka praktekkan. Dan kemudian menyerap poin-poin pembalajaran yang bisa dipetik dari praktek/pengalaman riil itu.
Learning by doing. Learning based on real experiences. Inilah sejatinya cara paling paten untuk meningkatkan level kompetensi dan skills Anda semua.
Para pengelola SDM di semua organisasi/perusahaan harus segera menyusun rencana serius untuk mulai mempraktekkan pendekatan ini. Dan bukan hanya sekedar buang uang ratusan juta untuk mengirim karyawannya pergi ikut training, dan setelah tiga bulan, semua materi menguap tanpa bekas. Lenyap bersama angin. Gone with the wind.
Pengalaman adalah guru yang terbaik
Bagaimana konstruksi perangkat pemebelajaran yg disediakan seorang fasilitator pelatihan bisnis model di atas, sperti kurikulum, silabus dan penilaian. Dan menjelaskan sementara mengapa in class training/seminar tak menghasilkan apa-apa, apalagi praktek ini hanya menekankan aspek terentu kecakapan/ketrampilan bisnis.
Tulisan di atas pun masih bias antara self-active learning dengan self-active learning meski sdh menegaskan prinsip adult education.
Analogi peningkatan ketrampilan dan keterampilan bisnis adalah berenang. Siapapun dan untuk alasan apapun tak dapat meningkatkan kecakapan/ketrampilan dan kompetensi tanpa menerjunkan diri di kolam renang/sungai. Selama tak menerjunkan diri, arus, suhu dll yg merepresentasikan lingkungan, seorang pelaku bisnis minimal mampu bertahan.
Learning by Doing. Senjata ampuh kesuksesan. Terimakasih Pak Yodh!
Thanks Bang Yodh utk tulisannya.
Tantangan yg dihadapi dalam menerapkan konsep action based learning process di atas adalah rendahnya komitmen dari peserta utk menghadiri pertemuan dan menerapkan action plan/action learned setelah sesi berakhir.
Cenderung pada pertemuan pertama peserta antusias dan membuat action plan bagi diri masing-masing. namun pada pertemuan kedua dan selanjutnya, tingkat kehadiran peserta menurun (dgn alasan sibuk produksi), action plan yg sdh dibuat progressnya rendah atau bahkan belum disentuh (lagi-lagi alasan produksi), dst…dst..
Saya jd ingat kata-kata bijak; We tend to overestimate the Event (seminar, workshop, etc.) but under estimate the Process…
salam dari Riau,
setuju dengat Canny Bhakti Rahardja..”Learning by Doing” is the best way to learning process…
benar sekal pak yod. saya adalah tipe orang yang sulit sekali memahami teori, dan selama saya terapkan prinsip learning by doimg maka kopetensi saya seakan melejit.
Terima kasih pencerahannya pak yod. Pengalaman adalah guru yang paling hakiki jika kita bisa belajar dari pengalaman tersebut. Kunci berikutnya adalah bagaimana menelaah pengalaman tersebut menjadi sebuah kekuatan atau kelemahan dalam diri untuk menggapai tujuan yang lebih baik.
Teimakasih atas sharing dan ilmunya insya allah sangat bermanfaat sekali bagi mereka yang ingin meningkatkan skill level dan kompetensinya untuk meraih kesuksesan.
Indah dan Nikmatnya berbagi
Salam
R a h m a n
terimakasih banyak untuk info – infonya yang maknyus..
Menarik sekali, prinsip diatas biasa saya temui dalam bentuk konsep mentoring.
Para mentor biasanya level kepala divisi diberikan anak mentor level manager di luar divisinya. Dalam rentang beberapa periode anak mentornya akan diuji oleh kepala divisi lain secara silang/cross examination. Hasil peringkat anak mentor terbaik akan mempengaruhi point KPI dari sang mentor (kepala divisi tsb)
Salam,
Wahyudi
http://www.AvailableArtcle.com
Fahri (4) : semestinya, hal itu akan bisa dihindari jika action plan/project yang disusun benar-benar langsung berkaitan dengan pekerjaan.
Justru action plan/project itu akan mampu memberikan sumbangan bagus bagi peningkatan produksi (jadi agak ndak pas kalau di-kontradiksi-kan dengan “alasan produksi”)…..artinya project plan itu bagian yang inheren dengan proses produksi yang mereka tengah jalankan.
Uraian Anda mungkin bisa dipahami jika project plan yang disusun tidak membumi, atau tidak connected dengan real job peserta. KAlau connected, semestinya proses pembalajaran akan bisa berlangsung dengan optimal.
Learning by doing. Learning based on real experiences.Kita butuh di proses tiap saat untuk menjadi lebih baik.Sukses tuk Pak Yodhia
Like ur article Mr. Yodhia ^^
Artikel yang luar biasa..
sangat membantu saya untuk menjadi seorang coach di masa depan nanti.
saya sangat sangat setuju dengan bang yod dan rekan rekan, yaitu pengalaman adalah guru yang paling utama, tapi pengalaman tanpa di sertai pengetahuan yang benar,.. jadinya adalah…?
Adhi Agung (15) : uraian diatas tentang experienced-based learning, jadi ada proses learn, act and reflect.
Jadi ada kombinasi yang kuat antara pengalaman dan pengetahuan, disinergikan menjadi kekuatan pembelajaran yang ampuh.
bang yod, maaf tadi comment saya belum selesai, eh kepencet…
hehehe mohon maaf.
iya, ini saya mau berbagi mengenai sistem improvement di perusahaan saya.
tahun ini manajemen gencar2nya mensosialisasikan mengenai core value berbasis kompetensi….
mohon masukannya bang yod……
Adhi Agung (17) : sosialisasi core values/competency justru akan sangat efektif jika dilakukan dengan metode yang saya uraikan diatas.
Jadi core values selalu digali melalui pengalaman2 nyata para partisipan….sebab kan values justru akan efektif jika di-praktekkan….jadi learning by practicing/doing ini akan cocok sekali dengan inisiatif anda itu.
Saya jadi tiba-tiba teringat pada model experiantial learning milik Kickpatrick. Apakah Learning based on real experiences menggunakan learning cycle semacam milik Kickpatrick juga? terima kasih Pak Yodhia
Maaf, Pak Yodhia. Ralat.
1. Ejaan nama tokoh tersebut bukan Kickpatrick, melainkan Kirkpatrick. InsyaAllah, sudah saya cek.
2. Learning model yang saya maksud bukan model milik Kirkpatrick, melainkan dari David Kolb.
Jadi, apakah learning based on experience sebagaimana yang Pak Yodhia ulas menggunakan (semacam) experiential learning model dari David Kolb? termasuk learning cycle-nya.
terima kasih
tapi saat ini.. training masih menjadi hal yang sering dlakukan… 😀 harusny memang action ya belajar.. ya dikerjakan…
FAdhila (20) : ya, mirip seperti itu, dengan siklus : learn –> act —> experience —> reflect —> learn.
Learning + practicing + reflecting jadi kombinasi yang saling mengikat, dan mampu memberikan impak yang powerful.
terimakasih atas informasi yang berguna mas
semoga dapat saya terapkan di organisasi saya
—febri
sepakat gan, praktek dan pengalaman memang sangat membentuk kemampuan dan kompetensi kita ke depannya 🙂
salam hangat!
I hear-I forget, I see-I remember, I participate-then I understand.
Yup smua dilakukan secara bertahap perlahan tapi pasti butuh kesabaran dan konsisten, berlatih dan terus berlatih semoga skil dan pengetahuan kita terus meningkat, ^^
Akses informasi sudah sangat mudah diperoleh, sehingga memudahkan kita untuk mempelajari sesuatu. Sekarang tinggal ACTION kita, Fokus dan Komitmen.
Bang Yodh,
terima kasih feedbacknya! saya coba review kembali dan buat perbaikan utk kedepannya.
salam,
Fahrizal Tampubolon
Thanks mas Yodhia…
Luar Biasa 🙂
wwww ini dia mantab gan, memang pengalaman adalah guru yg terbaik, ap artinya memberikan training atau pelatihan tidak kan bisa menjadi baik kalau kita tidak melakukanya sendiri, thanks ms.. lanjout ^^
Banyak bisnis sukses dengan otak kanan, konsep simpel, actionnya yang gila-gilaan
Salam sukses…
doakan semoga bisa segera mempraktekkan nasihat ini 🙂
“Take it action right now” Layaknya belajar menaiki sepeda, jika hanya teori saja yang dipelajari niscaya kita tidak pernah bisa menaiki sepeda sesungguhnya. Ketika kecil kita pernah jatuh beberapa kali untuk berusaha berjalan. Toh akhirnya kita bisa melakukannya plus berbagai aktivitas lainnya.