Seni Mengelola Perbedaan Sudut Pandang

Dalam interaksi dengan beragam pihak – dengan rekan kerja, dengan atasan/bawahan, dengan istri/suami, dengan anak, atau dengan tetangga — kita acapkali terpaksa dihadapkan pada perbedaan sudut pandang, dan kadang mesti masuk dalam arena konflik. Lalu bagaimana semestinya mengelola perbedaan sudut pandang sehingga kita bisa memperoleh win-win solution yang optimal. Beberapa langkah dibawah ini mencoba mengeksplorasi teknik untuk mengelola konflik kepentingan secara elegan dan cerdas.

Mengidentifikasi Conflict Players
Jika Anda memilih mengelola situasi konflik, penting bagi Anda untuk mengetahui siapa-siapa saja yang terlibat dalam kancah pertempuran. Apa sejatinya keinginan dari masing-masing pihak. Apa saja nilai, kepribadian, perasaan, dan sumber daya dari masing-masing pihak. Kesempatan Anda untuk berhasil dalam mengelola suatu konflik akan sangat bagus jika Anda dapat memandang situasi konflik dari perspektif pihak-pihak yang yang memiliki perbedaan pandangan.

Mencari Tahu Sumber Konflik Kepentingan
Konflik tidak begitu saja muncul dari langit. Mereka mempunyai penyebab-penyebab. Karena pendekatan Anda untuk memecahkan suatu konflik sebagian besar akan ditentukan oleh penyebab-penyebabnya, Anda perlu mencari tahu sumber dari konflik tersebut. Riset menunjukkan bahwa konflik mempunyai beberapa penyebab, dan secara umum dapat dibagi ke dalam tiga kategori: perbedaan komunikasi, perbedaan struktural, dan perbedaan kepribadian.

Perbedaan komunikasi adalah perselisihan yang timbul dari kesulitan semantik, kesalahpahaman bahasa, diskomunikasi atau juga communication-overload. Orang-orang sering berasumsi bahwa kebanyakan konflik disebabkan oleh ketiadaan komunikasi, tetapi seorang penulis mencatat, ada kecenderungan bahwa komunikasi yang berlebihan sering justru akan mengakibatkan konflik.

Sumber yang kedua adalah karena adanya perbedaan struktural. Setiap organisasi perusahaan pasti memiliki struktur, baik secara horisontal ataupun vertikal. Perbedaan struktural ini acapkali menciptakan masalah pengintegrasian dan ujung-ujungnya mengakibatkan terjadinya konflik kepentingan. Orang-orang mungkin tidak saling sepakat dengan sasaran yang ingin diraih, atau juga mereka bersilang pendapat mengenai alokasi sumber daya. Misal, orang pemasaran perang dengan bagian produksi, orang SDM jadi sasaran kecaman semua karyawan, atau juga pertempuran antara orang finansial dengan bagian IT. Konflik-konflik ini bukan karena komunikasi yang lemah atau perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini muncul dari struktur organisasi itu sendiri.

Sumber konflik yang ketiga adalah adanya perbedaan kepribadian. Sering terjadi, chesmistry yang tidak mulus antar orang membuat sulit bagi mereka untuk saling klik. Faktor-faktor seperti perbedaan latar belakang, pendidikan, dan pengalaman, membentuk masing-masing individu ke dalam suatu kepribadian yang unik. Perbedaan corak kepribadian inilah yang acap menjadi sumber konflik.

Lima Opsi Resolusi Konflik
Lalu, resolusi atau tehnik apa yang bisa digunakan untuk mengurangi konflik yang kian memanas? Pada dasarnya Anda bisa menggunakan 5 opsi resolusi konflik yakni: menghindar, mengakomodasi, memaksa, kompromi, dan kerja sama/kolaborasi. Masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan tertentu, dan tidak ada satupun yang ideal untuk semua situasi. Anda perlu mempertimbangkan masing-masing opsi untuk mengendalikan konflik yang terjadi di lingkungan Anda.

Menghindar (Avoidance)
Seperti kita ketahui sebelumnya, tidak semua semua konflik memerlukan tindakan yang tegas. Kadang-kadang menghindar adalah solusi terbaik. Kapan “menghindar” akan menjadi strategi yang tepat? “Menghindar” akan sangat tepat ketika konflik kepentingan hanya bersifat sepele, tidak terlalu penting untuk dibahas, atau ketika emosi sedang meluap-luap sehingga masih dibutuhkan waktu untuk colling down. Strategi ini juga bisa dipakai ketika kita merasa potensi kerusakan yang muncul akibat bersikap agresif justru akan melebihi potensi manfaat yang bisa kita peroleh.

Akomodasi
Tujuan taktik akomodasi adalah menjaga agar hubungan yang harmonis tetap terpelihara dengan elok. Caranya adalah Anda mengalah dan mengakomodasi kepentingan mitra kerja Anda. Opsi ini layak dipilih ketika isu yang menjadi sumber perselisihan tidak begitu penting (sepele), atau ketika Anda ingin “membangun reputasi positif” di mata mitra Anda, dan citra ini mungkin akan sangat berharga di waktu-waktu mendatang.

Memaksa (Forcing)
Dalam opsi ini Anda berusaha keras untuk memenuhi keinginan Anda dan mengabaikan kepentingan mitra konflik. Dalam konteks bekerja di kantor, opsi ini sering muncul dalam situasi dimana sang bos memaksakan kehendaknya untuk menyelesikan perselisihan. Opsi ini dapat dilakukan jika Anda menghendaki keputusan secara cepat untuk suatu isu penting dan tindakan yang tidak populer harus dilakukan. Atau juga dapat dilakukan jika komitmen dari pihak lain tidak begitu dibutuhkan untuk menjalankan keputusan yang Anda.

Kompromi
Kompromi dilakukan ketika masing-masing pihak yang berbeda sudut pandang saling memberikan konsesi. Ini biasa dilakukan dalam misalnya, proses negosiasi atau juga dalam perundingan perjanjian kontrak kerja baru. Kompromi dapat dilakukan ketika masing-masing pihak berada pada level kekuatan yang sama; atau ketika ada keinginan untuk meraih solusi sementara atas sebuah isu yang amat kompleks; atau juga ketika terdapat tenggat waktu yang membutuhkan kesepakatan yang bersifat segera.

Kolaborasi
Akhirnya, inilah opsi yang bisa membawa kita pada win-win solution. Dalam opsi ini semua pihak yang berselisih berdialog secara intens untuk saling memenuhi kebutuhan dan kepetingannya. Proses ini biasanya ditandai dengan proses diskusi yang jujur dan terbuka diantara semua pihak, adanya niat untuk saling mendengarkan kebutuhan pihak lain, dan juga adanya upaya yang sungguh-sungguh untuk membicarakan semua alternatif guna mencapai solusi yang menguntungkan bagi semua pihak. Kapan opsi ini harus dilakukan? Opsi ini layak diambil ketika isu yang menjadi sumber perselisihan terlalu penting untuk dikompromikan, dan juga ketika semua pihak benar-benar menginginkan adanya win-win solution.

Photo Credit by R@punsell

Note : Jika Anda ingin mendapatkan file powerpoint presentation mengenai management skills, strategy, marketing dan HR management, silakan datang KESINI.

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

7 thoughts on “Seni Mengelola Perbedaan Sudut Pandang”

  1. CMIIW. Ada juga konflik yang sengaja diciptakan, by design. Hal ini dilakukan untuk menciptakan lingkungan organisasi yang lebih sehat, karena situasi yang adem ayem saja tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi pada level mana sebenarnya tingkat konflik di dalam sebuah organisasi. Penyelesaian konflik diharapkan bersifat konstruktif.
    Mungkin perlu diulas lebih tajam juga konflik yang disebabkan karena perbedaan sudut pandang dan cara berpikir, specifically by gender.
    Salam..!

  2. saya sendiri sering menciptakan suatu “konflik artificial” apabila saya ingin memulai suatu “wild brain storm” dengan semua staff saya untuk memonitor dan mengevaluasi keadaan perusahaan secara “jujur dan menyeluruh”
    dari konflik ini, beberapa kali saya dapati suatu “perfect storm” yang sesuai dengan yang saya kehendaki dan pada akhirnya mendatangkan suatu pandangan dan solusi yang konstruktif terhadap beberapa hal “incaran” saya.

    tapi saya peringatkan, hal ini sangat sangat berbahaya dan labil, memerlukan suatu kepemimpinan manajerial yang sangat kuat.
    kalau seorang manager tidak bisa mengendalikan outcome dari konflik buatan yang dia ciptakan, kondusifitas perusahaan benar benar akan terancam.

    well, no gut no glory!!

  3. Bang Yodhia, gimana tuh pendapatnya bang Dede? Koq masih seperti jaman dulu; management by conflict? Bukannya sekarang da masuk ke era management by wisdom? 🙂 Bisa tolong diulas?

  4. Mas Heru…contoh konkrit kompromi mungkin sering kita alami ketika melakukan proses tawar menawar barang. Si penjual mau sedikit menurunkan harga, dan pembeli mau kompromi menaikkan harga penawarannya sehingga dicapai titik optimal.

    Contoh konkrit kolaborasi misalnya terjadi dalam kasus CSR (corporate social responsibility). Untuk menghindari konflik dan resistensi dari masyarakat lokal, pihak perusahaan sejak awal melibatkan partisipasi masyarakat untuk membangun komunitas lokal. Pihak perusahaan win karena bisa membangun usahanya dengan tenang, dan pada sisi lain masyarakat lokal juga win karena bisa memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf kehidupannya.

    Mas Dede….ya benar….tidak selamanya konflik itu negatif (atau destruktif)….Untuk menembus kebuntuan berpikir — atau untuk melecut iklim kreativitas — biasanya sejumlah perusahaan melakukan persis seperti yang anda lakukan; yakni mendorong “pertarungan atau konflik ide dan gagasan”. Hanya saja memang sejak awal kita mesti memiliki koridor untuk mengendalikan proses konflik itu agar berlangsung secara sehat.

Comments are closed.