Minggu lalu saya berjumpa dengan seorang teman lama semasa kuliah dulu. Sudah bertahun-tahun lamanya saya tidak bersua dengan dirinya. Nama perempuan muda teman saya yang cantik, brilian nan cerdas itu adalah Ria Reni. Kini ia bekerja sebagai salah satu petinggi dalam area marketing and sales pada perusahaan Shell – sebuah perusahaan yang kini tenar dengan produk oli Shell Helix dan desain pom bensinnya yang molek dan rancak.
Dalam perjumpaan yang pendek itu, sambil ditemani dua cangkir cappucino yang hangat, ia berkisah dan berceloteh tentang bagaimana ia merajut perjalanan karir di perusahaan itu. Kisahnya dengan jelas mengilustrasikan dua pelajaran penting bagaimana seharusnya sebuah perusahaan melakukan kolaborasi dengan para pegawainya untuk membangun an exciting career journey.
Pelajaran pertama, dan menurut saya amat penting adalah ini : adanya sebuah keselarasan (alignment) antara tujuan perusahaan (company goals) dengan aspirasi personal (personal aspiration). Rekan saya berkisah ketika pertama kali ia bergabung dengan Shell, maka agenda pertama yang ia lakukan adalah mengikuti sebuah Goal Alignment Camp di Singapore bersama sesama rekan kerjanya dari Asia. Tujuan camp selama tiga hari itu hanya satu : bagaimana memastikan adanya alignment antara personal aspiration dirinya dengan sasaran perusahaan.
What is your personal aspiration in the next five years? Dan bagaimana kami bisa membantu Anda untuk mewujudkan aspirasi itu? Pertanyaan ini, celoteh teman saya, selalu disuarakan secara reguler di tempatnya bekerja; dan pihak manajemen secara konsisten menunjukkan serangkaian inisiatif yang nyata untuk memastikan pertanyaan itu terjawab dengan tuntas. Melalui proses semacam inilah, keselarasan produktif antara visi manajemen dengan visi karyawan bisa bersimbiose secara sinergis.
Pertanyaannya sekarang adalah : apakah saat ini Anda telah merasakan keselarasan antara aspirasi personal Anda dengan misi, visi dan arah masa depan kantor dimana Anda bekerja? Apakah Anda merasa kantor Anda saat ini merupakan sebuah taman yang indah; tempat dimana Anda bisa mengespresikan segenap potensi Anda dengan penuh kesempurnaan? Mudah-mudahan, dengan bekal mindset yang selalu positif, Anda bisa menemukan jalinan keselarasan itu dalam dunia kerja Anda saat ini.
Pelajaran yang kedua adalah : sebuah organisasi hanya akan mampu menyediakan perjalanan karir yang indah manakala mereka selalu membentangkan ruang pengembangan yang konstan kepada segenap pegawainya. Berderet proses pengembangan (personal development) untuk membuat para pegawainya bisa terus tumbuh. Sebuah proses yang, kata teman saya, muncul begitu kuat di Shell lantaran ditopang oleh filosofi respect for people yang amat kokoh. Secara reguler, ia sendiri selalu dikirim ke kantor pusat Shell di London, ataupun kota lain di Eropa seperti Milan dan Amsterdam – baik untuk mengikuti pelatihan, ataupun juga dalam rangka penugasan kerja. Serangkaian penugasan dan pelatihan internasional ini tak pelak telah memberikan proses personal development yang begitu kuat dalam dirinya. Dan sekali lagi, “ini terjadi lantaran budaya respect for people benar-benar diterapkan manajemen perusahaaan kami dengan konsisten,” begitu teman saya kembali berkisah, sambil menyeruput capucino-nya yang mulai dingin.
Apakah Anda juga menemui hal yang sama di kantor Anda? Apakah selama ini segenap potensi Anda telah dapat ditumbuhkan dengan optimal di tempat Anda bekerja sekarang? Sekali lagi, dengan bekal mindset yang selalu positif, saya berharap Anda juga telah menemukan sebuah oase di kantor Anda. Itulah sebuah oase dimana potensi diri Anda bisa terus dimekarkan. Bisa terus tumbuh, merebak dan mewangi…..
Serangkaian proses perjalanan karir dan pengembangan pengalaman yang telah diperoleh teman saya itu membuat dirinya merasa happy working bersama Shell. Ia sendiri merupakan salah satu bintang yang membesarkan kiprah perusahaannya dalam arena bisnis di tanah air. Bagi Shell, ia merupakan salah satu top talent yang mesti selalu dirawat dengan penuh keseungguhan. Sebaliknya, berbagai proses pengembangan dan tantangan tugas yang selalu diberikan oleh pihak manajemen telah membuat teman saya merasa bisa terus tumbuh. Itulah mengapa ia betah bersamanya, dan menolak berbagai bujukan para headhunter yang berusaha membajaknya. Mengapa kamu menolak tawaran itu meski mereka menawarkan gaji yang lebih tinggi, tanya saya. Ia menjawab : “Sebab bekerja di Shell, saya merasa feel at home. Yeah, Shell is like my second home….”.
Apakah sampeyan semua merasakan hal seperti itu? Apakah Anda merasa kantor tempat Anda bekerja sekarang merupakan “your second home”, dan bukan “your next terrible place”?
~
Note : Jika Anda ingin mendapatkan file powerpoint presentation mengenai management skills, strategy, marketing dan HR management, silakan datang KESINI.
Ada ya perusahaan yang seperti itu 🙂
Bener sekali mas, memang harusnya seperti dalam bekerja, kita nyaman dengan pekerjaan kita, dan kita akan dengan sepenuh hati bekerja dengan baik. Banyak juga diantara kita yang tidak bisa seperti itu. Maka beruntunglah bila anda2 yang telah mendapatkan pekerjaan yang nyaman dan menyenangkan..
Enjoy your live..
oh ya mas, kalo mau jadi pengusaha bagaimana?
Salam
Bagi pekerja kantoran, separuh lebih waktu hidup kita akan habis di kantor. Maka, menjadikan kantor sebagai rumah kedua adalah hal mutlak untuk mencapai ketenangan.
Memang bener mas, meskipun tempat kerja kita saat ini belum secara sengaja bahkan konstan menjadikan second home, kita sebagai karyawan menjadikan kantor sebagai second home akan menambah ketenangan bekerja.
pingin juga kerja di perusahaan seperti itu
Solusi jitu untuk mencegah kebobolan karyawan potensial: Create a second home..!
Blog Cantik
https://pyramid-online.blogspot.com
adakalanya memang susah untuk mewujudkan keserasian/keselarasan antara perusahaan dan karyawannya…harus ada ” reward & punishment ” bagi karyawan, sehingga akan terus memacu ke arah pertumbuhan yang positif..
kalo udah perusahaan minyak luar negri mah..mantep deh..
Mas Yodhia, sayangnya kedua faktor itu merupakan faktor-faktor yang ada diluar kontrol karyawan. Sebagian besar (atau malah hampir semua) karyawan pasti menginginkan kedua faktor itu diaplikasikan oleh perusahaan tempat mereka bekerja.
Cuma sayangnya masih sedikit sekali perusahaan di Indonesia yang mau dan mampu melakukan hal-hal seperti yang dilakukan oleh Shell dalam mengapresiasi SDM-nya melalui serangkaian strategi program jangka pendek sampai jangka panjang yang terencana dengan baik.
Seandainya semua perusahaan Indonesia bisa lebih menitikberatkan perhatiannya pada aspek pengembangan human capital secara lebih serius, saya yakin angka turnover karyawan kedepannya juga bisa jauh berkurang.
Saya setuju banget dengan ide “Kantor sebagai second home” dan masih banyak lagi hal2 yang bisa diterapkan untuk ini. Google adalah salah satu contoh extreme dalam kasus ini.
Seperti Mas Haryo bilang, faktor2 ini bukan kuasa karyawan, melainkan keputusan pemilik. Nah, mungkin artikel selanjutnya bisa membahas, apa yang bisa kita lakukan bila2 hal2 tersebut tidak terjadi. Selain semua pada pindah ke Shell 🙂
Salam Mas Yodhia 🙂 As usual, nice article 🙂
Ivan
trully feel like second home ato no option anymore to make our office “like” second home? pengalaman saya feel like home bisa dimulai dengan cara bagaimana kita berkomunikasi dengan bawahan kita.
seorang atasan menurut saya perlu menjiwai 3 aspek dasar kepemimpinan agar terciptanya kultur kerja yang enak ato yang diatas disebut “feel like home”.
aspek pertama; seorang atasan harus mampu memposisikan diri di depan barisan para bawahannya. maksudnya ketika ada pihak2 tertentu yang merusak citra baik mereka, atasan haruslah terlebih dahulu membelanya. sehingga bawahan tidak merasa mereka berjuang sendiri.
aspek yang kedua, seorang atasan harus menjadi seseorang yang berada di belakang barisan bawahannya. hal ini diperlukan guna mendorong atau memompa motivasi para bawahannya dalam pencapaian target.
aspek yang ketiga yaitu atasan haruslah bisa memposisikan dirinya berada disamping para bawahannya. perlakukanlah bawahan anda sebagai teman (curhat, main bareng, gosip bareng klo perlu, dll). dengan begitu teman anda akan lebih menghormati anda dan menghormati apa yang menjadi tujuan kerja bersama. layaknya pertemanan, tentunya kita tidak ingin mengecewakan teman kita sendiri kan??
terima kasih mas yodhia yang selalu menyuguhkan topik2 menariknya….cheers !!
perusahaan yang sudah mature sangat memperhatikan loyalty program kepada karyawannya. sudah pasti talent2 terbaiklah yang dapat direkrut oleh perusahaan semacam ini, dengan tentunya biaya rekrutmen yang juga besar.
karena investasi sdm sudah besar, maintenance juga harus lebih baik.
dimulai dari pemilik atau dari karyawan..?
Materi yang menarik dan cess pleng.
Our office is my second home bisa juga hadir dari persepsi kita tentang hidup. Where ever we are, there will be my sweet home. Saya sendiri bekerja sudah mendekati ujung pensiun pada suatu perusahaan BUMN; puas atau tidak puas, susah untuk menjelaskannya. Dari sisi penugasan yang beragam ada kepuasan telah berbuat maksimal, dari sisi kesejahteraan lebih dari cukup. Tetapi dari sisi tantangan kerja, terasa belum maksimal kompetensi yang dimiliki dipakai perusahaan. Untuk generasi muda pekerja, contoh Ria Reni adalah contoh yang bagus. Perusahaan akan memberikan kepada kita yang terbaik bila kita juga mampu berbuat yang terbaik bagi perusahaan. Untuk pak Yodhia, sukses atas blog nya. Blog renyah yang harus dikunyak setiap senin pagi, bravo.
kira2 cara membentuk budaya-budaya yang bisa membentuk kantor produktif kayak gitu gimana ya????
Mas Hari Kardjono berujar :”Setiap saat manusia dihadapkan pada pilihan dan harus memilih. Tidak memilihpun sudah berarti memilih. Keputusan dalam menentukan pilihan akan menentukan takdirnya kemudian. Kualitas pilihan, tergantung kualitas pikirannya.” So kita harus memilih untuk hidup biasa-biasa aja atawa hidup yang penuh dengan prestasi (please tetapkan sendiri karakternya ‘coz masing-masing kita berbeda) but minimal kata Kardjono untuk membangun kebiasaan meraih prestasi diperlukan beberapa hal antara lain : tujuan terfokus; konsisten; berprasangka baik; berani memulai; keseimbangan hidup and menjalani dengan ikhlas, sementara itu hambatan berprestasi itu juga banyak lho…… misalnya ragu-ragu,takut gagal dan membiarkan informasi negatif masuk dalam pikiran kita, kalau itu masih ada jelas sulit untuk berhasil sebab syarat berpikir positif (berprasangka baik) sudah terlanggar sih, but, satu hal yang harus diingat “Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang atau suatu bangsa atau suatu kaum jika orang, bangsa atau kaum itu tidak berusaha merubah nasibnya sendiri” yang jelas Yodhia n para komentator telah membekali berupa pencerahan untuk melakukan perubahan itu, makasih banyak ya…….GBU 4 ever.
Nice Article..
https://daukhan-arsitek.com/
Informasi yang bagus, dan saya mungkin bisa kasi testimonial.
Karyawan saya ndilalah malah seperti itu semua pak, bisa merasakan bagaimana jatuh bangun perusahaan secara langsung, suka duka dan naik turun nya. Banyak juga yang jadi males dan ogah ogahan dalam bekerja.
Dan karena saya juga langsung terlibat bersama “teman-teman” dalam memajukan usaha, maka awalnya ya harus dari saya sendiri dulu yang melibatkan pikiran2 dan racun racun positif di lingkungan kerja.
Perusahaan saya tidak memiliki nama besar nan bonafid, tapi sedari awal, loyalitas karyawan sudah diperhatikan. Karena ya saya suka kalo ada orang yang loyal, maka saya juga harus menunjukkan kepada mereka kenapa saya tetep kekeuh bertahan disini, dan selalu berinovasi dengan gagasan gagasan baru yang bisa dibilang nggak pernah berhenti keluar. Ini juga karena saya diracuni oleh blog semacam ini.
Ndilalah nya, dengan racun racun positif, kerja keras, saling support dengan tulus, dan gap habluminannas dihilangkan, sekarang jauh lebih banyak yang bisa diperoleh hasilnya ketimbang dulu, dengan jumlah orang yang sama.
Artikel yang keren pak! Salut.
agar dapat merasa kantor seperti second home, sepertinya “budaya mendengarkan” perlu dikembangkan baik oleh atasan maupun bawahan…
terima kasih artikelnya yang bagus dan mengingatkan betapa pentingnya membangun & mendapatkan loyalitas karyawan, Pak Yodhia
Perusahaan seperti Shell memang exist walaupun tidak banyak. Perusahaan2 yang menganggap SDMnya benar2 Human Capital. Walaupun perusahaan2 seperti itu memang mencoba memperlakukan setiap karyawannya secara equal, tetapi tetap saja harus memilih, dan tentu tidak semua karyawan layak mendapat pengembangan yang seperti diceritakan Ria, yang kelihatannya merupakan talenta Kunci Shell Indonesia (Key talent).
Tapi dunia, terutama dunia bisnis bukan suatu Konstanta. Pasti berubah dan kadangkala seseorang bisa happy benar di suatu perusahaan, dan kemudian “perubahan” itu datang, dan bisa berubah total. Bisa karyawan itu yang tidak lagi merasa sesuai dan mau mencari perubahan, dan bisa juga bisnis berubah sehingga kompetensi yang diperlukan perusahaan tidak terdapat pada key talent itu lagi. Syukur2 bila “honeymoon” time lama. Kalau tidak ? Pertama untuk Ria,.. nikmatilah, tapi siap-siap untuk tidak masuk dalam comfort zone dan suatu saat mampu juga bertahan dalam keadaan yang tidak begitu menguntungkan. Tidak ada yang abadi,…
Saya mempunyai pengalaman pribadi,… karena saya pernah berada di situ,.. tahun ini saya baru quit dari sebuah MCN America besar, dengan jabatan Director. Tiba-tiba angin perubahan membawa bau yang kurang sedap (setelah 7 tahun dalam masa honey moon). Restrukturisasi, dan permainan politik tingkat atas. Tidak ada yang disesali,.. saya bersyukur mempunyai kompetensi. Memang dari dulu tidak mau berbangga dengan jabatan dan perusahaan kelas dunia dengan nama Brand kelas dunia yang telah beredar lebih dari seratus tahun. Jadi saran saya, depend on your own, not on the company, tapi boleh aja bangga dengan perusahaan, tapi loyallah kepada profesi kita, karena dengan demikian kita akan lebih condong kepada berkontribusi, … Itulah kunci keberhasilan seseorang menurut saya.
sungguh menyenangkan bekerja pada perusahaan yang menaruh pada respect for people.
Sayanya sedikit sekali perusahaan yang seperti shell
Mantab…Kalau semua karyawan menjadikan kantor sebagai second home maka perusahaan akan cepat berkembang
Ada ga ya, perusahaan Indonesia
yang seperti itu ?
Karyawan di rumah dan di kantor
hampir ga ada bedanya.
Aman, mapan, dan nyaman sikonnya.
Tapi, bukannya setiap perusahaan
ga lepas dari kepentingan ekonomi?
laba atau rugi.
kerja dimanapun kalo mindset dari awalnya sudah positif ya tetap akan membuat kita nyaman bekerja, jd menurut sy, seandainya teman mas Yodha nggak kerja di Shell pun, sy rasa dia akan bisa menikmatinya, soalnya ya itu dia bisa menumbuhkan mindset yg positif
Bos, meski dah ber-mind set positif, klo tempat kerja kita gak mo merangkum dan menyelaraskan diri dengan aspirasi para karyawannya, trus gimana? Pindah kerja? Kan gak semudah itu.
@ Sandra, goodluck with your new journey !!!
@ Baihaqi…..keep on fighting bro …….
Saya setuju dgn pendapat mas adit, mindset yg positif sangat menentukan nyaman tidaknya seorang karyawan dalam bekerja…
Saya senang membaca kisah dan celoteh mas Yod dengan RR nya, dan rasanya ideal kalo suatu perusahaan bisa seperti itu. Yang saya tertarik: Bagaimana kita bisa mengelola dan mengkondisikan usaha/perusahaan milik kita sendiri menjadi seperti itu dan betapa beruntungnya pekerja di dalamnya serta dapat merasa …is like my second home….
Selamat! buat mba Ria Reni, semoga suatu saat anda dapat mewujudkan wadah usaha yang kondisinya seperti yang anda rasakan sekarang …an exciting career journey… dan bisa dirasakan …feel at home… bagi banyak orang. Berkah …deh!
Karena saya inget pada artikel mas Yod:
https://strategimanajemen.net/2008/08/25/mengapa-kita-kekurangan-entrepreneur/
Sangat menarik.. Ini adalah contoh bagaimana perusahaan dan pegawai saling berkolaborasi untuk sama-sama mendapatkan manfaat. Perusahaan mendapatkan pegawai yang produktif, pegawai juga mendapatkan kepuasan dalam bekerja.
Namun demikian, semuanya sangat tergantung dari pegawainya juga. Mbak Ria Reni menunjukkan orang yang memiliki visi dan bertanggung jawab terhadap pengembangan karirnya sendiri.. ini yang terpenting.
Jadi sebagus atau sebaik apapun perusahaan menyediakan program pengembangan karir, kita sendiri yang memutuskan apakah mau mengambil tanggung jawab atau tidak atas karir yang kita bangun. Perusahaan hanyalah sekedar sistem, sistem bisa berjalan baik atau tidak tergantung dari operatornya.
salam