Di era digital seperti ini saat, model pembayaran digital tampaknya kian marak.
Kita asyik berbelanja online karena bisa melakukan pembayarannya dengan mudah melalui transfer via mobile banking. Kini juga banyak tersedia layanan digital wallet seperti Gopay, Ovo, Dana, LinkAja, dan lain-lain. Melalui dompet digital ini, kita bisa melakukan aneka pembayaran semudah tap, tap, klik, klik.
Namun di balik kemudah dan kenyamanan itu, terselip sebuah realitas yang agak muram. Realita yang muramnya adalah seperti ini : ternyata menggunakan metode digital payment saat kita berbelanja dan melakukan aneka pembayaran, mendorong pola konsumsi kita untuk menjadi makin boros.
Dengan kata lain, memakai digital payment ataupun digital wallet diam-diam akan membuat kita makin konsumtif dan boros mengeluarkan uang.
Sebuah studi menunjukkan kebiasaan Anda menggunakan metode digital payment akan membuat frekuensi pengeluaran bulanan Anda rata-rata akan mengalami kenaikan hingga 23%, sebuah angka yang cukup signifikan. Maknanya adalah kemudahan menggunakan digital payment akan membuat Anda menjadi lebih aktif belanja dan mengeluarkan uang.
Studi lain menunjukkan Anda memang cenderung akan menjadi lebih boros saat melakukan aneka pembayaran melalu digital wallet.
Fenomena ini mungkin layak kita sebut dengan istilah digital payment trap. Maknanya adalah : kemudahan melakukan aneka pembayaran secara digital, ternyata justru menjebak kita untuk menjadi pribadi yang lebih boros dan konsumtif.
Sebagian orang mungkin telah mengalaminya secara nyata. Karena sudah memiliki aplikasi digital wallet di hape-nya, seseorang menjadi asyik pesan in itu. Pesan makan siang? Tinggal tap. Pesan kopi susu? Tap. Pesan pisang keju? Tap. Semuanya semudah tap tap, klik dan scroll.
Demikian pula, dengan aplikasi mobile banking yang dimiliki, seseorang mungkin jadi cenderung suka belanja online. Setelah pesan ini itu, ia tinggal lakukan transfer online melalui aplikasinya. Semuanya juga mudah dilakukan.
Sayangnya, keasyikan tap, tap, klik, klik semacam itu bisa membuat saldo gajinya habis sebelum tanggal gajian datang kembali. Ia baru sadar, saat mendadak melihat saldonya sudah habis tak tersisa karena keasyikan memakai digital payment.
Pertanyaannya kenapa melakukan pembayaran dengan menggunakan digital payment akan membuat kita cenderung lebih boros dibanding menggunakan uang kas secara fisik?
Para peneliti dalam financial behavior menyebut ada sebuah faktor yang menyebabkan kita menjadi lebih boros saat memakai pembayaran tanpa memakai uang fisik secara nyata.
Faktor tersebut dinamakan dengan istilah “Pain of Paying” (atau rasa sakit atau semacam rasa sedih karena harus membayar dan mengeluarkan uang).
Jadi begini. Kita itu ternyata memiliki ikatan emosi yang cukup kuat dengan uang fisik yang kita miliki. Kita memiliki keterikatan ini sebab uang fisik ini benar-benar memiliki bentuk nyata (tangible form) – misal berupa uang kertas lima puluhan ribu atau ratusan ribu.
Penelitian menunjukkan saat kita membayar dengan menggunakan uang fisik, kita benar-benar merasakan kehilangan. Saa kita pelan-pelan mengeluarkan lembaran demi lembaran uang 50 puluh ribuan dari dompet demi membayar sesuatu, kita merasakan rasa kehilangan dan semacam pain of paying.
Pain of paying adalah sejenis rasa kehilangan secara nyata karena kita mengeluarkan uang fisik dari dompet. Kita benar-benar merasakan kehilangan sebab bentuk fisik atau wujud tangible uang lembaran itu benar-benar kita keluarkan secara nyata.
Pain of paying itulah yang bisa membuat seseorang menjadi lebih cermat dalam melakukan pengeluaran atau belanja. Kenapa? Sebab ia tidak ingin berkali-kali mengalami rasa sakit karena harus membayar uang fisik secara nyata.
Penelitinya menyebut : itulah manfaat uang kas fisik. Karena bentuknya nyata, maka Anda memiliki keterikatan yang lebih kuat dengannya. Dan karena rasa keterikatan ini, maka Anda akan menjadi merasa lebih kehilangan saat mengeluarkannya buat berbelanja. Anda mengalami pain of paying saat melakukan belanja dengan menggunakan uang fisik.
Dan karena itu, Anda menjadi lebih cermat dalam melakukan pengeluaran uang fisik, sebab Anda tidak ingin mengalami pain of paying berkali-kali.
Nah, saat Anda melakukan pembayaran dengan metode non cash (misal via digital payment atau dengan memakai kartu debit), maka pain of paying itu seolah hilang. Kenapa hilang? Karena dalam prosesnya, tidak ada uang fisik nyata yang terlibat di dalamnya. Semuanya serba digital. Bentuk uangnya tidak nyata. Intagible. Hanya muncul dalam kode-kode angka digital.
Rasa kehilangan Anda saat melakukan pembayaran secara digital seolah “lenyap”. Sebab dalam proses itu memang Anda sama sekali tidak mengeluarkan uang fisik secara nyata dari dompet Anda. Anda hanya klik-klik, atau tap-tap, atau gesek kartu debit.
Penelitian menunjukkan, dalam proses pembayar digital itu, perasaan pain of paying menjadi menurun. Saat melakukan pembayaran secara digital, Anda merasa tidak pernah benar-benar mengeluarkan uang secara fisik. Kondisi ini membuat rasa kehilangan Anda akan uang menjadi menurun.
Akibatnya apa? Jelas, karena perasaan pain of paying menurun, maka Anda menjadi makin enteng mengeluarkan uang dan berbelanja. Anda menjadi cenderung lebih mudah mengeluarkan uang. Sebab rasa kehilangan uang Anda tidak begitu tinggi.
Uraian mengenai pain of paying inilah yang menjelaskan sisi kelam dari digital wallet seperti Gopay, Dana hingga aneka mobile banking. Karena hanya berupa kode angka-angka digital, kita tak pernah merasa terlalu bersalah mengeluarkan uang. Tahu-tahu sebelum tanggal tua, saldo uang kita keburu sudah habis.
Dan kita hanya bisa manyun.