Samsung : Only Paranoid Will Survive !

Tak banyak yang menyangka kalau Samsung yang dulu dikenal hanya sebagai tukang bikin kulkas, kini menjadi jawara dalam panggung peperangan smartphone global yang begitu keras.

Setelah meninggalkan Nokia dan BB dalam debu kekalahan yang terasa begitu pahit, Samsung kini juga terus membayangi Apple yang selalu dikenang sebagai sang legenda inovasi.

Samsung Galaxy S III dan Samsung Android Series mungkin terus akan menari dan berdansa. Dalam pekik kemenangan itu, kita mungkin layak membuka tirai : rahasia bisnis apa yang membuat mereka begitu digdaya?

Pelan-pelan saya akan mengajak Anda semua menyingkap tirai kemenangan itu. Disini. Di blog yang spesial ini.

Dalam laporan utamanya yang ekstensif, majalah Bloomberg BusinessWeek mencoba mengulik rahasia dibalik melentingnya Samsung menjadi perusahaan elektronik no 1 di dunia (dari sisi sales revenue). Ada setidaknya 3 faktor kunci yang dibentangkan di dalamnya.

Faktor # 1 : Kuasai Dulu Jeroannya, Lalu Serang. Premis ini maknanya begini : sebelum memproduksi produk akhir (end products), Samsung selalu memulai dengan cara membikin komponen kunci yang membentuk produk akhir itu.

Begitulah, setelah mampu membuat komponen kunci itu, Samsung memilih “sekedar” menjadi pemasok komponen itu buat pabrikan lain (untuk digunakan membikin produk akhir).

Contoh : bertahun-tahun Samsung membuat LCD panels untuk produsen televisi (sambil memasok, mereka “membongkar” bagimana proses produksi televisi dilakukan).

Setelah paham semuanya — jeger — mereka lalu membuat sendiri TV LCD dengan masif (dan lalu menyalip produsen yang dulu dipasoknya). Kini, Samsung adalah produsen TV LCD dan TV LED nomer 1 di dunia.

Klik gambar di bawah untuk mendapatkan materinya secara gratis!!

Skema seperti diatas dilakukan juga untuk smartphone : bertahun-tahun Samsung “hanya” memasok flash memory dan RAM chips ke produsen lain seperti Apple dan Nokia. Setelah paham rumusnya — abrakadabra — mereka membikin sendiri produk smartphone (dan menyalip lagi produsen yang dulu dipasoknya).

Faktor # 2 : Speed in Product Development. Tak ada produsen lain yang sebegitu cepat meluncurkan beragam produk baru dalam waktu yang teramat pendek. Samsung melakukannya berulang kali.

Salah satu sebab kenapa mereka bisa seperti itu adalah : karena mereka juga membuat sendiri banyak komponen inti smartphone (sebab ingat, mereka dulu memulainya dengan berperan sebagai pemasok komponennya).

Menguasai supply chain dari awal hingga akhir adalah kunci kecepatan me-launch produk baru (sesuatu yang jarang dimiliki oleh rival – lantaran mereka banyak tergantung pada supplier lain, bahkan termasuk pasokan komponen inti dari Samsung juga).

Faktor 3 : Lee Kun Hee Magic. Tak pelak, kecepatan pengambilan keputusan dan product development juga tak lepas dari faktor Lee Kun Hee, CEO legendaris yang begitu powerful menjalankan Samsung.

Lee adalah “Steve Jobs of Korea” : figur visioner, brilliant risk taker, dan tidak suka ba bi bu dalam mengambil keputusan.

Lee jugalah yang selalu meng-instal sense of crisis dalam tubuh Samsung agar terus bergerak inovatif. Kini Samsung boleh bangga menjadi smartphone producer top dunia. Namun di sekujur pabriknya di Gumi, Korea sana, terpampang poster -poster besar dengan bunyi seperti ini : We are in Danger. We are in Perpetual Crisis.

Dalam perang inovasi yang brutal, berbangga diri adalah kemewahan yang mematikan. Kelengahan sekejap bisa berakibat terpeleset dalam bibir kehancuran.

Lee mungkin amat sadar dengan itu. Dalam meeting-meeting dengan jajaran manajemen-nya, ia selalu menggelolarakan “never ending sense of crisis” itu : agar fighting spirit untuk berinovasi selalu bisa dikibarkan.

Lee juga tak lupa mengutip petuah bijak dari Andy Groove, pendiri raksasa Intel. Petuah yang selalu terngiang di telinganya : Only Paranoid Will Survive.

Hanya dengan itu, mungkin Samsung bisa terus bertahan. Dan bukan menjadi korban berikutnya dari innovation war yang tak kenal ampun.

Klik gambar di bawah untuk dapatkan GRATIS 7 buku yang amazing !!

41 comments on “Samsung : Only Paranoid Will Survive !
  1. wah mantap, inovasi memang sangat penting dalam bisnis.
    tp, knapa menerapkan “paranoid will survive”? gak kasihan tu karyawannya? sementara di google lbh banyak menerapkan have fun.

  2. Ulasan yang mantap. Samsung memang terkenal dengan speed & agility-nya dalam melaunch produk baru yang memang hampir semua produknya diterima oleh pasar (market driven).

    Mungkin Pak Yod bisa mengulas lebih dalam “Speed in Product Development” karena tidak sedikit perusahaan yang ter engah-engah dalam kecepatan membaca pasar dan me-launch produknya, terlebih bagi perusahaan yang bergerak di bidang teknologi yang siklus produknya sangat cepat. 🙂

  3. yang menjadi pertanyaan : ‘never ending sense of crisis’ apa ga bikin cape? apa menerapkan iklan ‘we are in danger…’ itu sebagai trik jitu metode rekruitmen baru untuk mendapatkan pasokan darah segar inovasi? bagaimana mas yodhia?

  4. Wah bukannya kalo paranoid pada takut ngambil keputusan? Bagaimana menjaga nalar dalam kondisi paranoid?

  5. Luar biasa “the sense of crisis” dalam meramu inovasi, namun apakah ini tidak menjadi bumerang bagi karyawan Samsung pak, karena jasa mereka selama ini masih dianggap belum berhasil, dan kemungkinan ini sangat membuat karyawan tertekan, namun saya juga pernah baca suatu artiokel bahwa kehidupan pekerja di jepang dan korea amat sangat keras. mohon informasi nya ya pakk…

  6. RUARRR BIASSAAAA!!!
    very inspiring!!

    petuah “only paranoid will survive” emg wow bgt!!
    cuma kadang kl jd kepikiran,kl “parno” terus, lha kpn bs nikmatin hasil ya…hehehe

  7. Only Paranoid Will Survive, ternyata juga bikin samsung survive, inspirasi yang bagus.

    Parno , sekarang menjadi kata yang sangat populer digunakan untuk mengungkapkan perasaan khawatir, gelisah dan ketakutan yang seringkali kurang berdasar.

    Kosa kata ini sebenarnya berasal dari istilah paranoid , yang di kamus Webster didefinisikan sebagai gangguan mental yang ditandai dengan kecurigaan yang tidak rasional atau logis.

    Paranoid adalah sebuah kata sifat / ajektif yang dipakai untuk penderita paranoia , suatu penyakit mental dimana penderitanya meyakini bahwa orang lain akan berbuat sesuatu yang merugikan dan menyakiti dirinya.

    akan tetapi gangguan mental yang dilansir samsung untuk strategi management

  8. Arya (7) dan Heru (8) : sejatinya, paranoid ini harus lebih dilihat sbg “sikap untuk selalu peka dan responsif” terhadap setiap perubahan lansekap bisnis.

    Selalu waspada, selalu “eling” dengan situasi kompetisi (baik dari existing competitors) dan yang bahkan lebih penting : dari rival yang tak terduga datangnya.

    Sikap paranoid lebih diinjeksika agar kita tak pernah lengah.

    Sikap semacam itu perlu untuk karyawan lama, atau juga karyawan baru. Yang lama bahkan lebih membutuhkannnya sebab mereka suka cenderung masuk dalam : “comfort zone”.

    Begitu masuk dalam area “comfort zone”, kematian akan tinggal menunggu waktu.

    Disitu pentingnya “sikap paranoid”.

  9. Saya yakin di kontrak awal, pastinya Apel dan Produsen2 Tv LCD lainnya yang lebih dulu raksasa sudah memikirkan klausul-klausul seperti misalnya Samsung tidak boleh begini begitu yang dapat menyaingi mereka ke depannya….

    tapi apa daya, mereka sangat butuh komponen samsung,sehingga klausul2 dapat dinegosiasikan dan kemenangan di Samsung kini…hehehehe

  10. “we are in danger” quotenya kerenn.. Apa lagi dkeluarkan pd saat samsung sdg jaya2nya..

  11. Itulah kenapa sy bilang sm dosen sy dulu : “Klo bs mahasiswa elektronika nantinya punya perusahaan manufaktur.”

    Karena dg manufaktur kita bisa mmbuat barang apapun yg kita inginkan, secepat apapun.

    Itu adalah senjata.

    Tapi dibutuhkan waktu lama dan kerja keras untuk membangun itu semua, dari dana smpe ilmu pngetahuan.
    Q harap kita smua bisa menjadi manufaktur nantinya…

  12. ” we are in danger”
    Poster itu bagus juga diletakkan di kamar kita sebagai motivasi. Biasanya kita terdorong bergerak bukan karena ada hadian atau imbalan tapi lebih karena ada bahaya

  13. Pak Yodhia,

    Terimakasih atas analisis yang bagus ini, sehingga kita semua pengikut sampeyan, menjadi paham rahasia keberhasilan Samsung, terutama di gadget dan TV.

    Mohon konfirmasinya Pak,
    Ketika saya mampir ke Electronic City, Mall barang elektronik gede di kawasan SCBD, technical marketingnya LG, menyampaikan dengan sangat piawai, bahwa merekalah juara dunianya untuk produk – produk LED and Smart TV. Bahkan, karena yang saya taksir adalah Smart TV, dia langsung tunjukkan sejumlah data melaui browser yang langsung terlihat di di TV tersebut.

    Apakah data yang Bapak gunakan, berlaku pada tahun tertentu atau even sampai hari ini, Samsung yang leader dan bukan saudaranya LG?

    Namun, sekali lagi tulisan Bapak setiap Senin, sangat inspiratif dan menggugah kita untuk terus “paranoid” terhadap dinamikan dunia: kerja, perkembangan technology dan dampak turunan di aspek sosial dan psikologis.

    Nun.. wal qolami wamaa yaturuun.

    Terimakasih.

  14. jika melihat dr sisi smartphone, samsung mentarget samua segmen pasar mulai dr low, middle sampai dengan high end. Sehingga pasarnya sangat besar dan tidak heran bisa bisa memimpin pasar smartphone saat ini.

    dilihat dr segi development produk, jika kita perhatikan memang pada awalnya samsung memperhatikan produk yg sudah ada, kemudian membuat dan menyempurnakan produk tersebut. hal ini hampir mirip seperti industri otomotif jepang di era 80~90 an.

    mereka melihat, belajar, dan membuat lebih baik produk2 otomotif buatan amerika/eropa yg sebleumnya telah beredar di pasaran, dan hasilnya industri otomotif jepang pun mampu bersaing bahkan bisa melebihi produk2 buatan amerika/eropa.

    slogan “never ending sense of crisis” membuat suatu perusahaan terus menerus belajar dan melakukan penyempurnaan,serta membuat inovasi baru
    untuk dapat bisa terus bersaing di dalam peperangan “without ending”

  15. Untungnya sejak Dahlan Iskan menjabat sebagai Menteri BUMN bulan Oktober lalu, industri nasional perlahan-lahan mulai terbangun kembali.

    Kisah bagaimana Pak Dahlan berusaha keras menghidupkan kembali BUMN-BUMN yang sudah hampir mati, merubah mekanisme kerja dan pola pikir para direksi dan karyawannya, dan mensinergikan BUMN-BUMN yang acap kali bersaing dan bahkan saling menjatuhkan tertuang dalam tulisan berseri Pak Dahlan yang berjudul “ Manufacturing Hope “.

    Di majalah Tempo edisi 27 Agustus 2012 juga ada artikel “Cara Dahlan Kejar Setoran”.

    Inti berita itu adalah restrukturisasi besar-besaran yang Dahlan Iskan lakukan sejak jadi Menteri BUMN. Dia akan menjual atau menggabung BUMN-BUMN yang selama ini merugi dan sudah lama sekarat. Ada yang berusaha diselamatkan.

    Tapi diberi tenggat waktu tertentu. Kalau belum sehat juga, “selamat tinggal,” kata Dahlan.

    Dari 141 BUMN sejak dia menjabat Oktober lalu akan ada 91 BUMN di tahun 2014 nanti. Juga ada usaha untuk menjadi lebih mandiri di sektor pangan dan energi.

  16. wah mantap, inovasi memang sangat penting dalam bisnis. tp, knapa menerapkan “paranoid will survive”? gak kasihan tu karyawannya? sementara di google lbh banyak menerapkan have fun

  17. ” we are in danger” Poster itu bagus juga diletakkan di kamar kita sebagai motivasi. Biasanya kita terdorong bergerak bukan karena ada hadian atau imbalan tapi lebih karena ada bahaya.

  18. Saya yakin di kontrak awal, pastinya Apel dan Produsen2 Tv LCD lainnya yang lebih dulu raksasa sudah memikirkan klausul-klausul seperti misalnya Samsung tidak boleh begini begitu yang dapat menyaingi mereka ke depannya.

Comments are closed.