Pertimbangan Manajemen Bisnis dalam Memilih Agus, Ahok atau Anies

Tidak-Liburan-Ke-Luar-Kota-Ide-Staycation-Dan-Liburan-Di-Jakarta-Ini-Akan-Sangat-Membantu-KalianPilkada DKI akan segera dilaksanakan tanggal 15 Februari 2017, tinggal beberapa hari lagi.

Ekonomi bisnis Jakarta tak pelak merupakan urat nadi negeri ini. Sekitar 70% peredaran uang ada di kota Jakarta. Maka proses pemilihan top leader ini mungkin memberikan impak yang signifikan bagi roda ekonomi bisnis bangsa ini.

Jadi siapa top leader Jakarta yang layak dipilih?

Dalam perspektif human capital management, memilih leader yang tepat amat krusial dampaknya.

Saat Anda memilih leader yang tidak kompeten, atau juga the right man on the wrong place, maka hidden cost-nya amat mahal.

Ya benar – biaya akibat memilih leader yang tidak kompeten amat mahal harganya. Dan ini merupakan problem yang serius di negeri ini.

Problem birokrasi di negeri ini ada dua : korupsi dan aparat yang tidak kapabel.

Benar biaya korupsi memang mahal. Namun memilih top leader yang tidak kapabel sebenarnya menimbulkan “hidden cost” yang jauh lebih mahal – bisa puluhan kali lipat lebih costly daripada sekedar biaya korupsi.

Hidden cost ini misal muncul dalam projek yang terlambat, pelayanan publik yang buruk, tidak punya langkah terobosan yang inovatif dan value added, dst, dst. Kalau dikuantifikasikan, ongkos ini akan amat mahal.

Namun memang hidden cost leader yang inkompeten tidak begitu “mencolok” dan “kalah heorik” dibanding korupsi. Padahal implikasinya jauh lebih serius.

Itulah kenapa kita memerlukan lebih banyak top leader yang kapabel seperti Ridwan Kamil, Risma (Surabaya) atau Anas (Banyuwangi).

Itulah pandangan dari sisi human capital management tentang top leader competency.

Sekarang dari tiga kandidat yang ada : Agus, Ahok dan Anies, siapa yang paling layak dipilih?

Agus Harimurti Yodhoyono. Figur ini sejatinya sosok perwira muda yang cemerlang (lulusan terbaik Akademi Militer 2000 – dan kelak layak menjadi Panglima TNI).

Ia juga sosok yang hobi membaca dan pernah mengenyam pendidikan pasca sarja di Harvard – sekolah top dunia. Ia mungkin bisa menjadi figur milter intelektual yang bagus.

Namun performanya dalam Debat 1 dan 2 agaknya kurang meyakinkan. Jawabannya cenderung terlalu mengawang-awang dan terlalu banyak jargon yang tidak konkret. Sayang sekali.

Padahal Agus tampaknya punya talenta untuk lebih cekatan dibanding ayahnya yang dulu tergolong terlalu hati-hati dalam make decisions. Agus lebih trengginas – mungkin lebih meniru gaya ibunya yang cekatan.

AHOK. Kinerja dia dalam mengelola Jakarat sebenarnya relatif memuaskan (seperti yang terlihat dalam berbagai survei kepuasan publik).

Sungai-sungai menjadi lebih bersih, pasukan Oranye menjadi legenda, dan Kalijodo disulap menjadi taman yang amazing. Fakta berbicara dengan cukup meyakinkan.

Langkah terobosan Ahok juga beragam dan dia cepat dalam make decision and action (sebuah tindakan yang amat dibutuhkan untuk mengelola Jakarta yang penuh bottlenecks).

Namun sayang, gaya komunikasi dia cenderung frontal dan kurang elegan. Sejumlah blunder krusial dia lakukan; dan implikasinya mungkin bisa fatal.

Sejumlah kalangan Muslim juga menolak Ahok dengan penuh heroisme dan vokal. Resistensi ini kelak bisa terus memunculkan instabilitas politik dan keamanan – sebuah petaka bagi kalangan pebisnis yang merindukan ketenangan.

Resistensi yang menyebabkan kegaduhan politik ini bisa sangat merugikan iklim investasi. Dan sudah pasti, kalau ada demo yang rame dan gaduh, omzet bisnis penjualan cenderung anjlok.

Kecuali omzet bakul ketoprak dan pedagang asongan yang selalu rame pas jualan ditengah demo. Makin sering demo, makin senang para pedagang kecil ini 🙂 🙂

Anies Baswedan. Sosok ini dikenal sebagai figur yang cukup santun, punya integritas, bersih dan dikenal sebagai “orang baik – good man”.

Anies memang kaya akan gagasan dan pemikiran. He is a good thinker. Mudah-mudahan figur Sandi sebagai wakilnya bisa menjadi komplemen yang cekatan melakukan aksi nyata (dan bukan hanya sekedar membangun wacana filosofis khas pemikir).

Disclosure : Anies ini dulu teman seperjuangan saat kami masih sama-sama mahasiswa kere (tapi penuh idealisme). Beberapa kali satu panggung, saat kami bersama memberikan orasi saat dulu melawan keganasan Rezim Soeharto.

DEMIKIANLAH sekilas analisanya.

Dari sisi manajemen kinerja, mungkin Ahok pilihan yang reasonable. Namun dari sisi risk management, pilihan ini memunculkan risiko ancaman gejolak dan instabilitas keamanan yang merugikan iklim bisnis.

Pilihan Anies dan Agus mungkin akan membuat laju terobosan kinerja di Jakarta akan sedikit melambat; namun punya potensi untuk membuat Jakarta yang relatif lebih tenang dan jauh dari kegaduhan publik.

Jadi kalau diminta untuk memilih, apa preferensi pilihan saya?

Saya termasuk golongan “undecided voters” (swing voters). Karena masih swing, saya mungkin bisa lebih netral dan berimbang dalam memberikan penilaian – bukan seperti mereka yang fanatik terhadap satu calon, dan karenanya mudah terjebak dalam “confirmation bias trap” yang acap penuh emosi.

Apa Ahok layak dijadikan pilihan? Kinerja dia mengesankan. Ia juga dikenal anti-korupsi, bersih, tegas dan penuh action (sejumlah elemen krusial untuk memimpin Jakarta).

Namun sayangnya, resistensi yang menggelora ditambah gaya komunikasi dia yang cenderung frontal dan tidak sensitif, rentan memunculkan komplikasi dan kegaduhan publik yang tidak produktif. Komplikasi ini bisa amat menganggu iklim bisnis dan investasi. Dari perspektif bisnis, ini adalah pilihan yang kurang menguntungkan.

Karena itu, pak Ahok is not my choice, but I will be missing him so much.

Apakah Agus layak jadi pilihan? Sejatinya Agus ini menjanjikan potensi leadership yang cekatan dan tegas.

Dari obersvasi psikologis, Agus lebih mewarisi gabungan gen kakeknya, Jendral Legendaris Sarwo Edi yang tegas dan ibunya yang cepat bertindak. Menurut saya, leadership capabilities Agus lebih solid dibanding ayahnya.

Karena itu, Agus ini merupakan pilihan yang cukup menjanjikan.

Bagaimana dengan Anies? Sekali lagi, he is a good man dan punya integritas.

Anies mungkin akan lebih menyentuh sisi humanisme dalam membangun Jakarta (mungkin akan lebih fokus pada harmoni sosial, pergerakan komunitas dan beragam festival kebudayaan).

Jika disertai dengan implementation skills yang solid, Anies sangat berpotensi menjadi leader yang menginspirasi warganya untuk ikut bergerak. Ia memang piawai dalam membangun “dimensi manusia” dalam proses pembangunan bangsanya.

Ia punya potensi untuk menjadi “little Soekarno” yang mampu menghipnotis segenap warganya untuk optimis bergerak dan membangun masa depan.

Lebih karena alasan yang bersifat personal, saya memang cenderung akan lebih memilih Anies sebagai CEO Jakarta. Namun saya tetap menaruh respek mendalam terhadap pak Ahok, dan juga mengapresiasi potensi leadership mas Agus.

Terlepas dari pilihan saya yang mungkin salah dan tidak ideal, saya memprediksi Anies Baswedan yang akan terpilih menjadi Gubernur DKI baru.

Photo credit by : Timothy Tiah