Tulisan ini merupakan kontribusi dari guest blogger bernama Zain Ambi.
Eksperimen Marshmallow adalah salah satu riset yang sangat terkenal dalam studi tentang psikologi dan perilaku manusia.
Eksperimen ini menggemparkan karena temuannya berhasil melacak sebuah elemen kunci yang mampu memprediksi kesuksesan masa depan seseorang puluhan tahun ke depan.
Apakah elemen kunci itu? Dan bagaimana eksperimen Marshmallow yang amat sederhana itu mampu memberikan sumbangan masif dalam the science of human psychology?
Eksperimen Marshmallow sendiri dilakukan oleh Prof Walter Mischel di tahun 1960an.
Melalui riset ini terungkap karakteristik apa yang harus dimiliki seseorang jika ingin sukses dalam keuangan, kesehatan, karier, dan juga sukses dalam membangun hubungan sosial.
Baik mari kita cermati seperti apa penelitian dilakukan, dan yang paling penting bagaimana kita bisa belajar dari penelitian itu.
Penelitian legendaris ini dikenal dengan nama Marshmallow Experiment, karena menggunakan marshmallow sebagai medianya.
Anda semua tahu kan apa itu marshmallow? Itu lho makanan kecil yang sangat disukai anak-anak kecil. Rasanya kenyal dan maknyuss.
Jadi saat itu Prof Mischel dan bersama timnya mengumpulkan 600 anak kecil berumur 4 – 6 tahun sebagai subjek eksperimen ini.
Satu persatu mereka dimasukkan dalam sebuah ruangan yang sudah diminimalisir gangguannya sehingga hanya berisi kursi dan meja sederhana saja.
Para peneliti tersebut lalu memasukkan anak kecil ke dalam ruangan dan memberikan sebuah marsmallow.
Peraturannya sederhana, anak kecil itu boleh memakan satu marshmallownya saat itu juga, segera setelah bapak-bapak peneliti meninggalkan ruangan.
Namun seandainya anak-anak kecil berhasil menahan diri dan tidak tergoda untuk langsung mencaplok Marshmallow di depannya; maka mereka akan dihadiahi satu marshmallow tambahan.
Durasi untuk menahan diri hanya sekitar 15 menit (sejak bapak peneliti keluar ruangan hingga para peneliti ini masuk kembali ke ruangan eksperimen).
Tentu proses ekperimen itu sungguh menggemaskan, bayangkan saja anak kecil yang begitu polos harus menahan godaan yang begitu besar.
Supaya anda bisa menggambarkannya, kira -kira seperti ini reaksinya….
Dalam eksperimen itu, ada sebagian responden anak kecil itu yang langsung memakan marshmallownya begitu peneliti keluar ruangan. Ada juga yang berusaha untuk menahan godaan tapi tetap saja tidak berhasil menahan diri untuk mencaploknya.
Namun ada pula sebagian responden yang sukses menahan diri untuk tidak memakan marshmallow yang ada didepannya hingga peneliti masuk kembali ke ruangan.
Ini yang menarik dari ekseperimen Marshmallow. Prof Mischel kemudian mengikuti jejak kehidupan ratusan responden itu hingga 25 tahun lamanya (longitudinal research namanya).
Hasilnya mengejutkan : para responden anak kecil yang berhasil melewati tes Marshamallow (yang mampu menahan diri untuk tidak langsung mencaplok Marshmallow puluhan tahun lalu itu) ternyata memiliki nilai SAT (Ujian Standar Akademik dan Berpikir kritis) yang baik, lebih kuat dalam menghadapi stress, lebih tidak rentan terhadap penyalahgunaan narkoba, juga tidak terjebak dalam obesitas.
Selain itu, kehidupan sosial dan ekonomi para responden yang mampu melewati godaan tes Marshmallow rata-rata jauh lebih sukses dibandingkan dengan anak yang gagal melewati marshmallow experiment.
Prof Mischel tetap terus mengikuti jejak ratusan responden hingga saat ini, atau lebih dari 40 tahun lamanya !
Dan hasilnya tetap sama, para responden yang dulu dapat menunda kesenangan sementara dan sabar menunggu untuk marsmallow kedua; maka kehidupannya lebih sukses dan bahagia daripada responden yang asal main caplok Marshmallow.
Pelajaran kunci dari penelitian panjang nan melelahkan ini adalah : bahwa kekuatan menunda kesenangan (Delayed Gratification) adalah skill yang amat krusial sebagai penentu kehidupan sesorang di kemudian hari : apakah hidup seseorang akan gemilang atau nyungsep dalam lorong kenestapaan.
Hmm coba perhatikan sekitar, memang benar demikian kan?
• Jika anda dapat menunda kesenangan dari merokok dan lebih memilih untuk lari tiap pagi mungkin anda akan lebih sehat sekarang.
• Jika anda dapat menunda kesenangan dari bersosmed ria dan lebih memilih membaca buku mungkin anda akan lebih pintar dan tercerahkan sekarang.
• Jika anda dapat menunda kesenangan membeli barang -barang yang tak berguna dan lebih memilih mengumpulkan uangnya untuk modal mungkin saat ini anda sudah punya bisnis sendriri.
Atau contoh berikut ini :
• Dia yang stagnan nasib dan karirnya, mungkin karena tidak mampu menahan godaan untuk hidup seenaknya dan cenderung malas (sebab memang hidup malas itu sungguh nikmat) – dan ogah berjibaku melakukan kerja keras meningkatkan skills (sebab kerja keras itu cenderung tidak menyenangkan).
Semua contoh tadi ditentukan karena Kekuatan Menunda Kesenangan Sementara (delayed gratification).
Kebanyakan orang gagal untuk mau bersakit-sakit dahulu, baru bersenang kemudian.
Kebanyakan orang acap memilih hidup yang gampangan, instan, dan cenderung malas.
Kekuatan untuk menunda kesenangan; dan mau berjibaku menahan godaan untuk bermalas-malasan acap tidak kita miliki.
The power of our delayed gratification rapuh, dan kita begitu mudah terjebak dalam hidup yang begini-begini saja. Yang cenderung nyaman dan membuat kita malas untuk bergerak melakukan terobosan hidup.
Kita seringkali gagal mengatasi distraksi kesenangan – kesenangan sementara yang begitu menggoda. Dan sayangnya, dalam era smartphone ini, kita begitu mudah terjebak dalam kesenangan sesaat yang begitu distraktif (cek status FB, cek notifikasi WA, baca berita-berita online, dst, dst).
Padahal kita tahu : jika kita ingin sukses dalam bidang apapun, kita wajib untuk mempunyai kemampuan disiplin dan terus fokus terhadap tindakan kita.
Selamat bekerja teman. Semoga Anda punya the power of delayed gratification yang kokoh, dan tidak mudah terjebak dalam kesenangan sesaat yang begitu melenakan.
Penulis artikel ini adalah Zain Ambi yang memiliki amazing blog tentang Teknologi Pikiran DISINI.
KEMAMPUAN menunda kesenangan dan KEMAUAN bekerja keras, kedua SIFAT ini perlu dikembang.
Anak dari keluarga pas2an / miskin, mempunyai DAYA JUANG ( relatif ) lebih bagus dibandingkan anak dari keluarga kaya karena SIFAT tersebut lebih dibanyak “dilatih”.. Karena kondisi yg memaksa.
Oleh karena itu, orang yg skarang sukses ( kaya ) kebanyakan pernah hidup miskin. Ini buktinya, daftar org terkaya Indonesia kebanyakan masa lalunya Miskin dan penuh perjuangan.
Btw, blog mas Zain Ambi bagus2 tulisan nya.. sangat bermanfaat.
Salam sukses,
http://www.SonyTrade.com
Blog Belajar Trading SAHAM & FOREX TERBAIK
apakah di Indonesia hasilnya akan tetap sama?
Ah, menunda kesenangan memang nikmat. Tidak ada hasil bagus yang keluar dari bermalas-malasan.
Saya sangat berterima kasih ternyata ada kajian ilmiah dari penelitian marshmallow ini.
Salam
https://diskartes.com
eksperimen marshmallow memperkuat bukti empiris tentang relasi kerja keras dan kesuksesan hidup
Baru denger marshmallow experimeny ini, dan hasilnya sangat menarik.
Setuju dengan kata kunci “Menunda Kesenangan” sebagai bagian dari mewujudkan sukses.
Banyak hal yang cocok dengan prinsip ini. Sederhananya misal praktik menabung.
Tks untuk artikel kerennya dari guest blogger Zain Ambi dan blog legendari strategimanajemen.net
Semoga kelak saya bisa ikutan jadi guest blogger
–
https://www.manajemensdm.net/
Sesuai Peribahasa Rusia, Orang yang sukses adalah orang yang tahu bagaimana caranya menunggu..
Dan adagium jmn kecil dlu, bersusah dlu, senang kemudian. Allah Maha Adil
Delayed gratification. Kata yg keren dan dan ujung2 nya bermakna “Tahan banting, kesabaran dan bangkit kembali”
Masuk akal sih..
Nice article, speechless and senyum2 sendiri bacanya.
wah keren artikelnya dan bermanfaat..
siap menunggu kesenangan.. demi hidup lebih baik kedepannya
salam
https://garmenstudio.com/polo-shirt-bordir-jakarta-keren/
Bukankah dalam berbagai agama selalu diajarkan namanya berpuasa? Bukankah ini adalah makna hakikat manusia diajarkan untuk berpuasa oleh para nabi Tuhan.
ini neh artikel yang bikin semangat lagi, jadi ga galau lagi kalau teman senang-senang sedangkan kita masih bercibaku dengan tugas impian.. thanks
salam
https://www.bayuwin.com/2016/12/polo-shirt-bordir-bandung.html
Betul sekali, kalau belum mampu beli mobil jangan lah tergoda dengan DP kredit yang murah.
Lebih enak gak ada utang daripada mikirin angsuran jutaan tiap bulan.
Suka sekali dengan prinsip ini “bahwa kekuatan menunda kesenangan (Delayed Gratification) adalah skill yang amat krusial sebagai penentu kehidupan sesorang di kemudian hari”
Artikel yang selalu mencerahkan hari Senin ini. Thanks!
Tulisan yang sangat mencerahkan. Dan juga cukup menonjok gara gara saya termasuk lebih suka menghabiskan kegiatan sehari-hari dengan bersosmed ria dan jarang baca buku.
Salam
Diestraperdana.com
Mencerahkan dan inspiratif banget artikelnya.
Agar penundaan kesenangan tidak terlalu lama, mumpung masih muda dengan energi yang berlimpah, optimalkan semua potensi itu!
Sehingga saat menikmati kesenangan itu lebih lama dan masih muda.
Enak kan masih muda, sehat, energi berlimpah dan kaya raya?
Dibandingkan kaya saat sudah tua, selain waktu untuk menikmati kesenangan itu MUNGKIN sebentar dan juga kurang GREGET lagi 🙂
iya kan.
so, bagi yang masih muda atau merasa mudah segeralah berupaya lebih keras daripada bermalas-malasan atau malah ‘membakar uang’.
Modal paling penting untuk bisnis dan karir sudah ada dalam diri kita, tugas selanjutnya adalah meng-optimalkan modal itu agar bermanfaat bagi diri kita sendiri dan orang lain.
Terima kasih
https://manajemenkeuangan.net/ | blog referensi akuntansi keuangan
Betul banget. Istilahnya bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Di butuhkan kesabaran dan kemampuan menahan diri.
Kontras dengan situasi di zaman sekarang…dikit2 latah…tetangga beli motor atau mobil baru langsung pada gerah hehe…akhirnya besok langsung ke dealer motor atau mobil haha…
Hahaha .
Betul. Pengen keliatan kaya dan di puji-puji orang. Orang Indonesia memang gitu kan?
Mereka tidak tahan hidup minimalis.
Study ini sangat melelahkan mengikuti jejak hidup orang lain selama 40 tahun.
Wow …. Amazing
Artikelnya sungguh memotivasi dan menyadarkan tentang kebaikan menunda kesenangan.
Kesenangan di dunia fana ini memang tiada habisnya.
Alahkah lebih baik kita menunda kesenangan sampai kita bisa financial freedom.
Amin.
Artikel yang SUNGGUH LUAR BIASA..!
Ini intinya:
“kekuatan menunda kesenangan (Delayed Gratification) adalah skill yang amat krusial sebagai penentu kehidupan sesorang di kemudian hari.”
Artikel yg luar biasa, analogi dari “delayed gratification” bagi saya mungkin adalah “sabar” keberuntungan/kebahagiaan akan berpihak kepada orang2 yang sabar. Sabar terhadap apapun akan memberikan dampak yang positif bagi yang menjalankannya, ” Penelitian marshmallow merupakan contoh ilmiah dari implikasi dari sebuah kesabaran, sabar, thax Mas tuk artikel yang sangat amazing ini. salam
kelihatan simple memang tetapi banyak yang tidak kuat untuk menahan the power of delay gratification. saya juga sedang berusaha untuk mepraktekkannya supaya tidak menyesal di hari tua.
Salam Hangat,
Mau penghasilana di rumah ? Klik http://www.bisnisdirumahan.com
Inspiratif!!!
Terima kasih banyak mas Yodhia, sudah diijinkan untuk berbagi tulisan di blog legendaris ini.
Keren ini.. super sekali. Hal simpel yg sering saya lupakan.
klo menahan nafsu untuk beli ebook atau kursus online, apakah itu juga termasuk delayed gratification ?
Ebook atau kursus online sebuah investasi otak. Jangan ditunda-tunda.
Benar. Kalau belajar via buku atau kursus justru merupakan sesuatu yg harus dilakukan krn produktif dan menambah skills.
Yang harus ditunda beli hape baru yang hanya demi gengsi 🙂
Orang yang pandai bersyukur insya Allah akan selalu bahagia..
Menunda hawa nafsu di dunia akan bahagia kelak di Akhirat
Lantas apakah orang yang menunda hawa nafsu tsb menjadi tidak bahagia?
Apakah seseorang yang menunda sesuatu yang dia inginkan, berarti menanggalkan kesenangannya untuk kelak?
Kuncinya adl ikhlas, bersyukur. Agar kita selalu bahagia. Bahagia tidak perlu ditunda bukan?
http://www.indorumahsyariah.com
Rumah tanpa riba, tanpa BI cheking
Bahagia dan gratification saya kira dua hal yg berbeda.
nah ini teka teki yang sulit dipecahkan mas, masak harus menebak 30 tahun kedepan, saya nebak 10 tahun ke depan aja gk karuan kemana-mana pikirannya, bingung mau kemana, hehehe, salam kenal mas, di tunggu kunjungannya
https://www.volimaniak.com
Inspiratif
Pertama tau penelitian ini dari buku Emotional Intelligence nya Daniel Goleman hehe
kemarin baru beli bukunya nih..
Saya ingin spt bill gates n mark zuckerberg yang tidak perlu mencari kesenangan lain,selain membuat bisnisnya terus berkembang,ada yang tahu gimana mengembangkan sikap seperti itu ? Terima kasih
Baru dengar ada eksperimen seperti itu. Tapi bagus juga untuk diambil sisi positifnya. Meskipun tak selalu mudah dilakukan. Kalau dilihat dari sisi ekonomi, cukup rasional untuk menunda kesenangan demi “nasib baik” di kemudian hari.
Masalahnya kesenangan itu relatif bagi tiap individu dan tak selalu tentang materi.
Lagipula siapa yang bisa memastikan kita masih hidup 30 tahun kemudian?
Maaf, komentar ini mungkin melenceng dari sudut pandang tentang sukses dalam keuangan, kesehatan, karier, dan juga sukses dalam membangun hubungan sosial.
Salam
Masuk akal juga sih, keren mas ulasannya.
Pernah baca artikel tsb, di majalah Time edisinya kalo gak salah agustus 1995, menarik banget, sampai ingat salah satu pertanyaan di artikel tsb:
“why some people remain buoyant in the face of problem that sink others?” yang jawabannya ada pada experiment tsb, kemampuan dalam memanage emosilah kuncinya (EQ).
Ternyata experiment tsb masih berjalan, dan makin membuktikan bahwa EQ merupakan variable terbesar dalam suksesnya seseorang.
Sorry, setelah browsing liat2 cover majalah Time, yang bener experiment marshmallow itu ada di edisi 2 Oct 1995.
https://content.time.com/time/magazine/article/0,9171,983503,00.html
Memang betul, untuk mencapai hasil maksimal kita harus tekun dan fokus akan hasil long-term dan tidak tergiur kesenangan hari ini.
penelitian ini bagus banget pesannya –
sebenarnya juga bisa diterapkan di indonesia tentu membutuhkan kerjasama pendidik dari TK sampai perguruan tinggi –
anak2 dipantau terus – siapa tahu kalo penelitiannya di timur menghasilkan sesuatu yang berbeda ..
kemudian mesti ada terapi atau perlakuan khusus untuk yang gagal menahan makan di awal
sebaiknya bagaimana karena saya termasuk meyakini masing2 anak punya potensi sukses
BTW artikel yang sangat bagus mas dan sangat mencerahkan
– mudah2an besok2 bisa comment pertamak
Disiplin sudah pasti sih jadi kunci utamanya. Bytheway artikelnya oke om 😀