Empat minggu lalu saya menulis tentang ancaman serbuan manajer asing dari Asean yang menyerbu ke Indonesia, merebut peluang karir dan pekerjaanmu. Tren ini akan terjadi tahun depan, saat kebijakan pasar tenaga kerja bebas Asean mulai berlaku. Skilled labor free flow, begitu nama kerennya.
Namun yang juga bisa terjadi adalah sebaliknya, dan mungkin memberikan dampak yang tak kalah mengerikan : saat ribuan manajer dan putra terbaik sang bumi pertiwi berbondong-bondong pergi ke negeri seberang demi mendapatkan salary yang lebih mak nyus.
Apa yang terjadi jika brain drain itu terjadi? Saat ribuan anak bangsa terbaik pindah ke negeri seberang karena memanfaatkan kebijakan pasar tenaga kerja bebas ASEAN?
BRAIN DRAIN. Ini adalah istilah saat otak-otak terbaik di sebuah bangsa pergi jauh menembus samudera, berangkat ke negeri lain yang menjanjikan masa depan yang lebih baik.
Brain drain menjadi problem sebab yang pergi ke negeri seberang adalah “best brains” – orang-orang dengan mutu terbaik di negeri itu.
Dan memang biasanya brain drain terjadi karena, negeri yang dituju otak-otak terbaik itu mau menerima mereka dengan senang hati (sebab mereka memang orang dengan mutu original, bukan SDM dengan mutu KW3).
India dan China adalah negara yang sering mengalami brain drain : banyak orang hebat dari dua negara itu yang pergi ke Eropa dan USA, demi masa depan yang lebih baik.
Ribuan best brains itu kemudian membentuk semacam diaspora : jaringan orang-orang terbaik dari negara tertentu yang tersebar di berbagai negara dunia.
Kebijakan pasar tenaga kerja bebas ASEAN membuka peluang besar bagi terbangnya manajer-manajer terbaik negeri ini untuk mengisi beragam posisi manajerial di berbagai negara ASEAN.
Manajer-manajer terbaik negeri ini dalam bidang IT, Financial, Banking, Oil and Gas, Electrical Engineering hingga Supply Chain Management, bisa pelan-pelan melakukan eksodus ke negeri seberang. Gelombang brain drain bisa menyeruak.
Kenapa? Ya karena dengan aturan Skilled Labor Free Flow, perpindahan manajer antar negara ASEAN akan mudah terjadi. Selain itu, jika memang kualifikasi oke, dan perusahaan di negeri seberang mampu memberikan gaji yang jauh lebih gurih, kenapa tidak?
Talent War mungkin berlangsung akan kian keras. Persaingan mendapatkan karyawan dan manajer terbaik tidak hanya dengan sesama perusahaan di dalam negeri – namun juga dengan ratusan perusahaan top di Singapore, Malaysia, Thailand hingga Manila.
Saya membayangkan, pelan-pelan kondisi ini akan membentuk semacam “standar gaji ASEAN” untuk beberapa posisi yang diburu banyak perusahaan. Mau tidak mau perusahaan di Indonesia dipaksa menaikkan standar gaji manajer di tanah air, demi mempertahankan best talents mereka agar tidak kabur ke negara seberang.
Faktor itu yang pada akhirnya akan mempercepat proses kenaikan dramatis standar gaji manajer di Indonesia (selaras dengan artikel saya beberapa minggu lalu dengan judul : “Kenapa Gaji Manajer Sekarang dengan Mudah Tembus Rp 45 Juta per Bulan“).
Lalu apa implikasinya bagi Anda?
Simpel. Kalau Anda punya kecakapan bahasa Inggris yang bagus, disertai dengan kompetensi yang unik dan berkelas (kelas dunia maksudnya, bukan kelas KW3), maka Anda bisa juga dengan mudah mendapatkan pekerjaan di Singapore, Malaysia, Bangkok atau Manila. Tentu dengan gaji standar ASEAN (dan bayarannya memakai dolar).
Fenomena brain drain mungkin gejala yang tak terelakkan dalam era pasar bebas tenaga kerja ASEAN dan dalam era yang kian mengglobal.
Dan mungkin kamu, iya kamu – kelas terdidik dan pembaca blog yang cerdas – akan ikut menjadi aktor kunci dari gelombang brain drain itu. Siapa bisa menduga.
Mungkin kelak Anda bisa mendapatkan karir yang bagus di Singapore dengan gaji dolar, dengan tanggung jawab mencakup seluruh pasar ASIA.
Maka suatu ketika Anda bisa seperti ini : sarapan senin pagi di Jakarta sambil membaca blog strategi + manajemen, lalu makan siang di Singapore, dan makan malam di kabin pesawat Airbus A350 dalam penerbangan menuju Osaka, Jepang.
Selamat menjadi Manajer Global, teman. Selamat berkarya menaklukkan Asia dan Dunia.
Masih jauh saya pak..,nyimak aja deh hehe
Sebuah pil pahit memang, krn aset-aset bangsa kita juga banyak yg enggan pulang ke tanah air krn disana menjanjikan yg lebih baik. Tp semoga mereka membawa perubahan besar yg suatu saat bisa come back dan bisa menggunakan knowlage dan pengalamannya untuk kemajuan negeri tercinta. Selamat berjuang kawan
Kaya rangga gitu donk? 😀
Bismillah. I’m ready go international
sepertinya tidak harus menunggu MEA, bukankah para jebolan IPTN sudah banyak yang melarikan diri ataukah para TKI dan TKW sudah dianggap memulainya terlebih dahulu …
ini supaya tidak mengesampingkan peran ‘substantif’ dari emigrasi ketenaga kerjaan di Indonesia
Menarik juga apa telah Bapak paparkan mengenai Brain Drain, istilah baru bagi saya pribadi.
Pengetahuan ini bisa jadi motivasi baru bagi para manajer muda, dan para pencari kerja, sehingga mempersiapkan diri sejak dini dalam hal kemampuan komunikasi, yakni dengan menguasai berbagai bahasa asing, khususnya Bahasa inggris sebagai Bahasa Internasional.
Semoga para pelajar membaca artikel seperti ini juga, sehingga mereka tahu akan arti pentingnya penguasaan Bahasa Asing jika ingin dihargai mahal atas profesi dan talenta yang mereka miliki.
Salam ecommerce
Vitus Polikarpus
HP|WA: 081317937777
PIN BB: 798A2518
artikel yang menarik untuk menyadarkan anak muda supaya tetap memiliki nasionalisme dan tetap berada di Indonesia demi membangun bangsa dan negara Indonesia.
Hukum alam dan ekonomi…….berpikir positif dan meningkatkan kompetensi diri jauh lebih baik menghadapi persaingan tersebut.
Sama seperti di dunia sepakbola. Klub yg berani menggaji lebih tinggi akan mendapat pemain yg lebih berkualitas
Di oil & gas, dah sejak belasan tahun lalu para talent ini eksodus ke negeri tetangga and middle-east dan banyak jg mereka kembali krn gak-betah juga walau dpt gaji di atas $us 5-rb.
artikel ini sangat menarik serta menantang bagi yang ingin maju, namun terkadang gaji besar belum bisa menjamin seseorang untuk bahagia, sebab kenyamanan tempat bekerja ato lingkungan lebih penting dari pada besarnya gaji,
terus berupaya untuk bisa menjadi pemain, jangan jadi penonton
kalau dapat gaji yang lebih mak nyus, ya ngak apa – apa keluar negeri. namanya juga hidup harus memilih he he he.
TIGA PARAGRAF TERAKHIR…….asiiiiiik…..
Kalau berpikirnya uang dan uang org bekerja ga ada habisnya Mas Yod, ga ada lagi tu yg namanya nikmat hidup, sebenernya rizqi yg qt dapat itu cukup untuk hidup tapi GAYA HIDUPLAH
Kalau berpikirnya uang dan uang org bekerja ga ada habisnya Mas Yod, ga ada lagi tu yg namanya nikmat hidup, sebenernya rizqi yg qt dapat itu cukup untuk hidup tapi GAYA HIDUPLAH selalu membuat hidup tak cukup, kiranya perlu kita renungkan Hadis Nabi berikut
???? ???????? ???? ???? ?? ???? ????? ?? ???? ???? ??? ???? ?????? ???? ?? ??????
Barang siapa yg melewati harinya dg perasaan aman dalam rumahnya sehat badannya dan memiliki makanan untk hari itu seakan akan dia telah memiliki dunia beserta isinya HR Tarmidzi
Kalau berpikirnya uang dan uang org bekerja ga ada habisnya Mas Yod, ga ada lagi tu yg namanya nikmat hidup, sebenernya rizqi yg qt dapat itu cukup untuk hidup tapi GAYA HIDUPLAH selalu membuat hidup tak cukup, kiranya perlu kita renungkan Hadis Nabi berikut
???? ???????? ???? ???? ?? ???? ????? ?? ???? ???? ??? ???? ?????? ???? ?? ??????
Barang siapa yg melewati harinya dg perasaan aman dalam rumahnya sehat badannya dan memiliki makanan untk hari itu seakan akan dia telah memiliki dunia beserta isinya HR Tarmidzi
Ada benarnya Pak, namun jangan lupakan pula perintah untuk berhijrah dan bertebaran di muka bumi. Tanpanya mungkin tidak akan terjadi para pedagang muslim arab sampai ke negeri kita.
bkn hny ttg gaji tp perhatian pemerintah ato political will bg para org2 talents negeri ini, khususnya para scientist..
Hukum alam Pak. Pohon akan tumbuh subur dan menjulang tinggi jika tumbuh di tempat yang tepat. Jika ekonomi dan skill dikerdilkan di tempat yang sekarang, pindah adalah tempat yg tepat, dg segala konsekuensinya.
Dua Paragraf Terakhir : Aamiin… hehehehe