Sudah dua kali blog ini menampilkan profil anak ingusan yang cuma lulusan SMP, namun hidupnya relatif makmur dan melimpah.
Yang pertama, anak ndeso lulusan SMP bernama Darmanto, yang kini jadi national internet expert dan berkantor dari rumahnya di desa Kranggil, Pemalang.
Yang kedua, Afidz, lulusan SMP yang jadi juragan soto Lamongan dan bertekad segera mengumrohkan orang tuanya ke tanah suci.
Di sisi lain, kita acap melihat anak muda lulusan S1 bahkan S2 yang masih menganggur. Atau juga sudah bekerja namun dengan penghasilan pas-pasan. Bulan masih tanggal 9, gaji sudah habis. Pening deh kepala.
Pertanyaannya : kenapa bisa begitu? Kenapa anak lulusan SMP bisa lebih makmur dibanding lulusan S2? Sajian pagi ini akan menelisiknya dengan gurih dan merenyahkan.
Memang tak jarang kita melihat pemandangan yang paradoksal seperti itu : saat orang-orang yang hanya lulusan SMP bisa begitu sukses, sementara ribuan sarjana S1 dan bahkan S2 terpuruk dalam duka dan kepahitan yang mengigil.
Kenapa bisa begitu?
Ada setidaknya tiga elemen kunci yang barangkali bisa menjelaskan ironi getir semacam itu.
Faktor # 1 : The Power of Kepepet. Mungkin orang-orang lulusan SMP itu bisa sangat sukses karena faktor kepepet. Justru karena kepepet, mereka sukses. Justru karena kepepet, mereka dipaksa melakukan something yang membuat mereka bisa melenting.
Sederhana saja, ijasah mereka hanyalah lulusan SMP. Dengan ijasah SMP, perkerjaan bagus apa yang bisa diharapkan? Tak ada pilihan lain : jika mereka ingin mengubah nasib lebih makmur, pilihannya adalah melakukannya dengan jalan merintis usaha sendiri.
Mereka dipepet oleh keadaan : mau hidup miskin selamanya (karena sulit dapat kerja dengan hanya mengandalkan ijasah SMP) atau nekad membangun usaha sendiri yang berpotensi sukses besar.
Orang dengan ijasah S1 dan S2 mungkin tidak punya faktor kepepet seperti itu : ah, santai saja toh nanti saya pasti dapat pekerjaan. Dan begitu sudah dapat pekerjaan (meski dengan gaji seadanya), tetap tidak ada “faktor yang me-mepet” dirinya : ah meski gaji segini kan saya bisa tetap hidup oke.
Pelan-pelan, perasaan semacam itu membuatnya masuk zona nyaman (comfort zone). Dan persis disitu, faktor kepepet menjadi mati.
Padahal seperti yang kita lihat, faktor kepepet justru yang bisa memaksa orang – bahkan lulusan SMP sekalipun – untuk melakukan something extraordinary. Kepepet karena tidak banyak pilihan mungkin bukan kutukan. Ia justru berkah terselubung yang bisa membuat orang menapak jalan kesuksesan.
Faktor # 2 : The Darkness of Gengsi. Orang-orang lulusan SMP mungkin tidak lagi punya gengsi. Lhah cuman lulusan SMP, apa lagi yang mau dipamerkan.
Namun justru karena itu mereka tidak merasa rikuh untuk memulai usaha dari bawah sebawah-bawahnya : mulai dari pemulung misalnya, sebelum pelan-pelan merangkak menjadi juragan barang bekas.
Dan kisah orang sukses lulusan SMP banyak bermula dari jalur marginal seperti itu : mulai dari jualan gerobak bakso keliling di jalanan yang berdebu hingga punya 70 cabang. Mulai dari kuli keceh sablon hingga punya pabrik kaos sendiri.
Lulusan S2 dan S2 mungkin tidak punya keberanian seperti itu. Lhah saya kan lulusan S2, masak suruh dorong gerobak soto lamongan. Lhah, masak saya harus keliling ke pasar-pasar jualan kaos, kan saya sudah sekolah S1 susah-susah, bayarnya mahal lagi. Apa kata dunia?? (Dunia ndasmu le).
Dan persis mentalitas gengsi seperti itu yang barangkali membuat banyak lulusan S1 dan S2 menjadi yah, gitu-gitu deh nasib hidupnya.
Orang lulusan SMP tidak punya mentalitas gengsi seperti itu. Mereka mau berkeringat di jalanan yang panas dan berdebu, demi merintis impiannya menjadi juragan yang makmur dan kaya.
Faktor # 3 : The Magic of Street Smart. Orang-orang lulusan SMP yang tak punya kemewahan berupa ijasah perguruan tinggi itu, mungkin dipaksa belajar dari kerasnya kehidupan di jalanan. Dari kerja keras mereka di jalanan yang panas dan berdebu dan penuh lika liku.
Dan dari kerja keras di jalanan yang berdebu itu mungkin anak lulusan SMP tadi justru bisa mengenal “ilmu street smart” – kecerdasan jalanan yang tak akan pernah bisa diperoleh oleh para lulusan S1 dan bahkan S2 dari ruang kuliah yang acap “berjarak dengan realitas”.
Street smart yang mereka dapatkan dari jalanan itu pelan-pelan kemudian bisa membuat mereka benar-benar lebih cerdas dibanding lulusan S1 dan bahkan S1; meski cuma lulusan SMP.
Anak lulusan SMP yang langsung berjualan gerobak soto Lamongan mungkin bisa lebih cerdas tentang “ilmu pemasaran dan manajemen pelayanan pelanggan” dibanding anak-anak lulusan S1 yang sok belajar teori tentang customer service atau branding strategy (sic!).
Street smart barangkali yang ikut menjelmakan orang-orang lulusan SMP untuk merajut jalan hidup sukses yang penuh kemakmuran.
Demikianlah, tiga elemen kunci yang boleh jadi merupakan pemicu kenapa lulusan SMP bisa lebih kaya dibanding lulusan S1 dan S2 : the power of kepepet, the darkness of gengsi dan the magic of street smart.
Saya juga telah menyusun panduan yang lebih detil tentang tahapan untuk meraih sukses bagi para lulusan S1 ataupun S2.
Ingat, 400 ribu sarjana S1 dan D3 menganggur dan belum bisa mencari karir yang sukses.
Anda bisa download 5 panduannya secara GRATIS DISINI.
Baca, pelajari dan praktekkan.
Selamat berjuang kawan. Selamat bekerja keras meraih rezeki yang barokah dan melimpah.
Persis dan tepat!apa yang Pak Yodhia ceritakan disini.
Saya mengamati dan observasi langsung bahwa cukup banyak pedagang di sekitar tempat tinggal saya yang bahkan notabene lulusan SD jualan mie ayam keliling dengan pendapatan bersih 5-7 juta sebulan dari jam 5 sore sampai jam 11 malam, hanya jualan bakso Malang keliling sekarang sudah memiliki beberapa anak buah, pembukaan cabang, punya mobil dan rumah di beberapa tempat, dan masih banyak lagi yang mereka mengaku lulusan ‘S3’ (SD atau SMP atau SMA) bisa dibilang memiliki ‘kesuksesan materi’ yang hampir tipis sama atau bahkan lebih daripada lulusan sarjana.
Apa yang mereka miliki adalah mental tidak perlu malu, ulet, dan disiplin mengatur keuangan menjadikannya bisa menikmati hingga sekarang ini.
Terimakasih atas ulasannya yang ‘mak jleb’ ini Pak Yod.
saya salah satunya S1 yg sok sok. Terima Kasih buat artikelnya mas.
Pengen rasanya nyoret ni artikel dan nyalahin blogger yg nulis. tapi, jika diambil sisi positifnya. ini benar banget dan realita kehidupan yg nyata. di kota saya saja banyak anak lulusan SMP yg sukses. sedangkan anak lulusan S2 banyak yg sok sok….
Damn it! Abdolutely right!!!
// Abdolutely right!!! //
Alahmdulillah, saya lulusan S2 yang juga belajar “ilmu Street Smart” sejak SD. Thanks Pak Yodhia.
Setuju sekali pak Yodhia, menurut saya daripada tersinggung para Sarjana lulusan S1 dan S2 yang katanya Pintar tapi kalah sukses sama lulusan SMP itu, mending membuka hati membuang sok dan gengsinya untuk belajar sama lulusan SMP yang lebih sukses.
Saya pernah melakukan itu, di Kota Palopo salah 1 orang terkaya saat itu adalah HAJI MUSA.
Karena beliau suka main catur, maka sy pakai jalur “catur” untuk menyedot ilmu beliau. Jadilah proses mentoring sambil bermain yg menyenangkan. Karakter beliau sangat tergambar jelas di strategi permainan yg ia mainkan.
Kadang juga tuntutan orang tua. Anaknya dipaksa kuliah biar bisa jadi orang sukses, padahal si anak sendiri maunya buka usaha tapi orang tua melarang.
Klo nggak kuliah katanya ibunya malu. Jadi saat kuliah ya hasilnya berantakan, dan usaha yang ingin dijalanin sang anak jadi gak kesampaian.
Padahal si anak ini kuliah cuma buat nyenengin ortu doang. Malah jadi Serba salah.
(Modaro le)
Pak Yodh selalu menampilkan hal yang baru dalam setiap sajianya…
The dark of gengsi,,, mungkin itu banyak yang menghantui sebagian besar sarjana muda negeri ini,, sehingga sedikit sekali mereka yg berani untuk menjadi seorang entrepreuner… dan saya adalah salah satunya..
Mudah2xan segera banyak yg insyaf 🙂
Betul Pak, Setuju. selain itu, mungkin karena saking pintarnya, para sarjana itu malah terbunuh persepsinya sendiri. belum apa-apa, belum juga action, pikiran negatif udah bermunculan duluan. Takut gagal lah, takut diejek lah, gengsi lah.
Ah, saya sangat ingin menyalahkan penulis blog ini, karena tulisannya ini terlalu menusuk, menyinggung dan ‘menempeleng’ kepala banyak orang (terutama lulusan S1 dan S2).
Tapi, kenyataannya memang begitu, mau gimana lagi?
Semoga ‘tempelengan’ ini akan lebih menguatkan kepala untuk tetap tegak menghadapi berlikunya perjuangan hidup bukan malah tunduk dan menyerah dalam ‘belenggu’ gengsi ijazah!
Absolutely right….
Mungkin malu dan gengsi itu hadir krn alasan lain pak, keadilan Tuhan dalam hidup. Klo banyak pemain kelas berat turun di kelas bantam n bulu, kans petinju2 berbadan kecil akan jauh berkurang utk jadi juara. Lebih baik begini. Tiap jenjang pendidikan ada juaranya.
yang sarjana tidak semuanya bermental lembek. Banyak juga yang mereka berani OUT The box tidak menjadi pegawai atau walaupun menjadi pegawai mereka membuka usaha.
cuma ngakak aja mas baca tulisan ini.
bener pake banget, saya salah satu korbannya. resign kerja trus buka usaha, tapi mental sok gengsi nya susah ilang. akhirnya pilih tutup daripada gengsi jatuh.
bahaya juga kalo dibaca mahasiswa-mahasiswa yg mentok di skripsi.
ditunggu apdetan renyahnya di tl twitter mas ^^
Yes. Setuju banget. Lulusan SMP & SMA punya 3 Poin diatas yang biasanya jarang dimiliki mereka yang sarjana.
hal yang seperti ini sudah ditulis berulang kali, saya setuju tentu saja, yang namanya kesuksesan tidak memandang pendidikan, tapi terlalu sering ditulis di berbagai media sehingga terkesan memandang remeh jenjang pendidikan, lebih buruk lagi cerita seperti ini seringkali disalahgunakan orang untuk menipu di bisnis MLM atau Money Game berkedok online bussiness
kalo kita ingin bicara hal yang realitis, paling tidak menurut statistik yg terjadi di sekeliling saya (sy gak tau statistik nasionalnya), orang yang lulusan S1 dan S2 kebanyakan hidupnya lebih makmur ketimbang yang lulusan SD & SMP
nah sebagai penyeimbang, saya pikir sudah saatnya kita mempromosikan bahwa pendidikan adalah aspek penting untuk mensukseskan bisnis dan karir, bukan hanya pengetahuan dan keahlian yang bisa kita dapat, tapi juga quality networking
apalagi Mas Yodha adalah jebolan dari sekolah tinggi di amerika serikat, saya yakin, quality networking yg mas dapat ketika kuliah di sana sedikit banyak membantu mas Yodha dalam membangun bisnis konsultan ini, so pengalaman mas Yudha membangun bisnis dengan memanfaatkan keahlian, pengetahuan & networking yg didapat ketika kuliah, saya rasa layak juga dijadikan artikel di blog ini
setuju banget dengan bang Aditya….
Dear Bung Yod,
Saya tidak merasa tersinggung, karena menurut saya, pendidikan itu hanya merupakan etika dan prestise saja dalam kehidupan tetapi sesungguhnya yang paling penting praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari tanpa perlu malu dengan sekelilingnya. Jangan2 titip kue bolu untuk djual ditetangga maluuuuuuu.
ada benarnya, juga ada salahnya, masih banyak smp yg bermental kerdil, jg masih banyak s1 n s2 bermental baja
Saya merasa mendapat pukulan keras dr tulisan bapak kali ini.
Semoga saya bisa sama suksesnya dengan anak lulusan SMP itu atau bahkan lebih.
Insyaallah.
Ini jd bahan renungan buat saya.
Nyuwun sewu pak, saya belum jadi national internet expert, namun insyaAllah kelak saya pasti bisa pak.
Terima kasih dengan semua supportnya…
Mas Yodhia,
Saya memohon izin untuk menggunakan tulisan – tulisan sampeyan dari beberapa edisi untuk saya jadikan bahan atau referensi untuk memberikan presentasi sebuah kegiatan pelatihan di sebuah SMK, di Bekasi. Terkait dengan mindset, keberanian untuk menyusun dan membangun mimpi, dst.
Terimakasih.
Om Yodhia,
Tulisan anda mengingatkan pengalaman saya pribadi
Saya begitu lulus sarjana ekonomi manajemen langsung membuang ijazah karena sy bertekad untuk berwirausaha bukan mengemis pekerjaan dengan mengandalkan ijazah itu.
Beberapa teman saya mengatakan tindakan sy bodoh! “Sudah susah-susah kuliah 4 tahun begitu lulus koq ijazah dibuang begitu saja!” Begitu teman sy bilang waktu itu. Tp begitulah yg saya lakukan krn sy bertekad untuk tidak menggantungan nasib pada ijazah itu…
Pegangan hidup saya adalah pada waktu mengikuti seminar entrepreneurship yg saat itu pembicaranya adalah Pak Ciputra, beliau mengatakan bahwa orang kaya adalah pelaku ekonomi, aktivitas ekonomi pada dasarnya adalah 3 hal yaitu produksi, konsumsi, distibusi. Semua orang sudah menjadi pelaku konsumsi, tapi tidak semua org menjadi pelaku produksi (produsen) atau pelaku distribusi (distributor). Padahal, kl kita mau sukses dan kaya kita harus jd pelakunya, bukan menjadi karyawan produsen atau karyawan distributotor. Karena menurut Pak Ciputra, kl kita jd pelaku kitalah yg pegang omset, sementara kl kita sbg karyawan hanya menikmati sebagian kecil dari omset perusahaan (gaji). Begitulah kira-kira pesan pak Ciputra saat itu yg terus saya ingat
Demikian sedikit sharing dari saya..
Salam saya untuk Om Yodhia, teruslah memberi inspirasi dan pencerahan buat masyarakat melalui tulisan-tulisan yang bermutu.
Setuju dengan pak David Wijaya…
mantap !!!
yang nulis juga pernah s1 ternyata. haha, cuma dia yang sukses. dan ternyata yg lebih sukses itu banyak juga hahaha. bener banget. kalo saya sih, yg lulusan SMP aja bisa apalagi yang kuliah,harus lebih bisa! 😀
menurut saya dari mana arah sudut pandang kita..
Saya memang bukan lulusan S1 / S2. tapi pertanyaan saya ? berapa banyak lulusan yang Lebih SUKSES. SMP dan dibandingkan dengan lulusan S1 dan S2 serta jika dipresentase-kan berapa ?
itu yang pertama. yang kedua apakah seorang bill gates, jeff bezoz, jokowi, jack ma, Warren Buffett itu cuma hanya lulusan SMP saja ???
🙂
Ada yang salah dengan pendidikan dinegara kita, atau etos kerja bangsa kita yang masih sangat lemah. Perlu teladan yang baik dari para pemimpin negara s/d di lingkungan terkecil yaitu keluarga.
Selamat bung Yodh…tulisannya cukup provokatif. Topiknya bukan baru, jaman dulu pernah saya baca di Intisari thn 80an. Di tulisan tsb dijelaskan bahwa pendidikan itu membentuk pola pikir dan karakter seseorang, bukan cara menjadi kaya. Urusan duniawi itu tergantung tujuan hidup nya…walaupun semua orang kepingin kaya tapi gak semua sanggup menjalani prosesnya…
Jangan lupa, anak cucu pengusaha sukses sekarang sekolahnya tinggi2 di luarnegeri. Mungkin ortunya menyadari kesalahannya…hahaha
pengusaha yang keren tetep yang berpendidikan juga kalau menurut saya, karena dari sifat pasti akan sedikit berbeda.
keberanian memang perlu untuk memulai.
om Yodhia, makasih sharingnya…
menurut saya memang mindset positive yang mesti ditumbuhkan agar energi-energi positive yang bertambah bukan malah sebaliknya…
Yes!! The power of kepepet!
Sudah banyak contoh..
Yg sarjana mungkin banyak yg salah jurusan..
Yg lulus sekolah menengah mungkin fokus dg impiannya..
Yang sukses adalah yg fokus dg skill dan impiannya..
Mantabb!!
Solusi: Setelah lulus SMA, jangan buru-buru langsung kuliah. Buka usaha aja dulu. Biar gak punya GENGSI dan biar jadi ahli PRAKTEK.
http://www.candikarya.com – Outdoor Advertising Semarang Billboard, Neon Box, Huruf Timbul
ada yang salah dalam dunia pendidikan kita
1.lulusan S1 harusnya di ciptakan menjadi tenaga ahli jd tenaga buruh, di lihat dari sistem pendidikan S1 kalah bersaing dengan pendidikan orang luar indonesia.
2.pola pendidikan kita di tuntut siswa sebagai pengguna pemakai konsumtip tida di ciptakan menjadi pembuat kreator, jd siswa tidak berpikir kratif karena keenakan dengan kemudahan itu
3. tenaga pengajar kita sudah habis rasa idealis sebagai pendidik disebabkan gaji yang di ganti dengan fungsional dengan persyratan yang berbelit belit. jd waktu mengajar habis dengan mengurus syrat syrat
4. sistem ujian kita 3 hari mengalahkan peroses belajar 3 tahun (saran udah jangan banyak mendirikan pendidikan formal lebih baik perbanyak sekolah Paket A,B,C )
artikel yang menarik,
3 resep tersebut semoga bisa mengantarkan saya kepada ke-SUKSES-an
mohon do’anya, semoga saya bisa segera untuk Umroh dan haji ke baitullah… i like umroh murah.
ha ha ha…. saya sangat menyesal kenapa tidak menemukan website Kak Yodia sejak dulu ? Bahasa kakak begitu gurih-gurih ennyoh.
Perkenalkan saya Bu Idayosi wong ndeso yang hanya lulusan SMP. Saya lumayan berhasil dibisnis online Kak.
Herannya lagi, banyak orang disekitar saya mengatakan bahwa mereka tidak bisa melakukan apa yang sudah saya lakukan untuk kesuksesan.
Artikel Kak Yodhia membuat saya lebih hidup. Makasih kak.
Aku malu sendiri bacanya…(ngelus dodo pak)
Kata kunci: The magic street smart ini yang ku cari. Lulusan SMA yang optimis.
Ada benernya juga sih, tapi bukan berarti lantas kita rame-rame keluar bangku kuliah, ato nyekolahin anak kita sampe level SMP aja kan?
Bukan berarti pendidikan formal lantas gak penting kan?
Andrie Wongso yg seorang Motivator kondang bergelar SDTT (SD saja Tak Lulus)tetep menyekolahkan anaknya S2 ke Luar Negeri.
Bob Sadino Pengusaha Pemilik Gerai KemChicks juga Menguliahkan Semua anaknya ke Luar Negeri, sekalipun dia cuman lulusan SMA.
Contoh lain, Safir Senduk Konsultan Perencana keuangan juga pernah menuliskan buku berjudul “Kata Siapa Pegawai gak bisa Kaya?”.
dimana disitu beliau berpendapat bahwa tidak selalu PENGUSAHA lantas lebih kaya dari PEGAWAI. karena Pegawai juga bisa kaya dengan mengelola keuangannya untuk dijadikan aset-aset produktif.
jadi disini intinya adalah STRATEGI dan AKSI, bukan PROFESI
just my opinion
kurang lebihnya saya mohon maaf
Selnjutnya tulisannya gimana cara meningkatkan mental baja di kalangan lulusan S1 dan S2 pak Yod 🙂
Setuju pak, memang benar yang sudah lulusan tinggi akan gengsi untuk menarik gerobak untuk jualan atau menjadi pemulung, itulah yang aku rasakan… (Derita mantan mahasiswa)
kalo kata bondan prakoso..”hilangkanlah gensiiii…hidup berawal dari mimpi….”
ya itu sebenarnya bukan masalah pendidikan pak tapi passion dan kepepetnya itu. program pemerintah untuk mewajibkan wajib belajar sampai tamat SMA memang penting. karena pola pikir kita juga lebih baik nantinya. syukur-syukur lulusan sarjana semakin banyak dinegeri Ini
sehabis baca ini lsg saya tertantang narik gerobak, salam sukses pak
Tulisan yang sangat bermanfaat pak yod
Juara sekali tulisannya, sambil nyeruput kopi di sore hari sambil merenungkan tulisan Om Yod sebagai bahan referensi. 🙂
Sebetulnya banyak contoh seperti itu di Indonesia ini. Program Hitam Putih juga pernah menayangkannya, juragan sate madura, mahasiswa pemulung, dll.
Bu Susi juga salah satu contoh.
Menurut saya kurikulum pendidikan yang harus diubah, dengan memasukkan 3 elemen diatas dalam kurikulum pendidikan, atau ada sekolah khusus.
Bila perlu jangan pakai istilah ‘entrepreneurship’, tapi pakai ‘juragan’ supaya lebih Indonesia.
Di media juga harus didorong untuk ikut berperan (terbukti media TV lebih efektif mempengaruhi masyarakat) menampilkan program2 semacam ini. InsyaAllah akan memajukan Indonesia.
benar2 perjuangan hidup membutuhkan kemauan dan kerja keras. ikhtiar serta menyerahkan hasilnya semua kepadanya..
salam untuk internet marketing di dunia…
Terima kasih postinganya
Tetangga saya cuma lulus “S1” (SD doang), tetapi sekarang penghasilannya sehari bisa 3-4 juta bersih tuh, sampai tetangga lain (maaf tidak termasuk saya ya, he.he) itu sampai “jealous” habis
padahal cuma dagang baju anak-anak di pasar tradisional dan bukan punya kios tetapi “nebeng” di pinggir kios orang lain
sampai ada tetangga bersenandung “pusing-pusing ku memikirnya”.
Maaf ini hanya sekedar “share” to.
saya lulusan S1, yang mencoba membangun usaha saya dari 1. anak smp memang jenius. anak s1 memang pintar 🙂
Benar adanya dipandang dr sudut pandang mayoritas kejadian di negeri ini.
Semoga akan ada perubahan mental juga dengan selalu menyajikan perbandingan2 positif smacam artikel ini.
Makasih telah rela mengingatkan dgn artikel ini Mas.
saya setuju dengan namanya “power of kepepet”.
ketika seseorang dihadapkan dengan situasi sulit siapapun dia pasti berusaha dan berjuang dengan gigih untuk menghadapinya.
tapi saya kurang setuju dengan membandingkan lulusan pendidikan yang rendah dengan pendidikan tinggi.
pendidikan itu fondasi penting untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan.
benarr. TAPI terlalu menjatuhkan lulusan sarjana dan pendidikan. org sekolah cari kepintaran bukan cari uang. kalau cari uang byk ngepet sana.
kalau ngasih motivasi jgn menjatuhkan pihak lain. tu bisa memancing pd gak bersekolah. kalau emang pintar ya sekolah dpt beasiswa sampai perguruan tinggi.
aku orang gak punya tapi sekolah tetep sampai sampaisetinggi2 nya. aku juga dagang. tp buat sambian. yg tak utamain malah sekolah.
dpt pengalaman dapat ilmu. dagang sukses banyak uang. tp ilmu monoton.
tulisan bpk memang mencotohkan realitas sehari-hari, tapi akan lebih bagus jika hipotesis bpk disertai dukungan dgn teori atau pendapat dari beberapa ahli. (bisa jurnal atau lainnya).
Kalo Bole saya tanya kepada sarjana S1 dan S2 ? sampe kampus yg di katakan hebat ITB/UGM.
ente2 sudah bikin apa aja selama ini? M
obil? Mesin2 Mobil?Pesawat? HP?Generator PLN? apa?Pesawat Ulang Alik?Senjata Nuklir?
Apa dong jangan Diam dan hanya bisa menyalahkan pemerintah !?
berkeluh kesah berbagai Alasan?Sarjana Elektro ITB bisa bikin Motherboard Laptop secara Utuh?
Mimpi ah..gaya doang didikan Kolot.yg hanya Buat nyenangin Orang Tua Jadul, penuh dg gengsi.
Hahahahaha jancuuuuuuuk sampean beneeerrrr mas.
Menghujam kalbu.
Tak sebarno tulisan iki ke para pengangguran yg ijazahnya lebih tinggi dr SMP 😀
Eh, ojo misoh mas, duso.. :v
Telak Banget pukulannya.
Sy sangat merasakan itu Pak Yod.
Sy lulusan S1, awalnya gengsi banget untuk bekerja apa saja.
Tp perlahan saya coba lepaskan diri dari bayang bayang gengsi.
Skrg sy sbg karyawan swasta, sekaligus jualan kurma untuk jamah haji dan umrah, dan.skrg baru merintis usaha kaos anak anak.
Semua sy lakukan krn faktor kepepet.
Anak sudah 2, sementara kalau mengandalkan gaji dari kantor sangat jauh dari cukup.
Mari kita perbanyak sarjana yg juga berjiwa wirausaha
Bener banget artikelnya bro…
Ane cuma tamatan SMA…
Tp alhamdulilah, sekarang pendapatan ane udh bisa ngelebihin ortu ane.
Semua butuh perjuangan yang tinggi…
Bekal2nya kurang lebih mirip dengan yang disebutkan di artikel mas bro.
Salam sukses,
Irham Maulana
tulisan yang bagus, sangat memotivasi…
tp sayang dari judulnya kurang pas (menurut saya) karena tidak semua lulusan SMP selalu lebih kaya dan lebih makmur dari lulusan S1 atau S2
isi tulisan dikhawatirkan justru akan membangun pemikiran (bagi mereka yang malas untuk menelaah lebih dalam tulisan ini) bahwa sekolah tidak perlu sampai S1 atau S2 tapi cukup SMP.
Diharapkan tulisan selanjutnya juga bisa memberikan kesimbangan untuk membangun pola pikir, karena saya yakin sebenarnya kesuksesan dan kemakmuran bukan hanya faktor pendidikan tapi memang passion dan “the power of kepepet”…
Bagus sekali gaya bahasanya pak
tp bisakah bpk memberitahu saya mana yg lebih banyak sukses (secara materi) di negara ini, org yg cm lulusan sd,smp,sma atau yg s1, s2?
Bisakah memberitahu saya secara pesentase?
Yah, ada yang copas tanpa sebut sumber di sini. Curang banget tuh orang.
thenk pak yod, betul 3 sekali
biasanya lulusan perguruan tinggi memang banyak gengsinya, jadi keinginan untuk maju terhambat gegara gengsi itu.
Sebenarnya ini artikel bkn utk menjelekkan si SARJANA …. tp ini sebuah motivasi yg luar biasa dg metode MAN TO MAN :V
Artikelnya sangat menarik untuk di baca oleh seorang lulusan SD seperti saya
Theng Kyu pak Yod salam kenal
Sy sejak kcil umur 9 th sdh jualan es lilin, smp kuliah jualan mainan disekolah sd, skrng sdh pny rmh shrg 9 digit, sdh pny 2 anak laki, mobil br seharga 300jtan
smua dr usaha sendiri krn ortu krjaany cmn kuli bangunan yg cmn lulusan smp.
Sekarang br aja daftar kul S2 MH.Kes d UNIKA semarang 2016.
Memang yg salah S-Sny. Yg salah tu yang punya nDas (kepala)
Masak kalah sama samsung S7.
jadi pelajaran, tahun ini jadi maba.
gk ada yang harus di banggakan tingkatnya. thanks minn