Transformasi Garuda dan Kinerja BUMN

Kepakan sayap burung Garuda tampaknya mulai melambung. Melalui proses kepempinan yang cemerlang dari top management-nya, perusahaan airline kebanggan Indonesia ini berhasil melakukan tahapan transformasi secara cukup impresif. Kinerja keuangannya berbalik secara dramatis : dari rugi Rp 800 milyar pada tahun 2004 berubah menjadi profit sebesar Rp 669 milyar pada tahun 2008.

Proses transformasi di Garuda barangkali merupakan sebuah eksemplar tentang apa yang akan terjadi jika sebuah BUMN dikelola secara profesional, dan kemudian dipimpin oleh seorang CEO yang kredibel nan handal. Kalau saja fenomena semacam ini bisa terus dilanjutkan, BUMN kita mungkin bisa terus kian melaju memberikan kontribusi penting dalam babak perjalanan kejayaan bangsa.

Dalam konteks ini, kita mungkin perlu memberikan apresiasi terhadap sejumlah kebijakan kantor Kementerian BUMN dalam soal human capital. Disini kita melihat peran agresif mereka untuk menarik eksekutif – eksekutif top (kalau perlu menariknya dari perusahaan swasta), untuk kemudian diberikan mandat meningkatkan kinerja BUMN.

Sebagian besar berhasil. Emirsyah Satar yang merupakan komandan Garuda adalah contoh yang layak disebut disini. Melalui proses kepemimpinannya yang tenang dan serba terukur (latar belakang dia adalah orang keuangan), ia berhasil melakukan transformasi di Garuda secara impresif. Contoh lainnya lagi adalah Agus Martowardoyo, CEO Bank Mandiri yang juga pelan namun pasti berhasil melakukan perbaikan kinerja pada bank nomer satu yang dipimpinnya itu. Dua orang CEO (chief executive officer atau dirut) ini kita tahu, dulunya berasal dari lingkungan perusahaan swasta (Emir jebolan Citibank dan Agus adalah mantan eksekutif dari Bank Niaga).

Harus diakui, kualitas CEO memang masih sangat menentukan dalam menentukan kinerja BUMN. Jika CEO-nya bagus – seperti contoh Garuda dan Bank Mandiri itu – maka kinerja bisnisnya juga cenderung akan kian meningkat. Sayang memang, belum semua CEO BUMN kita memiliki mutu dan kompetensi yang sebanding dengan dua orang tersebut.

Lalu, bagaimana dengan kinerja tiga BUMN rakasasa kita, yakni Pertamina, PLN dan Telkom. Tiga raksasa ini merupakan BUMN dengan revenue terbesar diantara yang lainnya.

Pertamina tampaknya telah berjalan di track yang benar. Tempo hari mereka mengeluarkan rilis mengenai jumlah produksi minyak per barel per hari yang sudah diatas target. Selamat buat Ibu Karen yang menjadi komandan Pertamina. Meski demikian, Pertamina memang masih jauh ketinggalan dibanding Petronas (perusahaan asal negeri Malingsia  Malaysia ini sudah termasuk perusahaan minyak paling top di dunia, selevel dengan Shell dan Exxon ).

Telkom masih agak bermasalah. Beberapa kuartal ini profitnya cendetung stagnan dan menurun. Dirutnya, yakni Rinaldi Firmansyah, sepertinya tidak cukup hebat untuk membawa Telkom melesat. Untuk membuat perusahaan sebesar Telkom (dan Telkomsel didalamnya) terus berkibar, kita butuh CEO dengan kaliber yang extraordinary. Dan rasanya Firmansyah belum bisa masuk kualifikasi itu.

Lalu bagaiman dengan PLN? Hmm, agak sulit menjelaskannya. Kebetulan saya mengenal Dirut PLN yang sekarang, Fahmi Mochtar (dia pernah menjadi murid dalam salah satu sesi workshop yang saya deliver). Namun harus saya katakan, agak berat bagi dirinya untuk melakukan tranformasi masif di PLN.

Harus diakui menjadi CEO PLN merupakan pekerjaan terberat dibanding menjadi CEO Pertamina atau Telkom sekalipun (dan sebab itu, gaji CEO PLN mestinya paling tinggi dibanding gaji CEO BUMN lainnya). Mengelola pembangunan listrik 20,000 megawatt di seluruh Nusantara, dan jaringan transmisi listrik yang membentang dari Aceh hingga Papua adalah pekerjaan yang tidak main-main. Untuk inilah mestinya mereka memiliki CEO dengan kaliber seperti Robby Djohan atau mendiang Cacuk (yang dulu sukses mentransformasi Telkom).

Lepas dari itu semua, kita ingin agar BUMN Indonesia bisa kian meningkat kinerjanya. Kita ingin melihat kisah sukses Garuda atau Bank Mandiri bisa diduplikasi kepada setiap BUMN yang ada di negeri ini. Sebab jika semua BUMN sudah benar-benar bagus kinerjanya, maka kita semua – rakyat Indonesia – yang juga akan menikmatinya.

Note : Jika Anda ingin mendapatkan slide powerpoint presentasi yang bagus tentang business strategy dan management skills, silakan KLIK DISINI.

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

15 thoughts on “Transformasi Garuda dan Kinerja BUMN”

  1. sepengamatan saya banyak yang masuk tidak dengan ide membenahi karena takut pertentangan pada ide yang dibawanya,kebanyakan biasanya langsung terjebak rutinitas pada pekerjaan tahun-tahun sebelumnya.

    Kalo ditanya jawabannya “saya tidak ikut proses ini atau itu, biasanya sudah ada di meja untuk ditandatangani saja” atau jawaban klasik lainnya “proses ini meskipun buruk harus tetap dijalankan karena telah dianggarkan, nanti di tengah jalan baru dibenahi lagi”

  2. Mungkin Rinaldi Firmansyah tidak buruk. Terbukti sempat merekam jejak yang brilian dan membukukan profit yang mengagumkan. Tapi untuk melompat ke level berikutnya memang diperlukan kemampuan lebih. Mungkin ini waktunya untuk ‘refresh’ …

  3. tumben pak.. biasanya full analisis kok kali ini hanya sekedar story..

    oia ada beberapa tanggapan saya pribadi.
    1. soal Pertamina, saya teringat dengan ajakan berdikari bung karno. andai saja kita mau berdikari bukan tak mungkin dalam waktu singkat petronas bisa kita susul tak berbekas.

    2. Soal, PLN. dalam standard gaji mungkin bisa mereka contoih 4P yang mas Yod, ceritakan waktu ituh.. plus P terakhir dari saya soal Passion

    3. Soal Garuda, apa ia sudah sedemikian majunya garuda ? saya rasa bisa lebih maju kalau mau mengembangkan disisi Online. dan kembali menyatu dengan anak perusahaan / sub company seperti GSM dan beberapa lainnya

  4. well, mungkin karena proses transformasi menjadi BUMN yg belum lama, kebudayaan ‘orde lama’ mungkin masih menjadi penghambat kemajuan BUMN-BUMN di negara kita.

  5. mas yodhia setau saya, Garuda bisa meraup untung besar karena ada penjualan aset Gedung yang ada di Medan Merdeka. Jadi menurut saya, profit 699 M itu belum menjadi patokan kinerja manajemen Garuda. Manajemen Garuda bisa dikatakan berhasil apabila bisa meningkatkan kinerja operasional, efisiensi biaya, dan mengurangi beban utang yang sudah lama membelit Garuda. (klo salah mohon dikoreksi)

  6. Transormasi di PLN memang berat dengan seringnya kita mendengar selintingan-selentinga bahwa di BUMN ini adalah “Tempat Basah”. Seberat apapun tantangan yang akan dihadapi PLN saya yakin, kalau dikelola dengan benar maka tak mungkin ia juga bisa menjadi Tangguh seperti Garuda & Mandiri.

    Rilis terbaru berita menyebutkan akan ada peningkatan tarif dasar listrik untuk golongan tertentu merupakan berita baik. Sebab salam ini, mulai dari rakyat biasa sampai pengusaha kaya atau perusahaan masih menikmati subsidi listrik.

    Subsidi inilah yang kemudian menjadi beban PLN untuk menanggung untung.

  7. @ Nino, ya saya kira profit itu sebagian disumbangkan oleh penjualan aset mereka. Namun saya kira dari sisi operasional mereka mengalami perbaikan juga (on time performance-nya sudah membaik). Demikian juga load factor (tingkat keterisian penumpang per pesawat) membaik secara cukup signifikan.

    Kalau proses semaca diatas terus bisa dipertahankan, maka pelan-pelan garuda bisa juga melunasi utang-utangnya. Sebab prospek mereka cukup bagus saya kira.

  8. Pastinya PLN yg lebih kerja keras. Terus terang saya baru tau kalo Garuda pernah rugi sebesar 800 milyar.
    CEO memang sangat menentukan detak jantung langkah perusahaan. Tapi mas, kalo CEO nya udah mantap, tapi tidak didukung karyawan yg mantap jga ? eh, tapi kalo difikir-fikir, CEO yg bagus pasti lebih bisa memilih karyawan yg bagus jg yach ?

    Salam kenal

  9. transformasi dari setiap CEO memang diperlukan, karena CEO haruslah pemimpin yang memiliki visi yang luar biasa agar tetap membuat BUMN yang dipimpinnya menjadi berkualitas dan semakin baik

  10. Mindset yg perlu diubah pertama kali oleh CEO…bagaimana mindset bisa dirubah kalo contohnya ngga ada …ngomong bisa tp ngejalanin belum tentu …gimana PLN mau maju kalo gaji 2 kali sebulan masih dianggap kurang..belum lagi ceperan pasang listrik …masak pasang listrik baru minta biaya 15 juta di tempat gue di kukar sini …trus nambah daya 7,5 juta …belum lagi per KK nya dimintain biaya 5 juta buat pasang tiang …dimana sisi pelayanannnya …dah gitu ngomongnya biayanya ngga disubsidi …monopoli kok ngga untung ngga masuk akal banget ya bro ….

  11. Dahlan Iskhan sudah di dapuk jadi CEO PLN yang baru dengan membawa banyak harapan dan tantangan termasuk dari dalam tubuh BUMN setrom ini. gak sabar nih nunggu analisis yang tajam dan renyah dari mas Yodhi.
    sepertinya bagus mas untuk bahan tulisan berikutnya di blog ini, di tunggu ya…

Comments are closed.