Kenapa 63% Sarjana di Indonesia Bekerja Tidak Sesuai dengan Jurusannya?

mahasiswaYa benar, data dari Kemenaker menunjukkan bahwa mayoritas atau lebih dari 60% lulusan sarjana di tanah air bekerja di area yang tidak sesuai dengan jurusannya.

Selama ini kita mungkin sudah menyaksikannya. Atau mungkin Anda sendiri mengalaminya.

Ada sarjana teknik yang kerja di bagian keuangan bank. Ada lulusan pertanian yang kerja jadi sales. Atau ada lulusan fakultas hukum yang jualan MLM.

Kenapa itu bisa terjadi? Dan apa solusinya?

Fenomena lulusan sarjana yang bekerja di area yang tidak sesuai dengan jurusannya saya kira memang relatif banyak terjadi di sekitar kita.

Sebenarnya kejadian mis-match semacam itu menimbulkan opportunity lost yang tidak sedikit. Ilmu yang telah dipelajari selama 4 atau 5 tahun kuliah jadi tidak terpakai secara optimal.

Bayangkan misalnya : seorang sarjana teknik mesin (sebuah ilmu yang amat dibutuhkan negeri ini) mendadak malah hanya jualan kopi. Kenapa dulu saat S1 dia tidak milih kuliah saja di jurusan perkebunan kopi.

Atau bayangkan ada lulusan sarjana pertanian (ilmu yang amat penting bagi negeri ini juga) mendadak hanya kerja di bagian customer service bank? Tidakkah ilmu pertanian dengan segala perniknya yang dulu ia pelajari menjadi sia-sia.

Idealnya seseorang bisa menekuni karir dan profesi yang sesuai dengan jurusan saat kuliah.

Kebetulan kasus yang saya alami mungkin bisa jadi contoh. Dulu saya kuliah S1 jurusan Manajemen dan S2 jurusan HR Management. Saat ini saya bekerja sebagai konsultan manajemen SDM dan juga jualan ebook + kursus manajemen secara online.

Artinya profesi saya saat ini amat sesuai dengan jurusan kuliah yang dulu saya tekuni. Ilmu yang saya pelajari benar-benar terpakai dalam karir saya saat ini.

Kenapa lebih dari 60% lulusan sarjana bekerja tidaks sesuai dengan jurusannya?

Ada dua faktor : faktor eksternal dan internal.

Faktor eksternal misalnya : ketersediaan lapangan kerja yang sesuai jurusannya masih terlalu sedikit; atau malah tidak ada sama sekali.

Atau mungkin juga jumlah lulusan dari fakultas tertentu terlalu banyak dan tidak sebanding dengan jumlah lowongan yang tersedia untuk jurusan itu (akhirnya lulusannya bekerja di bidang apa saja, asal tidak nganggur).

Faktor eksternal lain : banyak juga perusahaan yang membuka lowongan tanpa melihat latar jurusan (maksudnya semua jurusan bisa melamar posisi yang disediakan meski tidak begitu sesuai dengan jurusan asal kuliah).

Saya tidak ingin terlalu banyak menghabiskan waktu untuk membahas faktor eksternal – sebab ini diluar kendali diri kita. Buang-buang waktu kalau kita terlalu banyak mikir faktor eksternal.

Saya juga termasuk yang percaya : masa depan ditentukan oleh DIRI KITA SENDIRI; dan jangan pernah mengharapkan pihak lain atau faktor eksternal untuk mengubah nasib kita.

Mengharapkan faktor eksternal atau pihak lain untuk membantu mengubah nasib kita adalah bagaikan pungguk merindukan bulan. Terlalu lama menunggunya, ntar kita malah keburu pensiun atau bahkan mati duluan sebelum nasib kita bisa berubah.

Karena itu saya akan lebih fokus pada faktor internal – sebab mengubah faktor ini lebih mudah karena berada dalam kendali diri kita sendiri.

Ada dua faktor internal yang menurt saya sangat krusial dan amat menentukan kenapa mayoritas orang kerja di area yang tidak sesuai dengan jurusannya.

Faktor yang pertama saya kira terletak pada kesalahan saat anak-anak lulusan SMA pertama kali memilih jurusan kuliah yang ia tekuni.

Mungkin banyak anak lulusan SMA yang milih jurusan kuliahnya tidak dengan pertimbangan jauh ke depan. Mungkin sekedar karena pilihan orang tua. Mungkin juga karena ikut tren.

Saya kira pihak penyelenggaran SMA harus lebih aktif memberikan bimbingan pada anak-anak kelas 3 SMA untuk menentukan pilihan jurusan kuliahnya.

Kini sudah era digital. Sejatinya mayoritas anak kelas 3 SMA itu sudah cukup paham dengan apa yang dia inginkan – atau apa yang menjadi passion dirinya dan kelak akan menjadi pilihan karirnya saat usia 25an tahun.

Saya kadang punya pandangan seperti ini : kalau ada anak kelas 3 SMA yang hobi fotografi, mungkin akan lebih saya sarankan tidak kuliah S1 – tapi cukup kursus 1 tahun full dalam bidang fotografi profesional (hasilnya lebih terasa daripada kuliah 4 tahun di jurusan yang nggak jelas).

Atau kalau ada anak kelas 3 SMA yang hobi dunia online – maka kursus internet marketing selama 1 tahun full rasanya akan jauh lebih powerful daripada kuliah 4 tahun di jurusan yang tidak begitu ia senangi. Dia kuliah hanya karena tuntutan orang tua.

Atau kalau ada gadis kelas 3 SMA yang suka dunia fashion, maka kuliah di D3 di jurusan tata busana atau kursus di sekolah mode selama 1 tahun; akan jauh lebih impactful daripada kuliah 4 tahun di jurusan Akuntansi, Komunikasi atau Hukum.

Lagi-lagi dia kuliah di juruan yang salah mungkin karena “pakem yang salah kaprah” : bahwa setelah SMA semua harus kuliah S1 – entah apapun jurusannya yang acap tidak sesuai dengan passion anak itu. Atau mungkin sekedar ikut-ikutan pilihan temannya.

Dulu sejak sekolah SMA saya memang sudah suka dengan dunia manajemen bisnis (saat jaman SMA, saya rutin baca majalah bisnis SWA dan Warta Ekonomi).

Maka saya sadar sejak awal : saya mau kuliah di jurusan Manajemen, dan kelak kalau bisa kerja jadi konsultan manajemen. Pikiran dan passion sejak masa SMA yang ternyata menjadi realitas.

(Bahkan blog saya inipun namanya Blog Strategi + Manajemen – dunia yang memang saya sukai sejak jaman sekolah SMA).

Faktor internal kedua yang mungkin juga menyebabkan kenapa mayoritas orang kerja di area yang tidak sesuai juruannya : terlalu banyak orang yang mudah menyerah untuk memperjuangkan impiannya. Ini faktor yang menurut saya paling krusial.

Saya percaya pasti banyak sarjana pertanian yang dulu punya impian untuk menjadi petani berdasi : punya kebun yang memproduksi beragam produk pertanian yang sehat, organik, dan laris manis.

Saya juga percaya ada banyak lulusan fakultas Hukum yang punya impian bisa membangun law firm yang kredibel dan ternama.

Saya juga percaya ada banyak anak jurusan teknik atau ilmu-ilmu sosial yang punya mimpi untuk bisa bekerja di area yang sesuai jurusannya, atau bahkan punya usaha sendiri dalam bidang yang dulu ia pelajari selama bertahun-tahun kuliah.

But you know what?

Ribuan anak muda itu terlalu cepat menyerah dalam berjuang mewujudkan impiannya. Aspirasi dan impian anak-anak muda itu mudah takluk saat tuntutan ekonomi jangka pendek datang menyergap.

Kebanyakan mereka akhirnya memilih lowongan pekerjaan apa saja yang ada, meski tak sesuai jurusan, daripada harus jadi pengangguran terdidik.

Entah kenapa kebanyakan orang terlalu mudah menyerah untuk memperjuangkan impiannya. Mungkin karena mereka tidak begitu yakin dengan impiannya.

Atau mungkin mereka merasa tidak punya cukup kompetensi untuk wujudkan apa yang jadi cita-citanya.

Atau mungkin karena mereka tidak punya kegigihan dan daya juang yang membara untuk membuat impiannya jadi nyata.

Atau mungkin juga karena kebanyakan orang punya pendapat klise dan gampangan : halah, yang penting kerja dapat gaji, nggak usah terlalu mikir sesuai jurusan kuliah atau tidak.

DEMIKIANLAH, dua faktor internal krusial yang bisa menjelaskan kenapa kebanyakan sarjana di tanah air bekerja tidak sesuai dengan jurusannya.

Solusinya sudah diuraikan diatas.

Yang pertama : anak-anak yang baru lulus SMA dan mau milih jurusan kuliah, harus mendasarkan pilihannya pada apa yang menjadi passion atau MINAT dia; dan juga sudah meng-eksplorasi apa yang kelak akan menjadi pilihan karir dia.

Yang kedua : jangan terlalu cepat menyerah dalam berjuang wujudkan impian. Because life is too short to sacrifice your beautiful dream.

Make your dream alive. And make it happen.

Selamat bekerja, teman. Semoga hari Anda minggu ini akan menjadi hari-hari yang produktif.

Photo credit by Departemen Informatika Universitas Al Azhar

28 thoughts on “Kenapa 63% Sarjana di Indonesia Bekerja Tidak Sesuai dengan Jurusannya?”

  1. Makjleb.. setuju bgt Krn diri ini mengalaminya..

    Dr Salah Jurusan karena alasan gaptek hingga daya juang yg selembut embun..

    Embrace your Dream ~ Zack Fair (FF7)

  2. Sangat inspiratif, MENGGUGAH perasaan, dan nyata-nyata terjadi di negeri tercinta ini.

    Tidak tahu atau tidak mau belajar untuk menentukan PILIHAN dan kebiasaan instan untuk mendapatkan segala sesuatu adalah 2 penyebab utama seseorang tidak bekerja sesuai dengan bidang studi yang dipelajarinya.

    Akibatnya bisa bisa ditebak, mereka tidak bahagia dengan pekerjaannya.

    Apalagi saat menghadapi SENIN PAGI seperti ini, perasaan GUNDAH GULANA sudah menhantui.

    Terbayang pekerjaan numpuk, apalagi sudah ditinggal sejak hari Kamis
    Terbayang sudah pekerjaan dan tugas yang membosankan.

    Beda banget kalau pekerjaan itu benar-benar passion kita. Senin pagi merupakan hari yang ditunggu-tunggu, bagai KEKASIH yang dirindukan 🙂

    So..
    Semua kembali pada diri kita.
    Kita diberi kewenangan untuk memilih, dan tentu untuk memperjuangkan pilihan kita itu.

    Mau pilih bahagia atau galau serta khawatir setiap bertemu dengan pekerjaan kita?

    Semua ada ditangan KITA.

    Saya sendiri jelas, sadar dan senang dunia finance & akuntansi, sehingga sejak lulus SMA sudah memilih ke arah sana.

    Bekerja pun di bidang itu.

    Sampai-sampai menulis blog pun tentang FINANCE dan AKUNTANSI, ini blognya https://manajemenkeuangan.net/.

    Maka bila Anda ingin tahu, ingin belajar, atau cari referensi tentang keuangan &akuntansi, tempat yang pas ya di blog itu, karena dikelola oleh orang yang passionnya di bidang itu.

    Maturnuwun Kang Yodhia.
    Salam sukses penuh keberkahan.

  3. Kena bangett… hahaha

    dulu kuliah asal masuk dapat negeri, deket dg rumah… itu arahan orang tua karena keterbatasan biaya… jangan sampai di luar kota, swasta apalagi harus kost…

    Alhamdulillaah ada jalannya… msh ada 1 mata kuliah yg beririsan meskipun sangat tipis dengan bidang kerja yg digeluti…

    Untung juga ketemu blog ini tahun 2009 dulu… saya jd lebih berani bermimpi dan berusaha terus menggali potensi diri… alhamdulillaah masih bisa berkompetisi sama orang-orang yang kerja sesuai dengan bidangnya…

    Tetap menebar inspirasi Mas Yodhia…

  4. Salam,

    Mari sebagai orang tua kita perbaiki cara kita mendidik anak, dan mengarahkannya.

    memang yang pertama harus ditanamkan adalah pendidikan agama, agar apapun nanti cara menjemput rizkinya dilakukan dengan cara terbaik.

    kedua, saya setuju dengan Bang Yod,tuntun mereka untuk mengejar mimpi. fasilitasi dengan cara terbaik.dan tetap berikan arahan tentang mimpi yang sedang dikejarnya. biarkan mereka memiliki banyak mimpi, tinggal dia nanti yang tentukan mana yang terbaik dan mejalaninya. (karena banyak pengusaha sukses menjalani berbagai macam bidang).

    dan ketiga, Jadilah anda orang tua yang dapat dijadikan contoh. kejarlah mimpi anda yang sempat terbengkalai,. dan wujudkan mimpi anda. dan ada dapat dengan baik mendidik anak anda tentang bagaimana mengejar mimpi

    semoga kita semua sukses mendidik anak kita.

    ck

  5. Artikel Mantap pak, karena kami mengalami juga, Suami saya kuliah di Tehnik Sipil, kerjanya kok di dinas kesehatan. tapi untung gak begitu lama. karena dia sadar itu bukan impiannya. dan sejak dia bekerja sesuai dengan bidang dan passion nya, kerja nya semangat. saya dari kecil pingin sekali jadi guru, eh malah jadi bloger asuransi, tapi tetap saya jalani dengan senang hati, dari pada kerja di luar rumah. anak dan keluarga bisa gak ke urus. atau yang urus.

  6. Pak Yodhia,

    Apakah punya data berapa persen dari 60% tsb yg :
    1. Level executive yg S1 nya diluar core bisnis tmpt dia bekerja.

    2. Kary yg ikut management trainee (S1 nya jg diluar core bisnisnya) perusahaan bagus baik di bumn, swasta, bank dll

    Mnrt sy kedua type diatas tidak bisa dikatakan gagal jika definisi sukses dlm bekerja disini adalah karir dan bisa berkarya dgn baik.

    Harus bisa dinyatakan dgn data statistik yg valid jk mau menyatakan kerja diluar S1 nya adalah gagal/pemborosan

    Salam

  7. Karena…. Gak punya uang. Jadi kerja apapun yang available. 😀

    Manfaat kuliah yg lebih pnting mnurut saya, merubah cara berpikir, menambah wawasan yg luas, level impian juga bisa lebih tinggi.

    Andai dibolehin ama ortu, saya jg dulu gak pengen kuliah. Tapi yasudahlah… Syukuri saja 😀

  8. Memang ketidakidealan kondisi lapangan kerja dan tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi jadi pemicu.

    Namun, selama jenis pekerjaan yang dipilih bisa memaksimalkan talenta si orang tersebut dan membawa banyak kebaikan, tentu hasilnya baik.

    Pada akhirnya, yang harus dimaksimalkan adalah potensi talenta yang dimiliki, yang seringkali tidak terolah baik di bidang pendidikan yang ditekuni.

  9. Faktanya memang jurusan hanya sekedar mempertajam pola pikir,.akan menjadi fenomena yang akan terus terjadi. Mahasiswa hendaknya diberikan bekal softskill yang mumpuni untuk dapat bersaing…

  10. yang penting masuk negeri. lihat pesaingnya.. kans untuk bisaa masuk PTN. pekerjaan dipikirkan nanti. setelah lulus, cari pekerjaan apa saja diterima asal sesuai dengan jenjang pendidikan.

  11. Bagaimana jika sudah terlanjur om? Saya lulusan S1 Ekonomi dan Bisnis, seiring berjalanya waktu saya malah menekuni hobi saya di design grafis, dan sempat bekerja 1 tahun di bidang design. Namun akhirnya resign karena melihat kenyataan bahwa design masih kurang dihargai, sehingga salary yg didapat masih terasa rendah.

  12. Tulisan yg sangat inspiratif. Faktor eksternal justru lebih dominan dan menjadikan banyak anak-muda menjadi over-qualified. Contoh utk teler bank yg sebelumnya cukup dg spek-SMA, sekarang wajib lah S1…!, termasuk pengangguran sekalipun.

  13. Sangat menginspirasi sekali dan solutif. Analisa masalahnya sangat mengena dan pas banget dengan realita. Banyak orang yang mengalami Virus AndiLau “Antara Dilema dan Galau” karena tidak mengenal Potensi Genetiknya sejak sekolah. Ada sebuah Konsep yang sangat bagus saat ini yang sedang saya pelajari dan dalami yakni Konsep STIFIn, yang mampu dengan sangat telak mengenali apa Bakat dan Minat seseorang. Yang menurut saya bisa menjadi solusi dari Kegalauan diri saat akan menentukan Jurusan ataupun profesi yang akan di geluti sejak dini sejak muda/sma.

  14. Kenyataan memang kadang gak sesuai harapan. Di masa remaja, atau saat kuliah, sebagian orang mungkin berharap atau bermimpi menjadi A, tapi kemudian realitas yang dihadapi ternyata gak semudah bayangan.

    Karena tuntutan keadaan, akhirnya banyak orang yang terpaksa memilih B meski sebenarnya memimpikan A.

    Ini memang potret buram kita saat ini.

  15. Ada baiknya anak ikut tes bakat minat ke psikolog, agar diketahui apa sebenarnya potensi anak itu 🙂

Comments are closed.