Mengelola kinerja karyawan agar selalu tersaji prestasi yang bagus mungkin sebuah lelakon yang kudu dijalani dengan penuh kesungguhan. Disitu terbentang sebuah arena dimana benih-benih kinerja yang cemerlang selalu di-pahat. Disitu pula terbentang sebuah proses dimana kinerja dan kompetensi yang kurang mak nyus dibedah dan dipetakan solusi-nya.
Itulah kenapa ritual employee performance appraisal tahunan (atau semesteran) mestinya menjadi sebuah ritus yang dilakoni dengan bekal kecerdasan dan komitmen. Namun sayang, di banyak tempat, proses pengelolaan dan penilaian kinerja itu tak dijalankan dengan elok, dan akhirnya nyungsep hanya menjadi sekedar formalitas belaka. Doh.
Salah satu masalah yang acap muncul dalam proses performance appraisal adalah karena penilaian hanya dilakukan oleh atasan karyawan saja. Risikonya adalah jika sang atasan melakukan semacam “judgemental error” dalam penilaiannya, maka masa depan karir bawahannya bisa tenggelam dalam lorong panjang ketidakpastian.
Untuk mengatasi hal itu maka kini dikenal adanya sistem penilaian 360 derajat (atau 360 degree feedback). Seperti namanya, proses ini mencakup penilaian dari beragam titik, yakni penilaian dari diri sendiri, dari atasannya, kemudian dari dua rekan kerjanya, serta juga penilaian dari bawahan (bagi karyawan yang punya bawahan). Dengan penilaian dari beragam sumber ini, maka diharapkan akan muncul gambaran yang lebih obyektif mengenai aspek kinerja dan kompetensi dari karyawan tersebut.
Kombinasi dari penilaian berbagai sumber itu (360 degree feedback) seharusnya memang bisa memberikan potret yang lebih menyeluruh mengenai perilaku dan kecakapan dari karyawan. Penilaian dari diri sendiri (self assessment) mendorong karyawan untuk lebih peka dan sensitif dengan apa yang telah menjadi kekuatannya, dan aspek apa saja yang masih perlu mendapatkan pengembangan.
Penilaian dari rekan kerjanya juga diharapkan dapat memberikan feedback yang lebih optimal, sebab bagaimanapun rekan kerja memiliki interaksi yang cukup dekat dalam proses penyelesaian pekerjaan. Rekan kerja disini bisa berupa rekan dari satu bagian/departemen, atau dari bagian lain yang sering melakukan interaksi dengan bagian dimana sang karyawan tersebut bekerja. Biasanya dipilih dua orang rekan kerja, satu dari bagiannya sendiri, dan satu dari lain bagian.
Penilaian dari bawahan (bagi karyawan yang memiliki staf/bawahan) memberikan feedback yang penting untuk beberapa kompetensi tertentu, seperti leadership skills dan mentoring skills. Sebabnya jelas : para bawahan yang menjadi sasaran dari proses leadership atasannya, merupakan pihak yang paling mengerti mutu leadership seperti apa yang dimiliki atasannya.
Selanjutnya skor penilaian dari beragam sumber itu digabung, dan biasanya masing-masing diberi bobot. Misal, bobot penilaian dari atasan = 25 %, dari dua rekan kerjanya masing-masing 20%, dari bawahan juga 20%, dan dari diri sendiri = 15%.
Kenapa bobot dari diri sendiri paling rendah? Beragam studi ternyata menunjukkan penilaian diri sendiri (self assessment) yang paling tidak akurat diantara sumber lainnya (Nah lho. Mungkin banyak dari kita yang narsis).
Untuk membantu beragam sumber tersebut memberikan penilaian yang lebih obyektif maka harus disediakan juga semacam kriteria penilaian yang jelas, detil dan cukup terukur. Deskripsi kriteria penilaian yang jelas dan cukup detil ini akan bisa membantu penilai (rater) untuk menentukan apakah subyek yang dinilai masuk kategori “high performers” atau hanya pegawai yang “so so” saja.
Akan lebih bagus jika dekripsi kriteria itu juga diberikan sampel contoh perilaku, yang bisa dijadikan acuan dalam penilaian. Misal untuk bisa dikatakan memiliki kecakapan “teamwork skills” yang bagus itu, apa definisinya, apa cakupannya, dan apa saja contoh perilaku nyata yang bisa memberikan dasar bahwa seseorang jago dalam membangun kerjasama tim.
Penilaian 360 derajat (atau penilaian 360 degree feedback) merupakan salah satu cara untuk membuat proses performance appraisal menjadi lebih obyektif, dan mampu memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai level kompetensi dan kinerja karyawan.
Dengan begitu diharapkan, proses pengembangan kinerja dan karyawan dan organisasi dapat berjalan secara optimal. Proses untuk menjadi “great company” dengan kata lain menjadi lebih mudah untuk diraih.
Note : Jika Anda ingin mendapatkan kaos Blackberry dan Android yang keren abis, silakan KLIK DISINI.
Photo credit by : Tomasito @flickr.com
dengan cara ini, data penilaian yang diperoleh cukup akurat. sehingga lebih mudah dan tepat dalam mengambil keputusan selanjutnya. sehingga berbagai celah dalam keorganisasian terlihat, dan dapat segera diperbaiki.
.
karena berbagai masalah pribadi, terkadang seseorang “dibutakan” dalam menilai. yang biasa dibilang luar biasa, yang luar biasa dikatakan biasa-biasa saja. tentu saja penilaian ini merugikan semua pihak
.
dengan cara ini, karyawan yang betul-betul berkualitas dapat kelihatan. serta data yang dihasilkan, betul-betul mendekati fakta yang sesungguhnya.
.
tentu saja kedepannya kinerja perusahaan kita, akan semakin meningkat.
.
salam saya
Ono musfilar
http://www.ono-musfilar.com
kapan bung yodhia memberikan tips mengelola SDM dengan skala usaha sangat kecil seperti saya yang hanya mempunyai karyawan hanya 6 orang…salam
Memang kadang ada yang salah dalam penilaian manajer.
“Sebaiknya kita menilai karyawan dari seberapa menghasilkannya dia bagi perusahaan, dan mengesampingkan hal2 sepele.”–Cameron Johnson
Joe Girard menjual 30 mobil dalam bulan pertamanya.
Lalu 80 mobil di bulan keduanya.
Dia adalah penjual terbaik saat itu.
Dan tebak apa yang terjadi : Joe Dipecat!
Jika dilihat secara objektif, maka Joe adalah karyawan yang sangat berharga.
Tapi sang manajer berkata “Joe mengambil bisnis dari kami.”
Kata Joe :
“Saya kira alasan saya dipecat adalah karena saya orang baru, tanpa pengalaman menjual sebelumnya, dan menjual lebih banyak dari yang lain.”
“Alasan lainnya karena saya tidak bergaul dengan orang2 di Showroom saat kerja.”
Joe menjual dengan telepon dan dia punya aturan :
“Don’t jon a club.”
Itulah mengapa dia tidak bergaul dengan para penjual lain saat kerja.
Kata Joe “If you do business, just do business.”
Jika manajer itu objektif maka seharusnya Joe diberi penghargaan.
Seperti kata D. J. Trump :
“Biarkan orang bekerja sesuai gayanya.” –Trump 101
Great Pak Yodi,
Saya setuju penilaian kinerja 360 derajat. karena akan menjadikan proses penilaian kinerja lebih objective. Jika seorang karyawan dimata atasannya bagus, tetapi peer/rekan sekerjanya atau anak buah jelek ada kemungkinan “penjilat”.he3
atau sebaliknya. Anak buah dan rekan sekerja nilai baik, atasan tidak. ada kemungkinan yang bersangktan mempunyai masalah dengan ‘komunikasi’ dengan atasan atau atasan yg bermasalah.he..
tp. ada pertanyaan dari saya pak. katannya masyarakat kita belum siap penilaian ini karena adanya budata ‘ewuh pekewuh’ alias tidak asertif?
Kalau penilaian itu dari berbagai pihak saya sangat setuju, minimal dari 2 aja cukup yaitu dari atasan dan dari bawahan / rekan kerja ,,Namun yang terjadi penilaian cuman dari atasan kebawahan Pak lalu apa saya bisa minta kriteria penilaiannya pak Yodhi makasih
Suwito
Selama ini kami juga melakukan penilaian karyawan tidak hanya dari atasan belaka, namun ternyata “keakraban” diantara karywan dapat menjadi hal yang membuat mereka tidak bisa obyektif dalam menilai rekan kerjanya.
Kebanyakan dari mereka menilai rata kanan (baik semua) mgk karena takut salah dalam menilai teman sendiri atau takut dikira ingin menjatuhkan teman sendiri
ada yang bisa sharing mengenai hal ini??
Setuju dengan rekan Imakela, bahwa atasan yang baik kepada bawahannya biasanya cenderung mempunyai nilai bagus dalam appraisal 360 degree ini, terlepas dari kerjanya bagus/kompeten atau tidak…ada juga unsur ewuh pakewuh seperti pendapat rekan Bambang P diatas…
wow, baru tahu namanya 360 degrees feedback
Benar Mas, selama ini penilaian kinerja hanya formalitas semata, apalagi jika kita kerja di PDAM.
Walaupun sudah dibuat misalnya KPI melalui konsultan yang sebenarnya belum pernah berpengalaman, yang akhirnya hasil penilaiannya pun aneh, dapat direkayasa.
Saya sangat senang blok ini, tapi teman-teman SDM belum menyentuh blok ini, padahal untuk membuka wawasan perlu mempelajari konsep-konsep sdm lainnya, jangan seperti katak dalam tempurung.
Selama ini sering kali penilaian hanya dalam bentuk konsep (seperti penelitian kualitatif) dan bukan dalam bentuk Variabel atau indikator, sehingga belum menyentuh hal-hal yang kuantitatif
Harapannya memang begitu mas, digunakan beberapa sistem penilaian, termasuk penilaian 360 derajad, ternyata hasilnya sangat tergantung pada niat si penilai, apakah mereka mau bertindak secara profesional, komit, tegas, atau jujur.
Jika sikap-sikap di atas tidak dipenuhi sulit diharapkan untuk mendapatkan hasil penilaian yang objektif.
Pengalaman menunjukkan bahwa sekali pun telah dibuat petunjuk (alat) penilaian yang menurut saya jika dilaksanakan dengan baik akan menghasilkan penilaian yang objektif, eeee, ee, ternyata juga tidak, subjektivitas penilai masih tinggi.
Walaupun kepada mereka sudah diingatkan tentang cara penilaian, tetap saja sebagian hasilnya kurang memenuhi unsur objektivitas.
Sekarang ini kan ketidaktegasan dan ketidakjujuran itu sedang mewabah. Mungkin yang perlu dicari ialah obat untuk itu.
Ada pengalaman, betapa sulitnya menyusun deskripsi kriteria yang mudah dipahami. Ditulis selengkap2nya dan sejelas2nya, justru menjadi panjang lebar. Ditulis ringkasnya saja, banyak interpretasi yang berbeda2.
Apalagi menyangkut istilah2 perilaku sebagaimana dalam kamus kompetensi. Belum lagi pengaruh budaya “ewuh pakewuh”. Tetapi dengan 360 degree appraisal akan lebih obyektif dan sebagai sarana bagi “appraiser” (karyawan) untuk lebih memahami apa yang harus dimilikinya agar dinilai “baik” atau “istimewa”.
information on the fit is good enough to increase my knowledge further
Permasalahan yg sama dengan rekan Bambang P, Imakela, dan Santo AS terjadi ditempat kami, yaitu masih adanya atmosfer “ewuh pakewuh” dan kebetulan kita berada di insitusi pendidikan. Bahkan terkadang dengan atasan yg notabene memang benar2 kurang memiliki human relation yg baik.. Ditunggu pencerahannya Bung Yodhia.. Maturnuwun
Mas Yodh, kira-kira teknisnya bagaimana ya? kebayang berapa lembar formulir penilaian yang harus disediakan. Kalau satu orang rata-rata dinilai oleh 5 orang plus diri sendiri jadi 6 orang di kali 2 lembar kali jumlah pegawai 200 orang (jumlah pegawai yang saya kelola).
Bagaimana supaya tidak terjadi pemborosan formulir penilaian? di tunggu sarannya Mas..
Imakela (7) : ya, saya kira itu salah satu isu yang acap muncul dalam penilaian 360 degree. Rekan kerja ternyata tak bisa obyektif.
Mungkin rekan kerja yang dipilih adalah yang menjadi “customer” dari yang dinilai. Dan kemudian kriteria penilaian benar-benar terukur…artinya plihan penilaian benar-benar mengacu pada pemenuhan atas kriteria yang terukur itu (kriteria yang terukur ini misal berujud semacam “service level agreement”)
Dengan demikian jika tak memenuhi standar yang terukur itu, dengan mudah penilaian bisa didapatkan (no hurt feeling; sebab yang menjadi dasar adalah fakta dan sistem pengukuran yang obyektif).
Furqon (14) : memang sebaiknya menggunakan bantuan aplikasi komputer (jadi paperless). Untuk membuat program aplikasi ini, cukup simpel, ndak perlu program yang canggih. Bikinnya mungkin 5 hari selesai. Mahasiswa program IT yang lagi magang bisa bikin.
Bukan tidak mungkin dengan penilaian seperti ini justru membuat bingung karena begitu banyak pendapat dari segala arah
Penilaian 360 derajat, cukup baik digunakan untuk level midle up. untuk level bottom mungkin cukup hanya dengan pemenuhan job description.
sangat menarik ulasannya Pak Yodhia,..selama ini kita mngk hanya mengenal PA (performance Appriasal) itu hanya dari atasan langsung dan atasan yg lebih tinggi, walaupun sudah diterjemahkan dalam metode balance scorecard, namun dengan melihat beberapa aspek penilai mulai level diatasnya, sejajar, dan bawahannya akan semakin sempurna dalam penilaian.
tinggal kedepannya kita mesti bisa memberikan career path kary tsb.
apakah dia sudah benar masuk kejalur karir nya atau “salah jurusan”. Kadang perusahaan juga blm berhasil memberikan jalur karir yg lengkap, terutama pemahaman mengenai “jalur people menejemen” dan “spesialis job” both of them totaly different roles with totally different accountabilities dan competencies.
Selamat Berkarir!!
Salam,
wahyudi
http://www.whjobs.info
Sangat membantu dalam proses penyusunan tugas akhir saya ..
namun saya masih membutuhkan mekanisme utuk teknis pelaksanaan dan penerapan dari metode 360 degree ini ..
mohon penjelasan lebih lanjut …
terima kasih
kalau format qusisionernya gimana bapak ?
saya sedang tugas akhir dengan judul 360 derajat pak, mohon pencerahan untuk kuisionernya itu seperti apa? adakah buku yang membimbing tentang kuisioer itu ?
atau jika bapak berkenan, mohon untuk bisa memberi pencerahan pak yodhia ..
Bagaimana jika penlaian karyawan dikantor cabang yang sudah ditentukan oleh kantor pusat.( jadi gn nilai ditentukan dengan skor 1,2,3,4&5 nah bila ada yang dapat 5 berarti ada yang harus dapat 1,jika ada yang dapat 4 harus ada yang dapat 2, jika dapat 3 maka semua sama dapat, klo hal ini terjadi maka ada yang dikambing hitamkan padahal kambingnya ngga ikut kerja.bagaimana menurut bapak ?, dan hal ini penah terjadi.
hebat dan sip ulasanya.
Sitem Penilaian kinerja 360 derajat setidaknya memberikan sebuah perobahan tersendiri dari sistem penilaian di masa lalu yang kecenderungannya didasarkan pada unsur like and dislike.
Tidak ada feedback bagi bawahan untuk menilai atasan pendek kata bawahan sebagai pihak yang sering dirugikan dampak lainnya karier bawahan sering terhambat karena tidak sejalan dengan pola pemikiran/ mindset atasan
Saya juga setuju dalam hal penilaian kinerja 360 derajat ada unsur/kreteria yang lebih jelas dan terinci sehingga nilai obyektivitas benar-benar terjaga tanpa ada perasaan ewuh pekewuh (kata orang jawa red)
Terima kasih sudah membagi ilmu ini,dilihat dari ulasan bapak Yodia, metode penilaian 360 degree memang yang paling dalam menilai kinerja karyawan…
Namun, saya masih sedikit butuh penjelasan dibagian pembobotan pada masing2 penilai, mungkin bapak bisa mengulas dasar pembobotan dari setiap penilai itu mulai dari atasan, rekan sekerja dan bawahan??
Mohon sharingnya… 🙂