Hari-hari ini, langit diatas kota Tokyo terasa begitu kelabu. Ada kegetiran yang mencekam dibalik gedung-gedung raksasa yang menjulang disana. Industri elektronika mereka yang begitu digdaya 20 tahun silam, pelan-pelan memasuki lorong kegelapan yang terasa begitu perih.
Bulan lalu, Sony diikuti Panasonic dan Sharp mengumumkan angka kerugian trilyunan rupiah. Harga-harga saham mereka roboh berkeping-keping. Sanyo bahkan harus rela menjual dirinya lantaran sudah hampir kolaps. Sharp berencana menutup divisi AC dan TV Aquos-nya. Sony dan Panasonic akan mem-PHK ribuan karyawan mereka. Dan Toshiba? Sebentar lagi divisi notebook-nya mungkin akan bangkrut (setelah produk televisi mereka juga mati).
Adakah ini pertanda salam sayonara harus dikumandangkan? Mengapa kegagalan demi kegagalan terus menghujam industri elektronika raksasa Jepang itu? Di Senin pagi ini, kita akan coba menelisiknya.
Serbuan Samsung dan LG itu mungkin terasa begitu telak. Di mata orang Jepang, kedua produk Korea itu tampak seperti predator yang telah meremuk-redamkan mereka di mana-mana. Di sisi lain, produk-produk elektronika dari China dan produk domestik dengan harga yang amat murah juga terus menggerus pasar produk Jepang. Lalu, dalam kategori digital gadgets, Apple telah membuat Sony tampak seperti robot yang bodoh dan tolol.
What went wrong? Kenapa perusahaan-perusahaan top Jepang itu jadi seperti pecundang? Ada tiga faktor penyebab fundamental yang bisa kita petik sebagai pelajaran.
Faktor 1 : Harmony Culture Error. Dalam era digital seperti saat ini, kecepatan adalah kunci. Speed in decision making. Speed in product development. Speed in product launch. Dan persis di titik vital ini, perusahaan Jepang termehek-mehek lantaran budaya mereka yang mengangungkan harmoni dan konsensus.
Datanglah ke perusahaan Jepang, dan Anda pasti akan melihat kultur kerja yang sangat mementingkan konsensus. Top manajemen Jepang bisa rapat berminggu-minggu sekedar untuk menemukan konsensus mengenai produk apa yang akan diluncurkan. Dan begitu rapat mereka selesai, Samsung atau LG sudah keluar dengan produk baru, dan para senior manajer Jepang itu hanya bisa melongo.
Budaya yang mementingkan konsensus membuat perusahaan-perusahaan Jepang lamban mengambil keputusan (dan dalam era digital ini artinya tragedi).
Budaya yang menjaga harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radikal nyaris tidak pernah bisa mekar. Sebab mereka keburu mati : dijadikan tumbal demi menjaga “keindahan budaya harmoni”. Ouch.
Faktor 2 : Seniority Error. Dalam era digital, inovasi adalah oksigen. Inovasi adalah nafas yang terus mengalir. Sayangnya, budaya inovasi ini tidak kompatibel dengan budaya kerja yang mementingkan senioritas serta budaya sungkan pada atasan.
Sialnya, nyaris semua perusahaan-perusahaan Jepang memelihara budaya senioritas. Datanglah ke perusahaan Jepang, dan hampir pasti Anda tidak akan menemukan Senior Managers dalam usia 30-an tahun. Never. Istilah Rising Stars dan Young Creative Guy adalah keanehan.
Promosi di hampir semua perusahaan Jepang menggunakan metode urut kacang. Yang tua pasti didahulukan, no matter what. Dan ini dia : di perusahaan Jepang, loyalitas pasti akan sampai pensiun. Jadi terus bekerja di satu tempat sampai pensiun adalah kelaziman.
Lalu apa artinya semua itu bagi inovasi ? Kematian dini. Ya, dalam budaya senioritas dan loyalitas permanen, benih-benih inovasi akan mudah layu, dan kemudian semaput. Masuk ICU lalu mati.
Faktor 3 : Old Nation Error. Faktor terakhir ini mungkin ada kaitannya dengan faktor kedua. Dan juga dengan aspek demografi. Jepang adalah negeri yang menua. Maksudnya, lebih dari separo penduduk Jepang berusia diatas 50 tahun.
Implikasinya : mayoritas Senior Manager di beragam perusahaan Jepang masuk dalam kategori itu. Kategori karyawan yang sudah menua.
Disini hukum alam berlaku. Karyawan yang sudah menua, dan bertahun-tahun bekerja pada lingkungan yang sama, biasanya kurang peka dengan perubahan yang berlangsung cepat. Ada comfort zone yang bersemayam dalam raga manajer-manajer senior dan tua itu.
Dan sekali lagi, apa artinya itu bagi nafas inovasi? Sama : nafas inovasi akan selalu berjalan dengan tersengal-sengal.
Demikianlah, tiga faktor fundamental yang menjadi penyebab utama mengapa raksasa-raksasa elektronika Jepang limbung. Tanpa ada perubahan radikal pada tiga elemen diatas, masa depan Japan Co mungkin akan selalu berada dalam bayang-bayang kematian.
ooh. keren artikelnya
Luar biasa, di dunia ini memang tidak ada kejayaan abadi, perusahaan2 besar yang dulu sering membuat kita silau, kini diambang bencana. Kesuksesan korea tentu menjadi pelajaran berharga dan optimisme bagi kita bangsa indonesia. Kita pasti bisa, mengalahkan mereka juga. #optimist
Bagaimana dengan otomotif jepang?, masih digjaya kah?….
sektor otomotifpun menuntut product development yang mumpuni.Salah satu metodologi product development yang menarik diaplikasikan adalah stage-gate-plan yang dikembangkan oleh Ulrich. Metodologi ini mengaplikasikan feedcabk improvement dalam beberapa tahapan prosesnya sebelum produk dilaunch. sehingga perubahan dilakukan pada saat fase desain. Kelebihaanya fast improvement dan minimum cost.
Naik turun dalam kegiatan ekonomi itu hal yang biasa, tidak semuanya buruk dalam konteks kerja gaya Jepang. Yang penting kemampuan manusia untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan keadaan terkini. Dalam bahasa lain disebut dengan organisasi pembelajar. Saya yakin dengan resources yang ada Jepang akan kembali menjadi kekuatan ekonomi dunia.
Good lesson for both company-owners, management and/or employees…, great.
lalu, bagaimana pengamatan anda pada perusahaan-perusahaan kita di Indonesia? lebih baik dari perusahaan jepang atau justru lebh buruk?
Barangkali merekrut karyawan dg kontrak merupakan salah satu jawaban, namun hal tsb terus ditentang seolah olah tidak manusiawi. Lebih jauh Bang Yodhia kita semua sedang berjuang/ sedang membudidayakan orang 2 untuk berada pada kotak nyaman, kalau begitu secara nasional kita sedang menuju lorong gelap juga ya Pak
Mungkin kalo dgn strategi karyawan Kontrak, tidak akan menguntungkan..
karena,semakin lama seorang bekerja pada satu produk, maka dia akan semakin berkualitas..
nah tinggal di improve skill karyawan tsb. Karena kalo karyawan kontrak, tidak akan terjadi improvement dan development human resource melalui HRD..
so, semua perusahaan harusnya mulai berfikir terbuka, jgnlah melakukan kontrak terhadap karyawannya,karena hal ini tidak akan mampu mengembangkan perusahaan anda..
maaf, saya bukan karyawan..
semoga indonesia bisa maju seperti Korea, Taiwan dan RRC saat ini dan Jepang dimasa lalu.. ayo bangkitlah bangsaku..
umurmu sudah 70 tahun.. sudah sangat matang untuk lebih bangkit lagi… .
Daripada merubah budaya kerja, perusahaan elektro jepang mungkin lebih memilih merubah arah industrinya. Langkah IBM layak ditiru.
Ada satu perushaan elektronik Jepang yang saya tahu sudah mengubah arah industrinya, yaitu Hitachi.
Semenjak elektroniknya Hitachi mengalami kebangkrutan, akhirnya Hitachi mengfokuskan dirinya untuk industri berat seperti permesinan, tenaga pembangkit listrik, lift, dan pembuatan transportasi kayak Mitsubishi dan Kawasaki.
Benar, hitachi relatif sukses melakukan transformasi menjadi perusahaan pemasok industri berat…..disini persaingan tidak sekeras/sebrutal industri konsumer…..
Sekarang ini setidaknya Hitachi sedang fokus untuk membuat mesin-mesin manufaktur mobil.
Kebanyakan mesin pembuat mobilnya Nissan menggunakan mesinya Hitachi.
Roda pasti berputar, hanya yang tanggap situasi lah yang bisa cepat cepat merangkak naik ke atas disaat jatuh kebawah, mengenai budaya senioritas di indonesiapun masih banyak perusahaan baik swasta maupun bumn yang seperti itu, sebetulnya sih gak masalah asal lebih bijak dan lebih mampu.
Analisa pak Yodhia akurat sekali, sepertinya pernah bekerja pada 2 perusahaan besar dari Jepang dan Korea 🙂 …
kebetulan saya bekerja cukup lama di LG dan saya lihat memang kalah bersaingnya perusahaan Jepang dari Korea karena faktor kurangnya inovasi (selain faktor-faktor yang pak Yodhia sebutkan diatas).
Saat pabrik Tabung televisi Toshiba di Cikarang hampir tutup, saya dan beberapa rekan kerja datang kesana untuk membeli parts, machine dan instruments yang masih dalam kondisi bagus karena memang perusahaan kita sejenis.
Kami kaget melihat kondisi pabrik tersebut yang sangat lambat dan kurang inovasi.
Disaat harga tabung televisi semakin murah karena mulai masuknya teknologi LCD pada saat itu perusahaan kami membuat strategi Process Innovation di hampir semua lini tetapi saya melihat itu kurang dilakukan dipabrik tersebut.
Salah satu contohnya adalah melihat Index Time proses produksinya, saya hitung produksinya tidak sampai 8,000 pcs/line/day dan disaat yang sama perusahaan kami sudah bisa mencapai output 11,000 pcs/line/day untuk model produksi yang sama dengan yang mereka produksi.
Intinya adalah setuju dengan pak Yodhia bahwa inovasi sangat penting agar terus dapat survive dan memenangkan kompetisi. Terima kasih pak Yodhia untuk sharing ilmu dan wawasannya. Sukses terus
Elektronika adalah industri yang sarat dengan imajinasi dan inovasi serta cepat perkembangannya. Hanya manufaktur yang menggunakan teknologi tinggi dan bisa memendek kan lead time yang Insya Allah bisa survive.Begitu juga otomotif.
Industri elektronik sangat rentan thd perubahan teknologi,krn masyarakat disuguhi banyak pilihan produk yg inovatif dan bervariasi.
sebenarnya untuk bisa mengikuti keinginan pasar, pabrik elektronik tsb tidak perlu melakukaan totally different, tp cukup dengan inovasi yg cepat dan minimal ikut trend pasar, jika tdk bisa menjadi market leader
Salam,
Wahyudi
http://www.gmuproperty.info
Menariknya dari analisis sebab akibat ini adalah
Faktor yang sama bisa disimpulkan sebagai sebuah keberhasilan sekaligus kegagalan
Faktor budaya, dulu ketika perusahaan jepang jaya, dianggap sebagai faktor keberhasilan
Tapi faktor yang sama pula yang kini dinilai sebagai faktor kegagalan
Lalu mana yang benar?
saya setuju dengan pendapat ini…..
Tepat sekali analisa anda bro….
saya adalah mantan karyawan perusahaan jepang, dan dah 5 tahun ini berpindah ke perusahaan korea, saya amati pertama kali masuk kerja sangat jauh berbeda sekali :
-Speed : kalau dulu perumpamannya saya bisa naik becak, kalo sekarang saya harus naik motor untuk mengejar goal dari perusahaan, jalan sempit, jalan berliku, jalan berbatu, harus tambah terus speednya, bukan malah di turunkan
-Budaya kerja : kalau dulu plan dulu baru kerja, kalau sekarang kerja dulu baru plan, memang terkesan aneh & semrawut, tetapi budaya ini ternyata sangat jitu untuk menjatuhkan lawan, jadi benar seperi ulasan diatas, mereka baru mikir dalam rapat, kita sudah launch
-Price : dulu quality nomor 1 harga mengikuti level quality, sekarang peraslah keringat di handuk yang kering –> ibaratnya dengan kulitas yang sama tapi harga harus murah, maka senantiasa akan timbul ide-ide creative
Kalau persoalannya adalah budaya senioritas, setahu saya, Korea juga mempunyai budaya yang mirip.
Hobi saya adalah mengikuti trend budaya Kpop dan Kdrama yang kini sedang trend dikalangan remaja dan dewasa muda.
Di Korea, bahkan kepada yang lebih tua, harus berbicara dengan formal dan ada batasan-batasan yang tidak boleh disanggah dalam berhubungan secara sosial. Dalam boyband maupun girlband, yang menjadi leader biasanya adalah yang paling tua. Dalam pergaulan sosial, yang tua biasanya yang membayarkan makanan, dan yang lebih kecil harus mau disuruh-suruh dan lazim saja kalau dihardik-hardik kalau salah.
Saya tidak tahu persis, tapi kebiasaan sosial sederhana ini, saya ragu kalau tidak berdampak pada budaya perusahaan juga.
Pada intinya, yang ingin saya tanyakan, apa kelebihan yang signifikan dari Samsung atau LG sehingga perusahaan ini bisa meraksasa ? Bagaimana budaya kerja dan inovasi mereka?
Salah satu kunci kesuksesan Samsung adalah karena strategi promosinya, saya pikir. Korea sangat bangga kepada produk buatan dalam negerinya.
Dalam drama korea, mereka secara tidak langsung mempromosikan tempat-tempat wisata yang ada di Korea, mempromosikan makanan khas Korea, dan memprromosikan gadget yang dipakai, diantaranya Samsung Android.
Dengan ketenaran kpop sekarang, ditambah dengan produk Android yang memang unggul dan harga terjangkau, makin banyak orang yang menggilai Android.
Ktika saya akan membeli smartphone, saya berpikir sangat keras sebelum memutuskan akan membeli blackberry atau Samsung android.
Meski pada akhirnya saya memilih Android karena fitur2 n aplikasinya, drama Korea adalah salah satu yg mempengaruhi saya. Daan banyak anak muda seusia saya yang berperilaku sama.
Bagaimana dengan Industri Game dan Anime nya Pa?disisi ini mungkin mereka masih unggul, cara mereka mendisplay produk dan membuat slide presentasi,menurut saya lebih enak dan informatif serta kadang lucu juga, kedepan nya mungkin industri kreatif yang akan memutar industri lainnya sehingga terbuka lagi medan pertempuran yang baru lagi
Tiffany, memang benar seperti yang anda katakan, di perusahaan koreapun menganut senioritas, tp untuk ide inovasi, pintu sangat terbuka lebar sekali sehingga mereka bisa berpikir out of the box dari dari aturan yang ada, kemudian kalau saya pikir untuk berpromosi itu bukan merupakan kunci kesuksesan, ajang promosi itu lazim dilakukan oleh semua brand, bisa jadi di semua lini bisnis, coba lihat film2 buatan holywood yang sangat kental dengan gaya & produk amriknya, intinya perusahaan korea ini mereka punya challange & visi hingga tahun 2020, bisa dibayangkan bukan?
berikut ini kutipan tulisan Rhenald Kasali di “SINDO” :
Beberapa menit lalu, saat transit di Bandara Sydney, saya menyaksikan sejumlah orang memperdebatkan kasus Samsung. Seorang warga Korea menunjukkan tablet Samsung berlayar kaca antigores yang tak bisa dibuat Apple. Baginya Samsung pahlawan. Samsung bukanlah plagiator sejati karena juga mengembangkan teknologi hardware. Dan baginya, konsumen telah diuntungkan. Buktinya produk berteknologi sama bisa dipasarkan Samsung dengan separuh harga Apple.
Kecepatan adalah kunci. Kecepatan mengalahkan kekuatan
Terimakasih atas pelajarannya hari ini, Pak Yodh!
Arif (2) : untuk sektor otomotif mungkin bisa saja terjadi hal yang sama.
Itulah kenapa top manajemen Toyota pernah bilang : rival yang paling kami takuti bukan BMW atau Mercedes Benz. Tapi Hyundai.
Petinggi Toyota trauma, dan tak ingin nasib Sony menimpa mereka.
Namun memang, di sektor otomotif, perubahannya tidak secapat dalam industri elektronika/gadget. Jadi Toyota dan Honda mungkin masih lebih sulit dikalahkan oleh Hyundai dan yang lainnya.
Tiffany (15) : komentara Anda saya kira sudah terjawab dengan penjelasan Ferox (yang no 14) dan Ariqsami (10).
Bukik (13) : saya kira dua-duanya benar, hanya konteks sudah berubah. Budaya jepang itu mungkin cocok dengan era 20 tahun silam ketika belum ada internet. Sekarang ketika era digital, budaya inovasi mereka terasa amat lamban.
Jadi memang : perubahan menuntut adaptasi. Benar kata Darwin : bukan yang kuat atau yang cerdas yang akan menang. Tapi yang ADAPTIF.
Ada satu lagi yang ingin saya tambahkan, yaitu kurangnya semangat juang anak muda Jepang dewasa ini dibandingkan generasi seusia pada masa era 70an dan 80an (zamannya economic buble). Sementara seperti tulisan di atas, generasi mudalah yang biasanya menjadi tulang punggung inovasi.
Generasi muda Jepang sekarang cenderung lebih manja dan berpikir jangka pendek untuk menghidupi biaya hidupnya. Ini bisa dilihat dengan meningkatnya angka pekerja di Jepang yang memasuki sektor “freelance” atau bekerja “parttime”.
Konon, salah satu penyebab gejala ini adalah kejenuhan anak muda Jepang dengan sistem “one life employment” yang kental senioritasnya.
Selain itu pula, munculnya jenis pekerjaan K3 (Kitsui: Berat, Kitanai: Kotor, Kiken: Berbahaya) sangat dihindari oleh orang Jepang dewasa ini. Ini menunjukkan gejala manja dan pilih2 kerja.
Terlepas dari semuanya itu, semoga kondisi ini membawa manfaat bagi kita semua yang berada di Indonesia.
Sharing menarik, karena memang sesuatu yang tidak bisa berubah adalah perubahan itu sendiri.
Setiap waktu terjadi kemajuan dan kemunduran. Tinggal kita memilih akan ikut yang mana.
artikel yang menarik, thx atas sharingnya
seperti yang terjadi di perusahaan jepang yang berada di Indonesia, teman kami yang banyak bekerja di perusahaan jepang itu mengaku bahwa kenaikan karir mereka melambat, bahkan cenderung lama dan mandeg, sehingga banyak sekali mereka yang sudah mapan memilih untuk resign dan mencari perusahaan baru yang lebih paham akan hal kenaikan pangkat dan motivasi karyawan.
sebetulnya bagus biar loyalitas terbangun tapi kalau di kombinasi sistem buka tutup buat yg muda kreatif, inovativ, dedikasi, loyal, integritas yg bagus di bukakan pintu karier biar program development perusahaan berjalan mengikuti perkembangan zaman
karena inovasi dan kecepatan adalah nafas serta darah dalam organisasi sebuah perusahaan dan itu dimiliki oleh generasi muda
Begitulah perjalanan suatu raksasa, ada waktunya untuk merasa lelah dan akhirnya roboh jika vitaminnya kurang.
Terima kasih infonya
Salam hangat dari Surabaya
wow…pantas saja,, harga produk2 LG murah meriaah…kalah dengan produk jepang, yang notabene, sama2 dalam fitur, bahkan lebih unggul produk2 korea
Saya setuju dengan ulasan Om Yodhia, tp kayaknya belum komplit saya secara pribadi melihat education terhadap pasar produk2 korea begitu tinggi sehingga mereka bisa mempromosikan produknya dengan harga yg murah kualitas ok.
Sementara brand2 jepang sangat percaya diri dengan terus menetapkan harga sesuai ukuran brandnya sendiri tanpa di imbangi oleh inovasi yg mumpuni.
Jadi kesan mahal..dan eklusif tetap melekat.
Sementara sebagian segmen pasar sudah berubah penginnya produk murah, kuat dan inovatif dan itu ada di produk-produk korea.
BTW thanks sharenya…
Th 1998 – 2000 saya di PMA Jepang di Batam ..
Pernah kita tidak punya stock IC karena sudah diborong oleh Samsung ..waktu itu heran saja … kok bisa ya Jepang kalah oleh Korea ..
Tapi semangat kerja orang Jepang yg saya suka …
Oh ya ada tambahan dari ane nih bung Yodhia,
Ngemeng2 tentang internet…Korsel saat ini adalah negara yang mempunyai koneksi internet tercepat di dunia,
menurut Akamai adalah 15Mbps, lihat link berikut :
https://www.iniunik.web.id/2011/07/daftar-kecepatan-internet-172-negara.html#axzz1swuTWICl
Komitmen pemerintah Korea Selatan untuk memfasilitasi warganya dengan sambungan internet sangat tinggi, peningkatan ini terjadi karena internet memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan, sains, informasi up to date, relasi (situs jejaring), hingga ekonomi, bisnis, politik dan religi. Jadi memang arus informasi sangat di buka lebar-lebar dengan tarif yang murah.
Jadi ingat saat pertama kali Jepang membangun industrinya. Waktu itu Jepang pandai sekali “meniru” produk-produk barat dengan kualitas yg lebih baik dan harga yang lebih murah. Langkah ini sekarang sedang ditiru oleh China. China menciptakan “tiruan-tiruan” produk dengan harga yg lebih murah, sayangnya tidak selalu diikuti kualitas yg baik.
Soal Korea, dulu Korea sangat terinspirasi dengan Jepang. Dalam segala hal Korea pengen jadi seperti Jepang. Sekarang impian mereka untuk semaju Jepang tercapai, Korea sedang menikmati masa kejayaan. Jadi kuncinya adalah inovasi & speed dalam pengambilan keputusan. Semoga Jepang segera recovery, cepat belajar dari kesalahan, dan kembali berjaya seperti dulu.
mohon ijin share ya…
bagaimana dengan 5-10 tahun mendatang?? akankah vietnam, thailand atau indonesia mengambil posisi yg sama dgn Korea…pada bidang apapun dmana kita bisa unggul?? Are u ready??
menarik, tapi apa tidak terlalu terburu-buru menyimpulkan demikian. Berapa persen perusahaan jepang yang bangkrut? Lehman bangkrut, ibm bangkrut, general motors bangkrut, yahoo bangkrut…
banyak yang bangkrut belakangan ini atau memang sengaja dijual seperti sampoerna. sebentar lagi saya kira nokia juga bernasib sama
saya kira diperlukan data dan studi mendalam tentang ini
Tak ada yang abadi di dunia ini. Seleksi alam memang selalu terjadi. Ada yang tumbuh berkembang menjulang tinggi. Ada yang layu, rusak dan mati. Semua ini adalah pelajaran berarti. Untuk terus mawas dan introspeksi diri.
Trimakasih artikelnya Bang Yodh, juga para commenter,
memang benar, kecepatan dan inovasi saat ini yang dikedepankan.
action dulu baru plan, wah, bener2 masukan yg baru.
Salam.
Kebetulan saya cukup lama mengenal dan mengikuti perkembangan Jepang, oleh karena itu saya mencoba “meluruskan” analisis Bung Yodhia.
Benar bahwa industri elektronik Jepang sudah mulai ambruk, dan kini menjadi “bangkai pabrik”
Kemudian, apakah industri automotive Jepang juga akan ambruk? jawabannya adalah tergantung, apakah kondisi yang dialmi oleh industri elektronik dan industri yang pekerjaannya mengandung 3-K akan menimpa industri automotive atau tidak.
Jepang sendiri sudah menyadari bahkan sudah hopeless untuk melanjutkan industri consumer product, dan penyebab semua itu bukanlah seperti alasan alasan yang dikemukakan oleh Bung Yodhia.
Masalah yang dihadapi Jepang sekarang ini, dan memang sudah mulai terlihat gejalanya sejal era 80-an, yaitu masalah pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan pertumbuhan lapangan kerja, sehiongga dunia usaha mengalami kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja.
Mungkin kondisi di Jepang inilah yang meng-inspirasi Dave Ulrich dalam pemikirannya yang terakhir, “The Future HR”, yaitu masalah pertumbuhan penduduk.
Saya sendiri, pada akhir tahun 1997, dalam satu rangkaian training, pernah diajak meninjau 3 kawasan pabrik alat musik elektronic yang cukup luas dengan puluhan bangunan pabrik yang besar besar, kosong melompong, tidak beroperasi dan tidak ada manusia di dalammnya.
Ketika saya tanya “mengapa begini?”, jawabannya adalah, “tidak ada lagi generasi muda Jepang yang mau bekerja di pabrik seperti ini. Generasi muda Jepang beranggapan bahwa bekerja di pabrik seperti itu adalah pekerjaan orang orang bodoh.
Bilamana pun Jepang sibuk merelokasi pabriknya ke luar (ASEAN dll), akan tetapi mereka tetap mengalami kesulitan untuk mendapatkan tenaga teknisi muda Jepang yang dapat diharapkan menjadi motor penggerak R&D mereka untuk melakukan product development.
Sebagaimana salah satu komen diatas, generasi mudah Jepang lebih memilih pekerjaan pada perusahaan yang cepat cepat menempatkan mereka di luar Jepang, dan semakin banyak yang memilih buka usaha sendiri (umumnya bidang IT) atau bekerja secara freelance.
Oleh karena itu, sesungguhnya yang menjadi penyebab ambruknya industri elektonica Jepang, dan saya perkirakan akan menimpa seluruh industri consumer product, adalah masalah berkurangnya supply tenaga kerja muda di Jepang.
Mengenai gugatan Bung Yodhia tentang konsep manajemen Jepang, akan saya tanggapi pada homepage saya di http://www.yosibara.com
Kalo dalam konsep UKM, atau memulai bisnis. antara Bodoh dan Pintar.
LG dan Samsung dalam kategory Bodoh. dan Jepang Pintar, lambat tetapi kualitas dan After sales service
Simon JS (38) : saya kira analisa mengenai negeri yang menua, sudah saya address juga di faktor nomer tiga. Jadi ini problem demografi juga; bahkan mungkin ini pemicu utama, seperti yang anda sebutkan.
Namun dua faktor pertama tetap relevan juga. Itu yang membikin perusahaan Jepang agak lamban. Comfort zone. Speti yang disampaikan Ariqsami (komen no 11).
Saya setuju dengan uraian diatas. Tapi faktor “harga murah” juga mungkin jadi penyebab keruntuhan produk2 Jepang.
Ketika Jepang bisa merebut dan menghancurkan industri barat dengan harga murahnya, seharusnya Jepang juga waspada dengan Korea dan China yang akan menghancurkan Jepang dengan harga yang jauh lebih murah lagi.
Di era digital saat ini perubahan teknologi yang sangat cepat dan dapat ditiru saat itu juga. Yang tua dan boyot pasti harus minggir.
Trims. Pak Yodhya atas pencerahannya.
Penduduk disana sangat bangga dengan produk dalam negeri mereka, bahkan mereka mau dan tak segan membeli barang Made in Korea yang lebih mahal dibanding produk sejenis buatan negara lain meskipun lebih murah (dengan alasan yg penting Korea, lebih mahal karena berkualitas dan masuk ke kantong negara sendiri)
Pemerintah Korea pun melidungi Chaebol (konglomerat) asalkan Chaebol itu taat pada peraturan yang berlaku. Kenapa? Karena para Chaebol ini yang bisa mengendalikan ekonomi negeri, dan efek domino kebawah akan sangat luarbiasa jika para Chaebol ini mati. Mereka saling bekerjasama dengan pemerintah untuk membangun negeri secara baik dan benar.
Internet di Korea merupakan surga para surfer, lupakan download untuk disimpan. Mencari file di folder kita bakal lebih lama dari pada search and play langsung dari sumbernya. Setiap hari melihat mereka tip tap gadget sentuh mereka. Belum lagi komunikasi menggunakan Kakao talk yang gratis. Berbagai wifi gratis di public area. Super!
Belum lagi daya listrik yang unlimited, mereka bisa mudah berkreasi dan berinnovasi lebih bebas. Mereka hanya bayar daya yang mereka pakai saja (lupakan daya 350watt, 1300 watt, 2200 watt x_x), sehingga untuk industri kecil yang membutuhkan daya besar tidak perlu repot seperti di negara kita tercinta.
Innovasi dan trend saat ini memang dipimpin oleh Korea, mulai dari busana, gadget, mobil dlsb. Lihat saja kantor KPop yang biasa tapi hasilnya luarbiasa. Itu semua karena innovasi dan kreativitas. Saya kira Hallyu wave akan dominasi sampai 10 tahun kedepan, entah sampai kapan.
Salam @mintorogo
https://a1.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/216145_4637583220893_980934372_n.jpg
ohh begitu, lumayan memberi inspirasi ini Pak.
saatnya yang muda dan yang berinovasi yang berkarya
Warning buat Idonesia jg
entalah indonesia kapan yah bisa bersaing dan jadi penghancur produk luar? sedangkan diluar negeri trs berinovasi pd banyak hal, kt msh sibuk menangulangi korupsi 🙂
Di Perusahaan jepang, ada sebuah kompetisi inovasi “KAIZEN”, apakah ini tidak dianggap sama sekali sama management Jepang?
Tapi Produk lawas mereka tahun 80an kebawah menjadi buruan kolektor…..ehehehe…salam
apakah dengan kerugian yg baru terjadi bbrp thn blkgan bs mengakibatkan kebangkrutan kerajaan merk mereka?
menurut sy mrk akan tetap beradaptasi (yg salah satu caranya adlh menjual merk mrk ke china) dan cara2 lain pasti akan timbul seiring adanya mslh krn kehebatan manusia yg terbesar adlh kemampuan beradaptasi dlm sgl situasi dan kondisi, dan akan semakin menonjol kemampuan tersebutndi kala menghadapi masalah yg smkn besar, berat, dan dihadapi bersama.
sy yakin merk2 sony, sharp, panasonic, dan toshiba msh akan hidup 1000 thn lg.
trmksh atas kebesaran Tuhan dlm menciptakan manusia dan segala kelebihannya (serta kekurangannya)
Wow… wow… tulisannya menarik, dan diskusi di kolom komentar seru. Keduanya telah menambah pengetahuan dan wawasan saya. Terima kasih 🙂
Apapun yang terjadi dengan perusahaan2 elektronik Jepang, saya tetap salut dengan budaya Jepang; disiplin, patuh aturan, budaya malu, menghargai budayanya dan sejenisnya. Norma2 tersebut di atas_lah yg dalam kontek bangsa kita begitu marak diabaikan dan kita tahu bersama menjadi penyebab “kebobobrokan’ dan diambang kebangkrutan
Terima kasih
keren dan informatif ..
Saya kira, ada persoalan perspektif yang serius dalam konteks ini…
Tidak sepenuhnya tepat. Apa yang Korea sekarang lakukan adalah apa yang Jepang lakukan 20 tahun lalu. Kita hanya berpikir dengan apa yang kita lihat di sekitar kita spt. TV, handphone, Laptop dll.
Tapi pernahkan kita bertanya, di dalam iPhone atau Samsung Galaxy itu — bahan semikonduktor siapa yang bikin? Kapasitor miniature sebesar butiran garam yang ada pada handphone siapa yang bikin? Image processor siapa yang bikin?
Ternyata yang bikin adalah perushaan Jepang, dan mereka memonopoli produksi bahan2 gadget itu sendiri.
Jepang adalah produser yang memonopoli semiconductor grade silicon (high purity of silicon), mereka adalah yang memproduksi murata capacitor.
Jepang tidak lagi bermain di industri consumer goods, mereka sudah masuk ke tahapan high end manufacturing — memproduksi products yang dipakai oleh consumer products. Satu level di atas tahapan Korea dan bahkan negara lain.
aa
Antonius (53) : ya tapi kenapa Sony, Panasonic, Sharp dan Toshiba rugi TRILIUNAN rupiah? Kenapa harga saham mereka rontoh hingga ke titik terendah? Tanya, Kenapa?
iya semua diatas ada benarnya,
tapi coba bandingkan nasib karyawan yang ada di perusahaan korea dan japan, terutama karyawan level operator.
mana yang lebih manusiawi? setahu saya adalah perusahaan jepang.
ada info yang lain?
Pelajaran yg sangat berharga untuk pribadi dan perusahaan
Saya rasa dari semua perkiraan penyebab yang telah disebutkan diatas, tetap bermuara pada satu hal, “inovasi”, dimana sudah umum diketahui jika tertinggal dalam melahirkan inovasi baru, produk “bentuk lama” yang walau dibuat sehebat dan secanggih apapun, konsumen akan tetap lebih memilih produk “bentuk baru”
banyak contoh dalam hal ini, misalnya saja dunia gadget, dimana Nokia yang dulu begitu memonopoli, akhirnya pasarnya tergerus Blackberry, dan hal yang sama juga menimpa Blackberry, dimana akhirnya pasarnya tergerus oleh Apple dan Samsung, karena mereka menawarkan konsep baru dalam sistem operasi handphone dengan iOS dan Androidnya.
emikian juga konsol game, yang walau dibuat secanggih apapun oleh produsen lamanya, pasarnya diambil oleh barang baru dalam bentuk tablet.
Kita bisa lihat Jepang(juga Nokia kalau dalam dunia gadget) sangat terlambat mengantisipasi dan ikut berperan dalam hal ini
thanks artikelnya, keren!
pembelajaran untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengedepankan inovasi dan speed
Wahh… bagus sekali tulisan dan analisanya…. semoga menjadikan inspirasi.. dan membuka wawasan kita..
dan marilah kita belajar dari pengalaman yang ada di Jepang ini agar kita tidak terlena di confort zone kita sekarang.
Tks atas artikel ini (Jempol 2 buat Mas Yodhia Antariksa).
Cukup Menarik ulasan ulasanya tentang Korea vs Jepang. Tetapi terlalu dini kalau kita berkesimpulan bahwa Jepang akan tinggal diam dalam situasi seperti ini. Satu hal perlu dipahami ialah bahwa kedua anak negeri ini adalah bangsa kuning yang terkenal dengan semangat kerja samanya dan daya juangnya.
Sementara ini saya berpendapat bahwa bangsa jepang tidak akan tinggal diam dengan situasi ini, pasti mereka sedang mencari jalan untuk bangkit.
Dan ini sudah oleh ditulis oleh Kenichi Ohmae Phd (former Director of Mc Kinsey & Co) dalam bukunya yang terkenal The MIND of STRATEGIST, bahwa bangsa jepang adalah bangsa yang sangat cepat beradaptasi dengan keadaan. pantang menyerah dan dengan semangat komunal ( Gotong Royong).
Sejarah mengungkapkan bahwa bangsa japang adalah bangsa asia yang paling maju dibidang industri sebelum perang dunia ke 2 (Ingat Toyota sudah membuat mobil 1920 yang sebelumnya membuat mesin tekstil), karenanya mereka berupaya untuk menaklukkan Asia. setelah perang dunia kedua dan mereka kalah oleh sekutu karena dikeroyok, semuanya hancur, yang tersisa adalah semangat kebersamaan, para engineer dan para saudagar akhirnya mereka bersepakat untuk membangun kembali industri di negerinya.
Tahun i960 mereka sudah bangkit kembali dengan kembali mengexport Mobil, peralatan electronic ke manca negara, tahun 70 an mereka berjaya sd era 2000 an. Untuk bangkit mereka memerlukan 15 tahun dan untuk berjaya 25 tahun.
Sekarang bandingkan dengan Korea, Kerea mulai berjaya di era 2000 an, dan industri sebetulnya sudah dimulai sejak tahun 1960 dengan bantuan teknologi dari orang orang Rusia, juga persis sama seperti Indonesia.
Sebagai gambaran lengkap industri sebuah negara selalu dimulai dengan industri baja, dikorea ada POSCO di Indonesia ada KRAKATAU STEEL. Hyundai sudah membuat mobil ditahun 65 an pada zaman Park Chung Hee, baru berjaya mulai tahun 2000an. mereka butuh waktu 40 tahun untuk mulai berjaya.Jangan tanya Industri baja Indonesia Bro….sd sekarang Krakatau steel baru bisa bikin BESI SIKU untuk konstruksi…..
butuh waktu entah sampai kapan untuk bisa bikin PLAT BAJA untuk industri mobil…….he…he apalagi kalau anak anak mudanya sekarang cuma belajar pasca sarjana dibidang Communication, Finance dan Marketing kemudian berkarir di politik untu batu loncatan menjadi Makelar atau koruptor.
INNOVATION hanya muncul kalau anak anak muda sebuah negeri mau belajar SCIENCE & TECHNOLOGY dan negaranya mau mengapresiasi pembangunan industri bukan menomer satukan bursa saham seperti sekarang. sehingga anak anak muda bekerjanya dibidang industri, bukan jualan saham atau bercita cita jadi orang kaya dengan menjadi Investmen Bankers atau jadi presenter atau motivator didepan TV bro….
So kembali ke soal KOREA vs JEPANG, Jepang pasti akan recovery karena bangsa jepang memiliki sifat Rescilient dan Adaptive yang sangat tinggi. Yang jelas kedua anak negeri ini memang saling bersaing sejak dahulu kala. sehingga tidak heran kalau seluruh anak negeri bangsa Korea cita cita nya hanya satu KALAHKAN JEPANG, KALAHKAN JEPANG.
Coba kita bertekad yang sama ya….. KALAHKAN MALAYSIA, KALAHKAN MALAYSIA….. indah kali ya…… tapi SBY ngerti engga ya soal ini….yang saya tahu dia cuma gila PENCITRAAN karena PhD dibidang COMMUNICATION……he…..he…..he….
No Industry without innovation. No innovation without Science and Technology, its my contribution to you as Senior Strategic Consultant. Thanks
Suatu pelajaran yg baik. Jaga stabilitas dalam bekerja & Tetap la berkreasi walau cuma ide kecil. Tq y
Jazakallah Khair for Sharing,…
keren article nya.. Kebetulan saya toko elektronik yang sampai awal 2011 sekitar 80% produk yg kita jual adalah produk merek jepang.. Namun ketika invasi duo korea mulai terasa agressif hanya dalam waktu kurang dr 1 tahun pasar di toko sy berubah menjadi duo korea LG dan Samsung. Apa yg mereka lakukan?
1. Merombak display toko secara total dengan rak rak yg lebih bagus dan baru indoor maupun outdoor
2. Jenis produk yg lebih bervariasi. Contoh: pada kelas 32″ samsung miliki varian yg sangat byk.. Lcd dan led ada yg hd ready, full hd, 3d, 3d full hd, internet tv, 3d internet tv. Begitu jg dengan LG. Dr segi harga pun kalau di bilang korea lebih murah juga tidak loh menurut saya.
3. Menepatkan promotor.promotor dan program2 yg sangat menarik untuk membantu selling out…. sehingga secara otomatis penjualan kedua merek ini melejit dan dalam waktu sangat singkat memukul merek jepang seperti sharp panasonic toshiba dll.
Apa yg dilakukan merek jepang?
Ketika merek korea seperti tidak pernah habis dana mereka untuk memperbaiki kualitas sumber daya baik manusia dan toko toko penjual serta selalu menciptakan pasar baru untuk produk mereka seperti tv 3d, tv internet..
Merek jepang hanya melongo dan beralasan bahwa harus diajukan dulu untuk rak, sewa promotor harus menunggu persetujuan, dana periode kni terbatas dll dll. Dr segii varian produk contoh sharp 32″ hanya memiliki beberapa varian, lcd, led, full hd dan tidak…
Saya setuju bahwa inovasi dan kecepatan sangat penting
sejak pertamakali saya baca tulisan ini senin lalu, saya sering menjumpai tulisan Bung Yod di beberapa milis yg saya ikuti, mulai milis SDM, milis komunitas sampai milis humor…
Analisa Bapak luar biasa memang…
“There is no such thing as a permanently great company, nor a permanently great industry. But there are permanently great strategic moves.” (Kim & Mauborgne).
Ada seorang teman yang mengirimkan artikel ini kepada saya, setelah saya baca tersontak saya terkejut.
Saya saat ini berkerja di salah satu Perusahaan Elektronik Jepang yang disebutkan dalam Artikel ini, suatu saat mendapat kesempatan tawaran bekerja di salah satu Perusahaan korea yang disebutkan juga dalam artikel ini, saya bicara panjang lebar dengan Manajemen perusahaan Korea tersebut semua mengenai (mulai dr apa yg hrs saya lakukan dan apa yg dpt saya terima), setelah itu saya memutuskan tidak saya ambil.
knp? karena disana kerja mostly just doing without planning dan terkesan sembraut. So, planning itu penting.
Artikel ini tidak sepenuhnya benar.!!!
Mohon maaf ada beberapa yang saya koreksi pak Yodia.
Pertama SANYO itu tidak dijual ke perusahaan Cina tapi dibeli oleh Panasonic sejak tahun 2009.
Tidak sepenuhnya produk elektronik Jepang itu merugi. Mostly kerugian tersebut memang dari unit bisnis Audio Visual (dalam hal ini TV paling dominan).
Dari 3 faktor yang analisa ada 2 faktor yang saya mesti luruskan berdasarkan kondisi aktual yang saya alami :
1. Harmony Culture Error
Perusahaan Jepang sebenarnya bukan lamban mengambil keputusan khususnya untuk Product Development, tetapi sebelum kita launching Product ke pasar, kita memastikan semua aspek2 terpenuhi.
bahkan kami melakukan berbulan-bulan untuk uji produk. karena Quality is 1st. daripada sudah direlease dipasar ternyata ada cacat produk. So, itu akan double lost : branding tidak bagus dan secara finansial akan rugi karena harus di recall.
2. Seniority Error
Ditempat saya Predisen Direktur usianya dibawah 40 tahun, kemudian manajemen lokal Ass. Man. –up 50% dibawah 35 tahun. Bahkan ada beberapa yang dibawah 30 tahun. Jadi tidak menggunakan metode urut kacang. Yang pasti yang mempunyai capability itu yang dipilih.
Bisnis vital di Jepang itu ada 2 yaitu : Otomotif dan Elektronik, jadi kalau Korea mau menandingi Jepang harus bisa mengalahkan keduanya.
Jadi, yang pasti Perusahan Elektronik Jepang termasuk kita orang Indonesia yang berkarya dan berinovasi disana tidak akan terdiam dan melongo seperti yang disebutkan.
Beberapa saat lalu Panasonic Corp. dan Sony Corp. sudah membuat gebrakan untuk R &D Audio Visual khususnya TV untuk melawan serbuan produk Korea.
Next, kita sama-sama lihat dan analisa apa yang akan terjadi berikutnya..
Bravo sekali!!
@Z Sait
saya kerja di perusahaan electronic Jepang, yg juga di sebutkan di artikel ini
Ok kita lihat saja nanti
🙂
@Z Sait:
“Pertama SANYO itu tidak dijual ke perusahaan Cina tapi dibeli oleh Panasonic sejak tahun 2009.”
Itu cerita lama bro, Memang benar pada 2009 Sanyo di beli oleh Panasonic untuk menyelamatkan nama besar perusahaan elektronik Jepang. Namun seiring berjalannya waktu kinerja Panasonic ikut memburuk dan tidak tahan lagi untuk ikut menanggung kerugian SANYO, oleh karenanya awal 2012 ini SANYO resmi di lepas Panasonic untuk menutupi kinerja keuangan Panasonic sendiri.
Sedangkan Sanyo sendiri di beli oleh HAIER, Perusahaan China yang notabene adalah “murid” Sanyo di masa lampau.
Di Indonesia sendiri beberapa waktu lalu sudah ada pengumuman di Kompas satu halaman bahwa Sanyo sudah dimiliki oleh HAIER dan seluruh cabang Sanyo di Indonesia menjadi cabang Haier dan sudah mulai memasarkan produk HAIER. Hanya beberapa produk saja yang masih menggunakan brand Sanyo. namun dengar dengar dalam beberapa waktu kedepan nama Sanyo akan menghilang dari muka bumi, berganti HAIER.
“1. Harmony Culture Error
Perusahaan Jepang sebenarnya bukan lamban mengambil keputusan khususnya untuk Product Development, tetapi sebelum kita launching Product ke pasar, kita memastikan semua aspek2 terpenuhi.
bahkan kami melakukan berbulan-bulan untuk uji produk. karena Quality is 1st. daripada sudah direlease dipasar ternyata ada cacat produk. So, itu akan double lost : branding tidak bagus dan secara finansial akan rugi karena harus di recall.”
>> Mau nunggu berapa lama pak untuk memastikan semua aspek2 terpenuhi??? Betul produk Jepang mengutamakan kualitas, tapi bukan berarti produk Korea tidak berkualitas juga 🙂 Bahkan selain berkualitas teknologinya pun sudah jauh meninggalkan merek merek Jepang.
“2. Seniority Error
Ditempat saya Predisen Direktur usianya dibawah 40 tahun, kemudian manajemen lokal Ass. Man. –up 50% dibawah 35 tahun. Bahkan ada beberapa yang dibawah 30 tahun. Jadi tidak menggunakan metode urut kacang. Yang pasti yang mempunyai capability itu yang dipilih.”
Untuk pernyataan ini saya bisa saja setuju dengan pernyataan bapak karena saya tidak bekerja di perusahaan bapak akan tetapi saya mencoba untuk quote pernyataan pak Yodhia dalam article di atas:
“Disini hukum alam berlaku. Karyawan yang sudah menua, dan bertahun-tahun bekerja pada lingkungan yang sama, biasanya kurang peka dengan perubahan yang berlangsung cepat. Ada comfort zone yang bersemayam dalam raga manajer-manajer senior dan tua itu.”
Sebelumnya saya minta maaf kalau saya lancang, namun menurut saya bapak termasuk dalam kategori ini, karena berita mengenai SANYO saja bapak tidak update, padahal bapak bekerja pada perusahaan Elektronik. Saya orang awam saja mengetahui berita terakhir melaui koran.
Mohon maaf apabila saya mencoba menyanggah sanggahan bapak atas artikel pak Yodhi 🙂 karena menurut saya sanggahan bapak menggunakan data yang sudah kurang update.
saya mengambil mata kuliah ppic,kanban,manajemen teknologi yg sedikit nyerempet dengan inovasi, beserta product development.
Saya pikir ketika saya masuk dunia kerja nanti, management of change dan kemampuan adaptasi juga sangat penting, jauh lebih penting, selain kemampuan problem solving dan kemampuan berpikir kritis…
memang terasa sih. lifecycle product jaman sekarang sangat jauh lebih pendek, karena sesuatu bernama inovasi ini.
terimakasih pak atas pencerahannya.
sangat berbobot artikelnya pak. saya bookmark.
@Z Sait
saya kerja di perusahaan electronic KOREA, yg juga di sebutkan di artikel ini
maaf yang diatas salah ketik
Ok kita lihat saja nanti
Pak Budi terimakasih atas masukannya.
Pernyataan bapak ada benarnya juga tapi ada yang harus diluruskan.
Sanyo memang diakuisisi oleh Haier tapi hanya unit bisnis Home Appliance (TV, Refrigerator, Freezer, Washing Machine, Air Conditioner) saja itu pun hanya di wilayah asia, khususnya asia tenggara. Namun secara Corporation masih dalam subsidary Panasonic Corp. So, silahkan lihat sumber data yang lain atau jangan dengan metoda dengar2.
1.Harmony Culture Error
Saya akui memang produk korea mempunyai kualias yang cukup baik. Tapi kalau dari teknologi saya pribadi lebih mengutamakan merek Jepang.
Banyak aspek pak termasuk PATENT RIGHT. Bisa lihat kasusnya Samsung vs Apple. It’s a infraction of Intellectual property.
2.Seniority Error
Pertama, Seperti yang saya sampaikan secara Corp. SANYO masih dalam Subsudary Panasonic Corp.
Kedua, saya bekerja di perusahaan elektronik Jepang sekitar 3 tahun (bahkan skr usia saya dibawah 30 tahun jadi g terlalu tua juga pak, sebelumnya saya bekerja di management consulting, dan mengajar di sebuah universitas di Bandung.
So, please don’t make a statement with accurately and don’t judge someone without proof. In here we can talk anything about our mind to analysis but with ethics.
Salam,
Good info !
Woooww…. pinter2 ternyata penggemar blog ini. Ayok kita sama sama bikin negara sendiri menjadi pesaing Korea dan Jepang.
Salam,
Saya kenal satu teknisi Samsung, ini adalah orang Korea yang bekerja di Samsung Korea, dia cerita semua perusahaan Korea itu punya mata2 di seluruh penjuru dunia, mereka akan kirim prototype, segala macam gadget baru yang didapat dari kompetitor ke pabrik, disana mereka bongkar dan pelajari dan tiru, sehingga keluar produk baru, begitu selesai ada kiriman yang baru lagi, dst.
sehingga hampir setiap tiga bulan selalu ada model baru.
ikut urun rembug ya,…
kebetulan saya sekarang ini bekerja di japanesse manufacturing company, selama lebih dari 10 tahun.
saya tertarik dengan 3 point yang di sampaikan pak Yodhia, basically menurut pengamatan saya, adalah benar adanya tapi sedikit koreksi untuk point no 2 perihal innovasi.
sepemahaman & pengamatan kami di Japs manufacturing company, proses kaizen (perbaikan yang berkesinambungan)khususnya di industri automotive parts, adalah hal yang basic & terus menerus di lakukan bahkan di kompetisikan di antar perusahaan sebagai benchmark process & proses apresiasi kepada para pelaku kaizen activity.
terkecuali yang di maksudkan adalah adanya : radical revolution atas suatu produk, maka benar hal ini sulit sekali dilakukan karena dalam pemahaman kami, memang mereka {japs management} “tidak mengenal” revolusi, tapi “evolusi” yang datang dari proses kaizen.
insight dari pak Yodhia bagus sekali untuk menyadarkan para pelaku yg berada di lingkungan Japs manufacturing coy, agar bisa melakukan perbaikan yg berkesinambungan di berbagai bidang agar supaya periuk nasi kita tetap terjaga hehehe,…
Saya kira beberapa dari kita terlalu Japan-minded sehingga sedikit tersinggung dengan tulisan bung Yodhia ini. Maklumlah, kita berpuluh tahun dijejali dengan betapa ajaibnya konsep manajemen Jepang dan bagaimana mereka berhasil mengungguli Amerika karenanya.
Begitu Jepang dikatakan “termehek-mehek” (meminjam istilah bung Yodhia), maka kita tidak terima – berani sekali dia merusak citra “Jepang sempurna” yang sudah terlanjur melekat di kepala..*-)
40 tahun yg lalu, Korea Selatan adalah negara miskin setara dengan negara2 Afrika. Sekarang?
Mungkin sudah saatnya textbook manajemen berpaling ke cara kerja Korea atau Cina..
Ane paling demen ama metode urut kacang,.
ane pernah dengar dari temen yg bekerja di prshaan jepang (perushaan baja). Nah katanya, manager temen ane nih adalah seorang operator mesin di jepang sono, tidak punya keahlian manajerial apa2, nah saat perusahaannya ekspansi ke indonesia, Operator mesin di Jepang ini di jadiiin manajer di Indo…Busyet!!!
Sudah pasti ga bisa apa2, ga bs bhs inggris, en kerjanya cuma keliling pabrik ga jelas, dan ga bisa memimpin dan mengambil kputusan dgn cepat
Ga heran kalo pabrik trsebut kolaps stelah 5 tahun.
Disatu sisi baik sih si Jepang mau menghormati yg tua dalam artian tidak boleh orang yg lebih muda memimpin org yg lebih tua, tapi dalam dunia teknoplogi New is always better….
sample yg ekselen untuk bikin “artikel pilar” bagi blogger.
Luar biasa sekali…
Memang iklim di perusahaan Jepang begitu.
Namun, dengan berkembangnya segala macam, perubahan harus lah dilakukan.
Bukan berarti hormat pada yang tua dihilangkan, namun perlu adanya menerima peruabahan dan menyesuaikan dengan perubahan jaman.
yang jelas sih produk jepang memang bagus, tetapi harganya mahal…. dalam situasi sulit.. orang pasti cari barang yang harga murah…. fungsinya dan featurnya lebih bagus.. tentu saingannya yaa korea dan china…
Wah artikel ini sungguh di luar dugaan dan sangat luar biasa.. saya juga sangat kaget mendengarnya…
tapi kalo boleh tau darimana mendapatkan info/data” hingga bisa mengatakan death of samurai…?? saya sangat senang sekali jika anda bisa sharing dimari…
terima kasih sebelumnya… 🙂
ternyata investasi korea di bidang pendidikan yang sudah sekian lama dilakukan membuahkan hasil juga
kalau tidak salah jika dilihat dari jumlah Doktor per kapita korea termasuk salah satu yang tertinggi di dunia. dan sepengetahuan penghargaannya terhadap pendidikan juga cukup besar misal seorang berumur 28 tahun jika sudah Doktor mungkin gajinya akan lebih tinggi dari seorang sarjana yang sudah bekerja selama 10-15 tahun. dampaknya generasi muda korea sangat tertarik untuk melanjutkan pendidikannya sampai dengan S3. mungkin ini yang menjadikan kemajuan teknologi di Korea sangat pesat.
jepang pasti siap dgn counter attacknya, kalo Indonesia sih cuman bisa pasrah doang (ketergantungan produk asing)
3K(Kitsui: Berat, Kitanai: Kotor, Kiken:
Berbahaya)
yupss hontou ni sekai
Saya pernah bekerja di perusahaan Jepang selama 3 tahun. Dan selama 3 tahun itu hampir tidak ada perkembangan dari rencana yang mereka jelaskan ketika saya masuk ke perusahaan tersebut. Persis dengan poin pertama. mereka lamban dalam membuat keputusan.
keren mas yodhia, analisa yang lugas sederhana dan tajam….boleh minta alamat fb, twitter atau yang lainnya mas, thanks
Benar Mas Yodhia, saya sudah bekerja di Panasonic 12 tahun . . Insya Allah akhir bulan depan terkena dampak pengurangan karyawan tetap.
Memang orang Jepang kalau kita kasih masukan, tidak mau terima. Pernah mau launching product baru, kita sarankan buat website yang semua orang bisa lihat khususnya untuk orang Indonesia. Jawabnya aturan dari Jepang tidak boleh, hanya Panasonic Jepang yang membuat web tentunya dengan huruf Kanjinya. Akhirnya sampai sekarang marketingnya malah jualan door to door & hanya bisa ke perusahaan Jepang lagi.
Semua nya berpangkal pada penguasaan SDA, riset dan paten yang berujung di Universitas-universitas.
Bagaimana profesor-profesor universitas di Korea atau Jepang dibiayai oleh industri untuk riset.
Untuk saat ini penguasaan ini masih unggul Jepang, betul untuk produk-produk elektronika dan sebagian gadget leader market adalah brand Korea, tapi beberapa jeroan atau komponen-komponen/blok-blok system di dalamnya paten dipegang oleh merek Jepang.
Misal SHARP mensuplai komponen utama untuk produk-produk TV LCD seluruh merek di dunia. Untuk perang mata-mata di industri itu juga banyak, termasuk di otomotif.
Saya pernah dengar Sanyo yang dibeli oleh Panasonic tidak boleh menjual TV jadi, hanya boleh menjual komponen ke perusahaan TV lain.
1. Benerkah data kerugian yg disinggung? Alangkah perlunya artikel dengan tema sedemikian serius, dilengkapi data yang jelas. Berapa? kapan? sumbernya dari mana?
2. Analisisnya ttg 3 perlu di pertajam shg korelasinya dg masalah lebih terasa.
3. Kalau gambaran sederhana diatas benar adanya, semestinya pengaruhnya terhadap nilai Yen akan dahsyat. Kok gak ya?
Mohon pencerahan
Sekedar tambahan berita terbaru soal ulasan kejatuhan bisnis perusahaan elektronik Jepang. Kali ini dari Washington Post https://m.washingtonpost.com/world/as-apple-and-samsung-dominate-japans-tech-giants-are-in-a-free-fall/2012/09/28/04c6eb36-0944-11e2-afff-d6c7f20a83bf_story.html
saya kira tidak semudah ini untuk menggoyang apalagi mengalahkan Jepang.
dan saya yakin Jepang akan menemukan cara untuk segera bangkit lebih cepat dari apa yang kita bayangkan.
Banyak sekali aspek yang menyebabkan perekonomian salah satunya industri elektronika mengalami penurunan.
dan bicara tentang industri ini sangatlah menarik karena mudah sekali mengalami pasang surut. inovasi dan krisis ekonomi global sangat berpengaruh terhadap bisnis ini.
untuk industri otomotif Jepang sangat sulit ditandingi, kita harus ingat bagaimana mereka masuk pasar amerika dan akhirnya mengobrak-abrik pasar amerika bahkan menanamkan image baru di warga amerika tentang produk2 otomotif jepang. sungguh luar biasa
Saya hanya ingin menyampaikan sedikit gambaran masadepan menurut saya.
Yaitu mengenai industri yang dapat menghancurkan semua industri itu. Saat pertumbuhan penduduk dunia semakin padat dan kemajuan teknologi semakin pesat ada satu kebutuhan utama yang semakin hari semakin dibutuhkan tetapi akan semakin sulit didapatkan. Itu adalah kebutuhan primer, kebutuhan makanan.
Jadi menurut saya, jika Indonesia ingin mengalahkan negara2 lain di satu saat nanti. Hanya dengan industri pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, hanya dengan itulah Indonesia tercinta ini akan tetap eksis dan dibutuhkan oleh semua negara2 di dunia.
Terutama sekali harus di perhatikan oleh bangsa ini adalah melestarikan lingkungannya yang indah. Jangan mudah terpancing dengan industri2 yang merusak lingkungan. Tanah kita adalah tanah surga, jangan ditanami pabrik2 atau tambang2 kalo tidak ingin berakibat seperti lapindo di jawa timur.
Jangan samakan tanah indonesia dengan tanah kanada, rusia, eropa, jepang atau amerika.
Laut kita juga berbeda. Kadangkala mereka yang belajar terlalu tinggi, juga harus berbalik kebelakang dan melihat pelajaran SD tentang keindahan alam indonesia. Trimakasih.
Sy tertarik dengan point 1, Perusahaan Jepang terlalu banyak meeting, dan kebanyakan memandang ke depan. Padahal masalah dan tantangan suda ada di depan mata.
Sementara yg lain sudah bergerak cepat, perusahaan Jepang masih berkutat dengan meeting. Hasilnya … huppp .. makanan udah dimakan orang lain.
saya rasa keberuntungan LG dan Samsung ada pada proses ‘Operasional, transaksi modal, dan pembiayaannya yang merupakan bagian integral dari pemerintah Korea’ alias ‘Badan Usaha Milik Negara Korea’ aka ‘State-owned’.. 😀 CMIIW
inilah yang membuat Produk Korea keluaran ‘LG dan Samsung’ terhitung sangat murah ‘Meriah’ dipasaran.. bahkan sepengetahuan saya Harga Produk Elektronik LG dan Samsung lebih murah dibanding Produk dalam negeri seperti Produk Elektronik merek Polytron.. Kok bisa yaa?
Untungnya merek Lokal yang satu ini dipegang ama empunya Djarum Group jadi gak gampang bangkrut.. 😀 CMIIW
Hal yang sama juga terjadi di Amrik Loh.. konon raksasa elektronik sekelas ‘Whirlpool’ ikut termehek-mehek juga oleh serbuan Duo Korea ini..
Whirlpool yang dulunya menjadi Primadona Elektronik ‘Home Applience’ di Amrik jadi ‘Galau Gak Ketulungan’ gara-gara dikeroyok oleh LG dan Samsung hingga hampir saja Whirlpool jadi Pecundang di Negeri Sendiri.. Jalan satu-satunya yang diambil Whirlpool adalah ‘Mengadu’ kepada Departement Perdagangan Amrik..
Bukan tanpa alasan pastinya, kononnya Whirlpool dipecundangi oleh LG dan Samsung melalui praktek dumping yang kelewat batas..
Padahal di Amrik gak sembarangan main-main Dumping karna sudah ada Undang-undang dan aturan mainnya, bahwa “Dilarang melakukan dumping produk Asing ke Amerika Serikat dari fasilitas manufaktur apapun dan dimanapun”.. :O CMIIW
LG dan Samsung terkesan terlalu Agresif dalam memasarkan Produknya, sehingga mengabaikan ‘Persaingan Sehat’. Padahal itu “Sangat penting bagi sistem perdagangan terbuka global untuk memiliki proses penegakan hukum untuk menjaga integritas sistem dan menyediakan semua prosedur yang memadai agar produsen lapangan bisa bersaing secara adil.” 😀 CMIIW
Ngemeng-ngemeng, soal LG dan Samsung yang mendapat Subsidi dari Pemerintah Korea itu wajar saja dengan gampangnya memenangkan ‘persaingan harga’ pasar..
Mereka gak perlu mikirin Untung-rugi [Omzet] dulu.. kan tinggal nerima Suntikan Dana dari Pak ‘Lee Myung-bak’.. 😀
Yang penting dan paling utama adalah bikin kompetitor kelabakan dari segi harga, kalo udah begitu produk kompetitor gak bakal laku dan akhirnya bangkrut deh..
Nah,, baru setelah itu mereka berhak Memonopoli Pasar Elektronik Global.. 😀 CMIIW
Jepang Punya Sony, Panasonic dan Sharp.
Korea Punya LG, Samsung dan Daewoo.
China Punya Changhong, Midea dan Haier.
Indonesia Punya Polytron, Sanken dan Maspion.
Indonesia udah punya Modal kok, cuma Pemerintah kita gak mau turun tangan mendukung kemajuan teknologi buatan Putera-puteri bangsa.. kalo kita pingin bersaing di pasar elektronik global, kita kudu taklukkan dulu ‘3 Negara – 3 Merek’ yang ada diatas kita..
LG dan Samsung terkenal di hampir seluruh pelosok bumi ini sebagai ‘Merek Dumping’ yang bersaing ketat dengan Produk China sebagai ‘Perusak Harga Pasar’.. Wajar saja tragedi ‘The Dead of Samurai’ menimpa Brand Jepang secara beruntun.. Kasihan sekali brand Jepang tidak mendapatkan Subsidi dari pemerintah Jepang.. karna Perusahaan Swasta kalee yaa? 😀
Luar biasa mas Eric….tulisanmu masih menukik-nukik seperti kita dulu bercengkrama di LPM Ekonomika. “Kematian” kehidupan juga sama ketika ruh “the death of samurai menjadi mind set kita….apa begitu Bang Eric….
Halo Ulum….salam sukses mulia. Ya I miss those past years….very remarkable momment in our life…. 🙂
Selamat pak Yodhia, tulisan anda dibahas di Intisari terbitan terakhir. Artinya artikel di Blog ini jauh mendahului Intisari.
bagus banget analisisnya dan semua kuncinya berada pada inovasi
Artikel yang menarik, tapi hanya terfokus dari sisi budaya organisasi. Pertama-tama, yang patut diperhatikan adalah Perusahan2 Jepang yang disebut bukannya tidak menghasilkan inovasi, tetapi tidak menghasilkan profit.
Ini adalah dua hal berbeda yang juga dikenal dengan ‘lembah kematian’ atau ‘death valley’ yaitu jurang antara inovasi dan market. Baca disini: https://www.ntis.gov/pdf/ValleyofDeathFinal.pdf
Jepang merupakan negara industri yang sangat inovatif, tapi apakah mereka mampu memasarkan produk mereka ke luar jepang dan mendapatkan keuntungan untuk itu adalah pertanyaan lain.
Samsung berhasil meraih pasar dengan perencanaan strategi pemasaran yang luar biasa, yang membangkitkan samsung dari perusahaan nasional menjadi multi nasional hanya dalam beberapa tahun. Produk-produk samsung sendiri apabila dikatakan juga tidak begitu inovatif.
Mereka mengambil banyak unsur-unsur dari produk-produk yang telah jadi dan sukses dipasaran kemudian menciptakan produk baru yang dapat diterima lebih luas..
Sebagai contoh, saat ipod dikeluarkan, Sony sudah memiliki Mp3 player yang jauh lebih bagus dibandingkan ipod, tapi ipod lebih disukai oleh market..
Untuk perusahaan di sektor game juga melorot kok, akibat banyaknya perusahaan video game baru dari Korea, Negara-negara Eropa dan china yang sekarang bisa menyaingi perusahaan Video Game jepang .
Sebagai contoh, Nitendo sekarang yang pegang Amerika.
Tecmo bergabung dengan KOEI, menjadi TECMO-KOEI.
Namco bergabung dengan Bandai.
Square di akusisi perusahaan korea, ENIX.
Perusahaan-perusahaan di atas sudah tidak seproduktif dulu dalam urusan memproduksi Video game.
Yang masih mampu Eksis sekarang hanyalah CAPCOM, yang justru masih bisa berkembang.
artikel cerdas, layak untuk di copy paste, thanks
artikelnya sangat bermutu, semoga bisa diambil pelajaran dari semua ini, benar kata pepatah keberuntungan ibarat roda yang berputar terkadang diatas dan terkadang pula dibawah, ijin share . . .
wow pantes aja harga2x barang bermutu pada turun, ternyata opini publik takut ambil barang jepang ya skrg LOL 🙂
kalo ga ada ketakutan produsen jepang jatuh ga akan deh ane bisa beli
Sharp LED X Gen Panel (UV2A) lebih murah dari samsung LOL
padahal samsung nya ga jelas pake panel PVA yg mana xixixixixixixi 🙂
selama pembeli cuma liat “kulit” nya seh jadi lebih memilih Samsung,
kesempatan bagi yg mengerti “quality” buat ambil kesempatan mumpung
harga lagi murah xixixixi
bayangkan UV2A nya sharp yg teknologi th 2009-2010 lebih murah dari PVA
nya samsung yg teknologi 2003-2004, samsung mengclaim punya PVA baru th
2007 an tapi PVA baru itu di buat utk menekan cost, buat mencapai
quality warna and gambar lebih baik ;)jadi kl tahu melihat kemana,
banyak harga bargain di electronic 🙂
contoh lain Sony Xperia Go, yg IP67 (waterproof & dustproof) lebih
murah di bandingkan Samsung yg blom IP67 🙂 karena banyak or beli
barang karena “model” bukan “teknologi”
happy hunting
yah, selama yang dikejar adalah tampilan fisik semata, produk jepang akan kalah harga, secara kualitas mereka masih unggul dari korea (sama sama asli buatan negara masing masing)saya masih punya kulkas Sanyo yang sudah jalan 30 tahun dan ac national berumur 15 tahun, sampai sekarang masih jalan dengan baik.
Saya sangat tertarik dengan topik ini, kebetulan sudah setahun ini saya bekerja di salah satu perusahaan Jepang yang disebut dalam artikel ini oleh Pak Yodhia, dan kebetulan pula saya bekerja di sales & operations department untuk produk TV di Headquarters-nya di Tokyo.
Saya bisa melihat langsung bagaimana hebatnya duo Korea, Samsung & LG. Saat ini atmosfer lingkungan kerja disini sangat tidak nyaman, dipenuhi dengan stress, mungkin karena orang-orang pusing memikirkan performa kita disini.
Sejauh yang saya rasakan, saya bisa membenarkan hal-hal yang diutarakan Pak Yodhia di dalam artikel ini, saya mulai menyadari ada sesuatu yang salah disini, dibalik dari betapa hebatnya orang Jepang dalam budaya bekerja, dan membangun negaranya hingga bisa sangat maju seperti sekarang ini.
Sedikit sharing mengenai culture perusahaan Jepang, saya pernah bertanya kepada seorang profesor dari Hosei University, beliau seorang Jepang yang sudah berkeliling ke banyak negara dan kebetulan pernah memberikan training tentang cross culture.
Lewat e-Mail saya bertanya tentang apa kira kelemahan dari culture Jepang saat ini yang menyebabkan banyak perusahaan Jepang, terutama yang bergerak di bidang elektronik mengalami stagnansi, dan sekarang sudah tersalip jauh oleh Korea.
Berikut adalah jawabannya, sudah saya translate ke dalam Bahasa, tidak ada makna yang diubah, bisa menghubungi saya langsung jika ingin melihat e-Mailnya yang dalam bahasa Inggris. menurut saya penjelasannya cukup logis, dan berasal dari orang Jepang langsung yang cukup berpengalaman.
“I think the strengths of Japanese companies can be weaknesses. I think there are three main reasons for the current stagnation of Japanese companies.”
1. Perusahaan-perusahaan Jepang memiliki teknologi yang advance dan mereka tidak mencari pertolongan atau kerjasama dengan perusahaan lain. Mereka enggan untuk berbagi dan menerima teknologi dari yang lain.
Meskipun mereka bisa memproduksi produk asli dari teknologi baru, perusahaan-perusahaan Korea dengan mudah mampu mengejar. Samsung cenderung untuk berbagi teknologi dan mengadopsi teknologi milik perusahaan lain, ini memungkinkan Samsung mampu menggunakan salah satu teknologi yang paling maju saat ini.
2. Pemasaran / Marketing
Sebelumnya Negara Jepang sendiri adalah pasar yang besar dimana menjadi fokus bagi perusahaan-perusahaan Jepang dalam memperoleh keuntungan. Mereka masih menggunakan gaya pemasaran Jepang yang berhasil diterapkan untuk pasar untuk demand dan konsumen Jepang.
Mereka memproduksi produk yang sangat handal guna mencapai zero-defect, dimana ini menghabiskan biaya produksi yang sangat besar.
Karena produknya sangat handal, perusahaan-perusahaan Jepang relatif memiliki sedikit service center di negara-negara berkembang. Jika ada suatu masalah atau kerusakan pada produk, maka akan sulit mencari service center-nya.
Perusahaan-perusahaan Korea memiliki pasar yang kecil di Negara Korea sendiri. Dari awal mereka harus mentargetkan pasar luar negeri. Sebagai contoh, Samsung menghabiskan sejumlah uang yang sangat besar untuk pemasaran di tiap-tiap Negara.
Perusahaan-perusahaan Korea tidak masalah menjual produk yang tidak terlalu handal guna mengurangi biaya produksi dan menekan harga. Di beberapa Negara berkembang, harga adalah faktor yang paling penting. Di satu sisi, Samsung memiliki banyak service center local dimana bisa memperbaiki produk yang rusak secepatnya.
3. Pengambilan keputusan yang lambat dari perusahaan-perusahaan Jepang.
Dulu Jepang memiliki pemimpin-pemimpin yang kuat yang membangun perusahaan-perusahaan seperti Sony dan Panasonic. Sekarang perusahaan-perusahaan itu telah menjadi perusahaan-perusahaan public yang besar dan selalu memikirkan para pemegang saham. Mereka terlalu besar untuk bergerak cepat.
Kebanyakan perusahaan Korea memiliki pemimpin yang kuat, yang memiliki kekuasaan penuh untuk memutuskan sesuatu secepatnya. Mereka tidak terlalu memperdulikan para pemegang saham dari luar, seperti para investor.
Samsung dan LG adalah Zaibatsu (konglomerat) yang bisa berharap pada dukungan pemerintah seperti mendapat pengurangan pajak.
Tongki (110) : sebagai pegawai yang bekerja di TOKYO, Anda telah memberikan komentar yang bagus ttg tema ini.
Jawaban profesor yang Anda kutip disini, juga sangat informatif.
Kompetisi bisnis memang brutal…..
Bila saya boleh menggunakan istilah ‘otak kiri’ dan ‘otak kanan’, maka pemikiran Bung Simon beraliran otak kiri dan Bung Yodia beraliran otak kanan. (Setelah membaca blog keduanya)
Tidak ada yang salah di keduanya. Tergantung dari sudut pandang mana jika kita ingin mengambil sisi positifnya. Karena masing2 pemikiran dilandasi akan dasar yang beda. Satu berbicara tentang ‘teknis di lapangan’ yang lain berbicara tentang ‘manajemen’.
Seperti Tuhan yang menciptakan otak kiri dan kanan. Keduanya sama2 penting dan harus seiring sejalan. Ada kalanya otak kanan diberi porsi yang lebih tanpa harus mengesampingkan otak kiri (logic). Dan ada kalanya kita lebih mengoptimalkan otak kiri untuk kebutuhan jangka panjang.
Karena Tuhan menciptakan keduanya, berarti mereka (otak kiri dan kanan) sama2 penting.
Dari keduanya saya mendapat titik poin: “zero-defect” dan “innovation”. Suatu dasar jika ingin membangun bisnis yang fundamental. Jika ingin bermain ‘aman’,jadilah seperti Cina yang adaptif. Klo boleh memakai judul posting JEPANG vs KOREA, maka CINA lah yang akan bertahan karena lebih fleksibel.
Cina tidak memusingkan ‘perseteruan’ JEPANG vs KOREA. Suatu saat mungkin salah satunya akan hancur. Tapi CINA akan tetap stabil.
Anyway, terima kasih atas pencerahan dan inspirasi dari keduanya (Bung Simon dan Yodhia).
Saya hanya berharap Indonesia membangun industri baru dengan resources yang luar biasa kaya seperti diungkapkan bung Komang AKG (94), dengan tidak latah mencoba ingin ikut dalam persaingan industri elektronik/automotive.
Sudah saatnya kita ‘DISAINGI’, bukan ‘menyaingi’.
Jaya Selalu Indonesiaku!
padahal kemrin ku baru beli lap top Sony.hhhhhhhhhhhhh
Anggarizka :
“Namco bergabung dengan Bandai.
Square di akusisi perusahaan korea, ENIX.”
Meluruskan saja, ENIX adalah perusahaan game asal Jepang, BUKAN Korea. https://en.wikipedia.org/wiki/Enix.
Sejauh pengamatan saya mengenai Jepang dan Korea, Jepang memiliki harga diri tinggi.
Mereka akan mempelajari segala sesuatu berdasarkan originalitas, detail dan sempurna. Sedangkan Korea adalah peniru ulung. Mereka akan mencomot semua hal yang bagus, menggabungkannya menjadi satu, kemudian dijual menjadi brand mereka. Basically, produk Korea sama dengan wajah mereka, tidak orisinal.
Tidak ada yang salah memang, karena ini adalah dunia bisnis. Bisa dibilang, Korea merupakan gabungan antara Cina dan Jepang “Si plagiat dengan kualitas baik”.
Tapi saya tidak yakin Jepang akan runtuh. Sesuai dengan yang pernah saya dengar dan berlaku dimanapun bahwa kerja yang baik itu lama di perencanaan, cepat di pelaksanaan. Kali ini memang Jepang terkesan kalah, karena ada perubahan drastis yang terlalu tiba-tiba.
Tapi seiring berlalunya waktu, Jepang pastinya akan segera bangkit melakukan manuver.
Berbeda dengan Korea yang bisa menang dengan mencomot sana sini, Jepang bisa menang dengan usaha mereka sendiri.
Pencontek selalu berada dibelakang orang yang diconteknya bukan? Kalau negara lain sudah kehabisan ide, Korea tidak bisa apa-apa.
Samurai yang sedang sekarat
Analisis yang bagus dan inovatif….
saya ikut menambahkan saja. benar bahawa sekarang jepang sedang goncang dengan ekonominya. selain untuk membiayai bekas kerusakan tsunami beberapa tahun lalu. terus ekonomi yang terus terpuruk. sebagai contoh di bidang budaya saja sekarang jepang sudah kelabakan dengan budaya korea yang meledak hampir di penjuru dunia.
Saya ingin bertanya, kategori produk elektronik dalam hal ini apa saja ya? Apakah hanya sebatas TV, HP, dsb atau hingga seperti chip memory dll? Dan apakah mas Yodhie punya data statistik pendukungnya? Kebetulan saya sedang mengambil TA mengenai topik ini. Thanks mas
keren analisanya.ada benernya juga sih.saya Alhamdulillah dapat ilmu lagi.
mas minta izin ya utk repost di blog saya.
Analisanya bagus sekali…tapi apapun metode yang dipakai, itu merupakan upaya untuk memajukan diri…tidak ada yang salah dengan metode2 itu….
andai kita mampu menggabungkan metode2 yang ada, kita pasti mampu mengimbangi negara2 tersebut…
tapi terlalu jauh kalo kita bicara mencontoh metode2 mereka dalam pengembangan ekonomi..
langkah awal yang mestinya kita contoh adalah budaya masyarakatnya yang begitu teratur.
Intinya bikin produk itu yg tdk ada matinya, lihat produk2 US sekalipun kalah bersaing tp never die Dan tetap legend,malah semakin hari harga semakin melambung….
itulah beda produk US dngn negara2 lain, Asia lebih mementingkan kecanggihan tanpa pikir efek jenuh, Kita ini manusia mau tdk mau
Akan kembali ke sifat natural, sesenang2 Nya Kita tinggal dikota yg megapolitan bertabur Highrise Dan teknologi tinggi tp klo liburan pasti nyari nya gunung bukit hutan laut, itu sifat alami manusia
Dan canggihnya produk2 jika tdk disertai inovasi alamiah yg ber sifat legend jgn harap bs bertahan lama,paling 10-20thn mati dah produknya tdk Ada yg ingat lagi…..
tahu Harley Davidson,IBM,Apple,General motor sekalipun semua perusahaan itu sebagian sdh diambang Maut tp produk mereka never die bahkan negara2 seperti china,Korea,jepang Rela membeli produk2 US dngn harga mahal krn slh satu faktor tingkat kejenuhan yg bs di minimalisir…
contoh Aja seorang Teman sy memakai ipad 1 sdh selama 5thn dimilikinya tp sampai hari ini jika dijajarkan dengn gadget sekelas samsung or anything ipad 1 itu msh lebih keliatan nendang dari gadget2 ter modern saat ini…
Sebuah artikel yg sangat bagus secara ilmiah. Tiga faktor penyebab runtuhnya dominasi Jepang di pasar elektronika dunia telah membuat saya terpana.
Namun saya cuma tahu sedikit, bahwa perusahaan jepang yg dinyatakan (hampir) runtuh tsb. ternyata merupakan perusahaan multinasional sehingga masih memiliki beberapa pabrik dan kantor perwakilan di berbagai negara.
Contohnya TV dan lemari es merk SHARP yang punya pabrik di Thailand, Malaysia, dan Indonesia, dll.
Produk-produknya masih tetap laku dan memiliki penggemar (konsumen) yg setia.
Ibaratnya sebuah lagu dari Kla Project: “Tak Bisa ke Lain Hati” Produk-produk elektronik Korea masih ada yg dianggap sebagai “poor substitute” terhadap Jepang.
Meski kinerja perusahaan Jepang terkesan lamban dan kurang inovatif, tapi jaminan kualitas produknya terjaga dan after sales service memuaskan.
Maaf gan …, sekedar nambahi, tadi kelupaan.
Saya murni pegawai biasa, jadi bukan karyawan dari perusahaan elektronik Jepang atau afiliasinya.
Tidak ada sangkut pautnya dengan iklan/promosi. Sebagai tambahan informasi, saat ini saya kebetulan punya TV & Lemari Es merk SHARP, TV merk LG, layar monitor merk LG, AC merk Panasonic, External DVD Writer merk Samsung, HP merk Samsung yg berbasis android, dan notebook merk Toshiba.
Jadi (maaf sekali lagi, bukannya mau pamer), sebagai konsumen, baik produk elektronik Jepang maupun Korea saya sudah pakai. Matur nuwun.
memang Jepan banyak dosa waktu perang dunia 2 .
banyak matikan dengan paksa , jadi setan2 pada balas dendam ya
top
Thanks Mas YA, meski saya tertinggal bacanya, dua tahun dari tgl posting, menjadi tambahan wawasan analisis..Di tahun 2014 ini beberapa fakta leadingnya Samsung baik di gadget maupun audio visual sbg bukti innovation leader,baik smartphone dan smartTV nya, memang gak bisa dianggap remeh oleh Jepang..Ayo, ditunggu analisis lanjutannya..biar makin seru..:)
Innovation..or Die!…
Salam
Jepang tidak lamban.
Sejarah membuktikan bahwa mereka adalah negara dengan recovery ekonomi tercepat seusai perang dunia ke-2.
Perlu diketahui juga saat ini Sony adalah yang tercepat dalam mengeluarkan smartphone andalannya, hanya dalam 6 BULAN produk dengan spek terbaru keluar.
Lebih cepat dibandingkan dengan merek manapun termasuk Samsung dan LG.
Perlu diingat lagi bahwa teknologi masa depan adalah ROBOT.
Jepang saat ini adalah yang terdepan dalam hal teknologi robot.
Dengan teknologi robot, Jepang berpotensi bisa melakukan proses produksi dengan harga yang sangat murah, lebih murah dibandingkan Cina.
Apakah korea bisa meladeni Jepang dalam hal ini?
kita lihat saja nanti
Saya rasa samurai yang tajam dan panjang akan kembali menusuk disaat yang tepat.
Disaat industri smartphone dan consumer electronic lainnya sedang dilanda perang harga serta trend pertumbuhan ke arah decline.
Jepang sudah siap dengan Mainan Baru, Industri baru akan tercipta.
ROBOT, baik robot untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk produksi.
Jumlah penduduk yang terus menurun, menurut saya juga punya dampak positif.
Jepang tidak perlu takut suatu saat terjadi ledakan jumlah pengangguran jika nanti produksi dilakukan dgn 100% robot.
Terima kasih artikelnya. Dulu saya juga karyawan salah satu perusahaan besar Jepang tersebut.
Artikel ini ada benarnya juga, tetapi mereka sebenarnya sudah melakukan banyak perubahan, meskipun tidak bisa memungkiri keadaan tersebut.
Kita sebagai orang Indonesia, harus bisa mengambil hikmah dari peristiwa tersebut.
Saya berharap, partner joinnya yang harus kreatif mengatasi hal ini.
tulisannya waaww sekali, :Dlol apakah bapak yodhia pernah kerja diperusahaan jepang sebelumnya?
wow saya suka nih blognya,rata2 yang komentar para professional, jadi sumber tidak diragukan.
Keren abis dah bang
Waduhh…telat banget..kok baru sekarang tahu ttg blog yg berbobot spt ini.
Sony mengalami kejatuhan setelah CEO-nya digantikan oleh Nobuyuki Idei. Sewaktu Idei menjadi CEO-nya Sony, dia malah memberikan pensiun awal bagi pekerja Sony.
Akibat dari kebijakan Idei untuk memberikan pensiun awal, akhrinya banyak pekerja yang berpengalaman yang meninggalkan Sony.
Ketika para pekerja berpengalaman tersebut meninggalkan Sony, Sony akhirnya tidak mampu memproduksi produk baru sebanyak dulu semasa Akio Morita masih hidup.
Padahal para pekerja yang berpengalaman tersebut yang menjadi tulang punggung bagi keberlangsungan Sony.
Dan juga, Idei itu orangnya kurang pandai dalam mengatur para pekerjanya. Idei juga membatasi kapasitas kerjanya para pekerjaan Sony.
Padahal semasa Akio Morita masih menjadi CEO-nya Sony, para pekerjaan Sony begitu bersemangat untuk membuat banyak produk baru.
Tulisan tsb tahun 2012 dan sekarang tahun 2015 ternyata Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo masih beredar di Indonesia.
Bulan ini sy barusan beli Microwave dan TV Sharp.
Kok bisa? Bukankah seharusnya mereka tutup? Ada yang salah dalam tulisan ini, penulis memberikan fakta ttg penyebab kerugian perusahaan tsb padahal bukan itu penyebab utamanya.
Gimana gan? Sudah bisa percaya kalau isi atikel ini mulai benar2 terjadi saat ini..?? Hehe..
Industri laptop dan komputer juga salah satu medan tempur yang berat bagi negeri samurai.
Saat ini, merk-merk terkenal Jepang sudah mundur teratur dan hampir mengibarkan bendera putih.
Artikel yang keren mas Yodhia, pembelajaran untuk kita semua.
Fajar
http://www.sodagarkomputer.com
Artikel ini sepertinya akan kadaluarsa beberapa tahun ke depan, ketika Jepang akhirnya menekuk Korsel dengan kualitas dan overhead cost lebih murah (robot), serta masalah paten yang mungkin akan banyak menyerang Korsel.
Korsel itu mirip China, hajar dulu, urusan hukum belakangan.
Yang penting gaya, harga terjangkau hingga kelompok low-end, dan bisa dipakai beberapa lama.
Pola pikir konsumen di negara2 berkembang tidak kritis/kalkulatif, tapi pragmatis.
Toh gadget yang sudah dipakai setahun juga sudah mulai membosankan mereka dan minta diganti model baru.
Jepang menjunjung tinggi kehormatan mereka.
Memang, satu kelemahan Jepang adalah ketika mereka harus merakit produknya di China (karena ketiadaan tenaga kerja).
Akibatnya, banyak sekali komplain konsumen (maklum bagaimana pekerja China bergaji amat rendah itu bekerja).
Faktor lain adalah hancurnya penjualan Jepang di Indonesia karena layanan purna jual yang dirusak oleh teknisi Sony, Sharp, Panasonic, dll (yang sepertinya dibelanjai oleh LG/Samsung).
Perang ini akan brutal, tapi pemenangnya adalah pemain yang paling jujur dan punya “elo rating” tinggi.
Seperti demam batu giok, demam Samsung juga ada masanya. Kualitas tak akan bisa ditaklukkan (dalam jangka panjang).
Mantabh analisanya 🙂
mantap…yg dulu rempong kenapa ndak tampil disini yah..
Ngeri-ngeri sedep ternyata kematian samurai karena usia hehe…
https://www.ubicilembu.id/