Consumer 3000 : Revolusi Konsumen Kelas Menengah Indonesia

Perjalanan pertumbuhan ekonomi negeri ini tampaknya kian melaju sumringah (sekedar catatan, pertumbuhan ekonomi kita triwulan II tahun 2012 ini adalah yang tertinggi nomer dua di dunia setelah China). Batas atau treshold pendapatan per kapita USD 3000 telah ditembus beberapa bulan silam (kini angkanya sudah bergerak naik ke USD 3750an).

Angka Pendapatan Per Kapita USD 3000 adalah angka keramat. Sejarah mencatat, begitu sebuah negara menembus angka itu, biasanya akan terjadi ledakan kemakmuran yang meroket.

Yang tak kalah penting : gelindingan roda ekonomi bisnis yang terus menderap itu melahirkan apa yang disebut sebagai revolusi konsumen kelas menengah Indonesia. Fakta apa saja yang menggambarkan middle class consumer revolution ini, dan apa implikasinya bagi jagat bisnis, akan segera kita sajikan dalam hidangan Senin pagi ini.

Dalam kaitannya dengan hal diatas, kini telah terbit sebuah buku dahsyat. Rekan saya pas jaman jadi aktivis mahasiswa dulu, Yuswohady baru saja merulis sebuah buku yang judulnya saya ambil menjadi judul tulisan ini : Consumer 3000 : Revolusi Konsumen Kelas Menengah Indonesia. Eks konsultan senior MarkPlus ini dengan sangat mengesankan mengelaborasi sejumlah fenomena yang menandai gelombang konsumen kelas menengah Indonesia ini.

Sebelum mengulas lebih jauh tentang gelombang kelas menengah ini, ada baiknya kita mencoba mendefine siapa saja mereka. Saya sendiri punya definisi yang sederhana namun mungkin menggambarkan siapa itu middle class consumer : yakni mereka yang penghasilannya berada pada angka 5 juta sd 20 juta per bulan.

Dan seiring dengan laju pertumbuhan bisnis, jumlah masyarakat yang mempunyai pendapatan sebesar itu rasanya makin terus menanjak. Pelan tapi pasti, golongan kelas menengah baru ini kemudian menciptakan gelombang konsumen yang meledakkan demand pada berbagai produk bisnis.

Fenomena itu setidaknya bisa kita catat melalui tiga observasi berikut.

Fenomena yang pertama akan saya sebut sebagai : Avanza Effect. Benar, sebutan ini merujuk pada merek mobil Toyota Avanza. Dan ini dia faktanya : sejak diluncurkan tahun 2004 lalu, mobil ini telah terjual lebih dari 1 juta unit (bukan kebetulan kalau mobil ini juga disebut sebagai mobil sejuta umat).

Avanza Effect adalah sebuah simbolisasi tentang ledakan konsumen menengah baru. Tentang lahirnya gelombang para pekerja atau keluarga muda yang untuk pertama kalinya mampu membeli sebuah mobil (lantaran penghasilan mereka yang telah meningkat).

Tak pelak, fenonema penjualan mobil Avanza yang terus meroket itu (dan tertinggi sepanjang sejarah otomotif di tanah air) menjadi penanda bahwa jumlah konsumen kelas menengah terus membesar volumenya. Ledakan penjualan Toyota Avanza hampir tidak mungkin terjadi tanpa ledakan konsumen kelas menengah di tanah air.

Fenomena # 2 : Indomaret and Starbucks Effect. Dalam bukunya, Yuswohady menyebut fenomena ini sebagai modern retail explosion. Ya, kini dimana-mana kita melihat hadirnya modern outlet yang mencoba memenuhi dahaga konsumen kelas menengah baru : mulai dari gerai Indomaret, Alftamart, Seven Eleven, Apotik 24 Jam, Ace Hardaware, hingga Starbucks, J-Co dan Dunkin Donats.

Dimana-mana kita melihat gerai-gerai modern tersebut terus bermunculan. Dan ajaibnya : semua selalu ramai (dalam setiap penerbangan pagi, saya selalu mampir ke Starbuck di Terminal 2F, dan astaga, gerainya nyaris selalu penuh).

Sekali lagi, modern outlet explosion itu hanya bisa terjadi lantaran gelombang konsumen kelas menengah terus bergerak dengan kecepatan yang relatif tinggi.

Fenomena # 3 : BlackBerry and Twitter Effect. Kita sudah tahu, penjualan Blackberry di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. Kita juga tahu, pengguna twitter dan FB di tanah air termasuk yang paling besar di dunia. Sementara penetrasi pengguna internet di tanah air terus melonjak; dan karenanya konsumsi bandwith meroket.

Siapa driving force dibalik semua hal diatas? Sudah pasti mereka adalah konsumen kelas menengah Indonesia. Mereka yang punya penghasilan relatif tinggi, berpendidikan, dan sadar akan kemajuan teknologi. Dan hampir pasti, Anda merupakan salah satunya.

Demikianlah : tiga fenomena diatas secara serentak dan simultan menjadi penanda hadirnya gelombang konsumen kelas menengah di republik ini. Semuanya dibahas secara memikat di buku yang baru akan terbit bulan depan ini. Jika terbit, buku ini layak dibaca dan dicermati isinya.

Lalu, apa implikasinya bagi Anda. Simpel saja : kalau saja Anda punya kreativitas untuk menciptakan sebuah produk/jasa yang bisa โ€œberselancarโ€ diatas gelombang konsumen kelas menengah ini, Anda pasti akan jadi jutawan.

Sekali lagi benar kata seorang saudagar : mencari uang di negeri ini semudah mengorek upil. Sebab milyaran uang terus dibelanjakan oleh kaum konsumen kelas menengah baru ini, setiap hari, selama 24 jam dalam setahun.

So, once again : be creative, then create something profitable.

Sebab jika Anda sudah bisa menjual produk yang profitabel, dan lalu jadi jutawan, tentu Anda bisa memberangkatkan kerabat satu kampung untuk melakukan umroh di Mekah. Betapa indah dan mulianya.

Photo credit by : Tony Shi @flickr.com

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

22 thoughts on “Consumer 3000 : Revolusi Konsumen Kelas Menengah Indonesia”

  1. Kalo dari contoh diatas (avanza, starbucks, bb) semua porsinya lebih mengarah ke lifestyle ya, dan lifestyle adalah sisi konsumtif, meskipun memang ada sisi produktif disitu. Dan memang masyarakat kita lebih mudah terpenetrasi oleh dunia konsumtif.

    Maksud saya, benarkah ide memunculkan produk/jasa konsumtif akan lebih mudah laku daripada produk/jasa produktif?

  2. Rono (2) : kelihatannya memang demikian. Justru produk yang mudah laku dalam gelombang kelas menengang ini adalah yang menyasar : life style. Bisnis gaya hidup.

    Namun efeknya sebenarnya berantai : kehadiran KFC misalnya, membuat ribuan peternak ayam di tanah air mengalami booming juga. Jadi peternakk ayam (kategori barang produksi) mendapatkan limpahan kemakmuran juga.

    Contoh lain : booming Avanza membuat pengrajin knalpot lokal kebanjiran order dari Astra (produsen Avanza).

    Pengrajin karet Indonesia (nomer dua terbesar di dunia) juga akan senag kalau Avanza terus laku; sebab karet mereka akan laku juga (untuk bikin ban Avanza).

    Jadi : kelihatannya di permukaan hanya life style dan konsumtif. Namun fenomena diatas, sejatinya menciptakan “multiplier effect” yang besar bagi beragam produsen barang (barang-barang produksi).

  3. Blacbberry effect..!!..bisnis biro jasa yg saya jalankan secara online mencantumkan pin bb di website..sehari bisa 10 add request friend baru..dan melambungkan jumlah klien saya..thx atas tulisan bernas nya mas..

  4. Sejatinya memang negara Indonesia kaya raya, dari segi sumber daya alamnya. Secara kuantitas sumber daya manusia juga berlimpah, bangsa Indonesia menjadi pasar yang menggiurkan bagi perusahaan-perusahaan besar di dunia.

    Sumber daya manusia harus ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan yang sesuai di era sekarang. Selayaknya perusahaan-perusahaan Swasta Nasional maupun BUMN menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

  5. Avanza Effect tidak melulu karena meningkatnya konsumen kelas menengah, tetapi mobil sejuta umat ini di saat2 sekarang menjadi trend untuk mobil rental.

    Bisa dibilang 9 dari 10 mobil rental adalah avanza. Ini tentu lumayan berpengaruh atas penjualan Avanza.

    Kalau di Pulau Buru, lubang2 penambang emas disebut juga Lubang Avanza, karena disana dengan emas yg mereka temukan dengan mudahnya, ketika bagi hasilmaka masing2 anggota Team penambang dengan mudah membeli mobil Avanza, sepeda motor dll dengan cash basis.

    Ini juga menambah kontribusi peningkatan penjualan Avanza .. Demikian sharing saya ..

  6. setuju. apalagi ditandai semakin banyaknya perusahaan BUMN yang memasuki gelombang pensiunan tua dimana pekerja BUMN migas terutama angkatan 80an akan segera pensiun. sehingga membutuhkan tenaga kerja baru sangat banyak dan besar. Apalagi gaji BUMN migas semakin tinggi.

    Ditambah dengan perkembangan entrepreneur yang tinggi juga mengakibatkan gaji tinggi dimana2.

    jadi tidak heran semakin banyak dan besar penjualan mobil. Terutama mobil keluarga.

  7. Pertanyaan: apakah Revolusi Konsumen Kelas Menengah ini adalah sebuah fenomena positif ataukah menjadi sesuatu yang tetap harus dikendalikan?

    Barangkali bisa dibagi juga, untuk menjadi bahan telaah bersama, pengalaman negara lain yang telah lebih dulu mengalami revolusi ini.

    Apakah ada ibrah (pelajaran) berharga, yang dapat kita “petik”? ๐Ÿ™‚

    *Memberangkatkan kerabat untuk umrah & ber-Hari Raya di Mekkah? Hhhmmm…What a great thought! Thank you. ๐Ÿ™‚

  8. Dampaknya, makin banyak masyarakat yg lebih selektif produk. Nggak mau asal murah. Nyari tenaga kasar makin susah, kalaupun dapat costnya makin tinggi. Yah, ngemis aja gak mati 50rb sehari..

    Sayangnya, pengetahuan spt ini lebih dulu diketahui oleh para pemegang modal besar yg mampu beraksi cepat. Indomart alfamart menyebar hingga pelosok kecamatan,.. Cabang2 toko besar ada di mana2, menyebabkan aliran penghasilan yg tidak merata. Yg super kaya makin kaya, sementara golongan pekerja dgn gaji UMR (dibawah $3000/yr) jg makin bertambah jumlahnya.

    Untung saja, rakyat Indo rata2 masih punya gengsi dan harga diri. Klo gak, bakal lebih banyak pengemis dibanding karyawan indomaret/alfamart ๐Ÿ™‚

  9. Tulisan yang memberikan inspirasi… Saya setuju sekali bahwa middle class di Indonesia akan naik secara drastis dan ini berarti opportunity. Saya mempunyai pengalaman ternyata Indonesia bagian Timur juga melek teknologi. Hal ini terbukti dari ecommerce activity yang meningkat dari daerah timur….

  10. Mas Yodhia…Apakah drive konsumerisme ini yang bisa menumbuhkan peningkatan kelas menengah?

    Mungkin akan menarik jika diikuti dengan drive based on produktivisme (artinya kemandirian untuk membuat produk-produk dalam negeri dengan kualitas yang berkelas juga meningkat).

    Sebagai produsen bahan-bahan makanan kadang kita masih miris..untuk mendapatkan kedelai saja harus import,… garam yang berkualitas juga harus import…dlll yg masih banyak lagi.

    Please di sharing mas idenya dengan kondisi bangsa yang belum mandiri dari sisi kemampuan mencukupi kebutuhan dalam negeri sendiri… (salam dari Bu Henny).

  11. Salam…
    Good article Kang Erik, inspiring sekali..
    And maaf baru kali ini transfer comment, alhamdulillah kemarin akhirnya bisa ketemu secara langsung di Dafam (reuni IPM Pekajangan)

  12. Minal Aidin Wal Faizin 1433 H ,mohon maaf lahir dan batin utk pak Yodhia dan keluarga, terimakasih artikel-artikelnya yang selalu menginspirasi saya. salam.

  13. Hati-hati dengan fenomena ini. Kemakmuran yang memmbuat segalanya (seolah) dapat dipenuhi dengan uang, akan membuat banyak yang terlena dengan budaya konsumtif dan individualis.

  14. Mari kita tangkap peluang Consumer 3000 dengan menjadikan diri kita sebagai pemain bisnis didalamnya, jangan lah kita jadi penonton atau pengamat..!
    Selamat berjuang…!

    Kita ingin semua sukses.

  15. sebagai pebisnis tentu kue market kita akan naik seiring dengan naiknya kemampuan beli masyarakat. Yang perlu diingat adalah jangan sampai market naik, tapi omzet kita tidak naik, apapun bisnis kita. Mari kita sambut hadirnya kelas menengah yg baru di masyarakat ini dengan strategi yang tepat

    salam,
    wahyudi
    http://www.whsiswanto.com

  16. Yang perlu diperhatikan atas implikasi kemakmuran tersebut adalah pemerataan ekonomi. Sangat disayangkan apabila kaum bawah masih tetap temarginalkan dan menjadi ironis.

Comments are closed.