Kenapa Mentalitas Instan Ingin Cepat Kaya dan Sukses Makin Merebak?

Kenapa tampaknya sebagian orang ingin cepat sukses dan cepat kaya? Kenapa mentalitas instan semacam ini kelihatannya makin tumbuh dengan cukup mengesankan?

Padahal kita tahu, kesuksesan itu sesungguhnya amat memerlukan proses perjuangan yang panjang nan melelahkan. Sebab meraih impian hidup makmur memang tidak semudah bikin indomie rebus rasa ayam bawang.

Lalu kenapa mentalitas instan ingin cepat kaya dan cepat sukses malah makin merebak?

Saya ingin mendedahkan jawabannya secara saintifik, based on science. Sebab dalam ilmu tentang human behavior, sejatinya telah banyak dilakukan riset empirik untuk melacak kenapa orang termotivasi ingin meraih sukses secara instant.

Berdasar temuan dalam beragam studi tentang neurologi dan human behavior, setidaknya terdapat tiga alasan kenapa mentalitas instan ingin cepat kaya dan sukses makin merebak.

Mari kita bedah satu demi satu.

Instant Mentality Factor #1 : Pada Dasarnya Manusia itu Memang Cenderung Malas

Salah satu temuan dalam ilmu neurologi mengungkap fakta yang rada muram : ternyata ada bagian dalam struktur sel saraf kita yang memang cenderung lebih menyukai cara yang mudah dan cepat.

Dalam eksperimen tersebut, terbukti kita manusia itu lebih suka dengan kondisi comfort zone dan kurang suka dengan proses yang ribet dan melelahkan.

Penelitinya mengatakan bahwa secara instingtif, kita manusia itu memang mengidap penyakit “inersia” atau rasa enggan dan agak malas untuk melakukan beragam tindakan yang rumit dan butuh tenaga ekstra.

Dalam riset lain tentang human behavior, juga terungkap kita manusia itu memang lebih menyukai “instant gratification” – atau kecenderungan untuk langsung ingin menikmati reward sekarang juga.

Kita manusia itu kurang ahli dalam melakukan “delayed gratification” atau kemampuan untuk menunda kesenangan saat ini demi sukses masa depan.

Contoh instant gratification : kita cenderung lebih suka rebahan di kasur sambil scroll-scroll hape, daripada harus belajar atau mengerjakan tugas yang butuh proses panjang dan melelahkan.

Contoh instant gratification lainnya : kita lebih suka makan apa saja yang enak sekarang dan ada di sekitar kita, daripada harus susah payah menahan diri atau melakukan diet sehat demi kebugaran dan kelangsingan tubuh di masa depan.

Contoh lain lagi : kita lebih suka duduk leyeh-leyeh sambil nonton youtube demi nikmat saat ini, daripada harus ke gym dan melakukan olahraga secara rutin demi kebugaran tubuh di masa depan.

Intinya kita manusia itu memang cenderung mudah terjebak dalam instant gratification mindset. Tak mudah bagi kita untuk melakukan “delayed gratification”, atau mau bersusah payah bertahun-tahun lamanya, dan tekun melakukan sebuah action secara konsisten, dan gigih berjuang hingga berhasil.

Faktor pertama inilah yang menjelaskan kenapa mentalitas instan ingin cepat sukses merebak.

Kita manusia itu secara naluriah memang lebih menyukai “instant reward”, dan cenderung enggan bersusah payah dengan tekun dan konsisten, demi meraih sukses masa depan.

Instant Mentality Factor #2 : Instant Gratification Makin Ditonjolkan Oleh Smartphone Culture

Faktor pertama di atas sesungguhnya yang paling berperan dalam pembentukan mentalitas instan. Sekali lagi, kita manusia itu memang lebih suka yang instan, cepat hasilnya, dan enggan kalau harus melalui proses perjuangan yang panjang dan sulit.

Namun kita tahu, mentalitas instan semacam itu sulit membawa kita meraih sukses beneran. Yang justru harus diperkuat adalah “mentalitas proses” atau kecakapan delayed gratification tadi – atau kemampuan menunda kesenangan, demi sukses masa depan. Atau mau bersusah payah dulu, bersenang kemudian.

Namun ironisnya, mentalitas instant gratification itu sekarang malah makin diperkuat melalui budaya smartphone.

Seperti yang pernah saya tulis, main hape itu makin disukai karena berhasil memenuhi dahaga penggunanya untuk mendapatkan instant reward. Dengan hanya scroll-scroll, klik, klik, semua keinginan Anda bisa langsung terpenuhi secara instan, real time, saat itu juga.

Lama-lama kebiasaan main smartphone itu membuat mentalitas instan dalam jiwa kita makin menguat. Kebiasaan scroll-scroll layar hape makin menebalkan mentalitas instan dalam diri kita.

Kita makin ingin cepat hasil seketika, persis seperti saat main hape. Kita makin kurang sabaran menekuni proses, sebab main hape justru melatih kita untuk terus melompat-lompat dari satu titik ke titik lainnya (attention span kita dibikin makin pendek).

Main hape yang penuh distraksi juga makin merusak daya konsentrasi dan fokus kita untuk menekuni sebuah proses yang panjang.

Itulah sisi yang kelam dari kebiasaan main hape yang acap tidak disadari. Kebiasaan scroll-scroll layar hape demi menikmati instant reward, makin menumbuhkan mentalitas instan dalam diri kita. Termasuk di dalamnya adalah mentalitas ingin cepat kaya dan cepat sukses.

Seolah semua problem hidup bisa diatasi semudah restart hape.

Instant Mentality Factor #3 : Terobsesi pada Hasil Akhir Kekayaan dan Kesuksesan

Faktor yang terakhir ini mungkin lebih sederhana alurnya. Jadi sebagian orang menjadi ingin cepat kaya dan cepat sukses, sebab terpengaruh dengan gambaran akhir kenyamanan materi yang muncul.

Gambaran kemewahan materi acap muncul di berbagai kanal media sosial, entah melalui FB, IG Stories atau Youtube. Gambaran kekayaan materi ini bisa berupa gambar fisik rumah yang bagus, mobil yang mewah, liburan ke Eropa yang asyik, hingga gadget keren, baju, tas, sepatu branded dan aneka merek skin care yang mahal.

Gambaran fisik materi yang indah nan mewah sebagai simbol kesuksesan itu, acapkali memberikan pengaruh pada alam bawah sadar pemirsanya. Diam-diam dalam hatinya mereka ingin juga bisa menikmati kenyamanan semacam itu (misal bisa naik mobil Fortuner yang keren, pakai jam tangan yang branded, punya rumah dengan taman hijau yang luas, hingga bisa jalan-jalan dan liburan ke Eropa).

Fokus pada hasil akhir kekayaan dan kesuksesan pada akhirnya mendorong tumbuhnya mentalitas instan ingin cepat kaya agar juga bisa menikmati kemewahan materi semacam itu.

Namun sayangnya, sebagian besar hanya terobsesi pada hasil akhirnya. Mereka lupa pada proses untuk meraihnya.

Kalau dalam diri mereka yang ada adalah sikap malas, mager, enggan melakukan proses perjuangan dengan tekun, gigih dan konsisten; dan tidak punya keuletan untuk menjalani proses yang panjang nan melelahkan; maka impian kaya itu niscaya hanya akan menjadi lamunan kosong.

Dan itu bisa menyakitkan. Orang ini lalu hanya bisa melamun agar menjadi kaya, kalau bisa dengan cepat, agar juga bisa membeli rumah bagus; namun kemudian terus terjebak dalam mentalitas “instant gratification” seperti yang sudah diungkap di atas.

Akhirnya tiap malam, ia hanya bisa merenungi nasibnya yang muram dan stagnan. Ia hanya bisa terus melamun.

Namun “melamun menjadi kaya” memang sebuah pelarian dari orang-orang yang terjebak dalam mindset instant gratification.

Sebab melamun menjadi kaya mungkin bisa memberikan “kenikmatan instan yang seketika” — nikmat instan bisa merasakan punya rumah sendiri dengan taman yang luas dan sudah lunas; bukan rumah sempit yang cicilannya masih 15 tahun lagi.

Namun sayangnya, semua itu tetap dalam lamunan kosong yang akan lenyap dalam buih fatamorgana.

DEMIKIANLAH, tiga faktor kunci yang bisa menjelaskan kenapa mentalitas instan ingin cepat kaya dan cepat sukses makin merebak. Tiga faktor ini adalah :

1. Manusia itu pada dasarnya memang menyukai hasil yang instan
2. Mentalitas instan makin diperkuat melalui budaya smartphone
3. Pikiran fokus pada hasil akhir kekayaan, dan bukan pada prosesnya

Semoga Anda terhindari dari tiga jebakan tersebut. Agar lamunan Anda tentang sukses masa depan bisa menjelma menjadi realitas yang nyata.

13 thoughts on “Kenapa Mentalitas Instan Ingin Cepat Kaya dan Sukses Makin Merebak?”

  1. Makin cepat merebak dengan banyaknya tayangan TV tentang kehidupan bintang-bintang film muda yang pamer barang branded, liburan ke luar negeri, borong mall.
    Sangat sedikit tayangan tentang kisah menjadi juara Olimpiade Sains atau kisah menjadi juara juara tinju dunia.

  2. Terjebak zona nyaman, korban gaya hidup instan di jaman digital.. dan berburu dg waktu, karena ketika usia semakin menua tanpa kesuksesan finansial maka impian cepat kaya mendadak akan merebak..

    Salam.sukses

  3. Mungkin memang jamannya seperti ini ya.
    “sing penting kaya, apapun caranya”

    Proses bisa dipotong-potong dan loncat-loncat, yang penting hasil akhir kaya raya.

    Semua ‘terserah’ pada masing-masing individu/orang.

    Ini kan negeri demokrasi, mau beda-beda okelah.
    Beda prinsip, beda keyakinan, beda cara, dan beda-beda lainnya.

    Enjoy ajalah dinikmati, emang kondisinya seperti ini 🙂

    Terima kasih inspirasinya Pak Yodh.
    Salam sukses penuh KEBERKAHAN!

  4. Entah kenapa saya sangat menyukai proses -proses untuk meraih prestasi hidup yang wow.

    Dengan adanya proses membuat pikiran kita terus berfikir selalu inovatif dalam mewujudkan inovtaif agar lebih baik

  5. Betul sekali bang Yodh, zaman kini ada yang namanya kaum viral, mereka tidak berfikir panjang melainkan bertindak sesuai dengan produk atau kegiatan viral. Contoh saja fenomena jilbab syahrini, liburan di atas awan yang akhirnya terjebak macet, bahkan tantangan yang berbahaya sekalipun akan mereka lakukan demi kata viral.

    Instan kaya, terkenal, sebenarnya itu merupakan sebuah penyakit mental yang perlu kita kasihani. Setidaknya kita mulai mencegah penyakit instan/viral ini dari keluarga terdekat kita. Sebab efek serba instan ini mempunyai efek yang mengerikan bila tidak terpenuhi seperti depresi dan bunuh diri usia muda yang semakin meningkat setiap tahunnya.

  6. Mirip makan mie instan ya mas?

    Cepet mateng, cepet laper.

    Ada quote dari Zig Ziglar : “Sikapmu, bukan bakatmu, yang akan menentukan keberhasilanmu.”

    Dan sikap ingin sesuatu yang instan ini efek sampingnya gampang menyerah. Kalau sudah gampang menyerah ya udah, susah untuk sukses deh.

  7. Memacu diri untuk proaktif itu KUNCInya ya pak. Kalo sekalinya rebahan + pegang smartphone itu rasanya jebakan. Media sosial sebenernya bukan toxic asalkan yang di ikuti akun yang tepat. Misalnya akun Strategi Manajemen Bisnis ini dengan topik Bisnisnya hehe. Bisa juga berkunjung ke mudapedia.com (untuk anak muda yang ingin berbenah persiapan bagi masa depan)

    Salam hangat penuh Keberkahan

  8. Harus saya akui bahwa faktor 1 dan 2 yang paling dominan yang “hampir selalu” saya alami…

    ketika mulai membuka mata, pikiran disibukan untuk melihat notifikasi pesan masuk, padahal itu sama sekali gak penting.

    Kemudian, malas juga sering dan bahkan senantiasa menghantui…

    Pada saat berada dluar, teringat untuk menuliskan ide atau gagasan,ketika membuka laptop malah sibuk nonton youtube…apalagi wa grup krang kring…gak jadi apa2

    kelam oh memang kelam…

    sungguh tragis…memang, namun itulah yang terjadi…perlahan tapi pasti harus dikurangi kadarnya dan bahkan berkurang…#gagalfokus

    Mungkin netx time, blog ini boleh mengupas cara2 untuk mengurangi, menghilangkan atau menghindarinya jika memang belum terdampak…

    Salam

  9. Bisa jadi terlalu mudah diimingi cara cepat sukses dll. Padahal yang seperti itu kan hanya jebakan rayuan aja, ada orang yang sedang dagang

    Yang salah itu ga banyak referensi kisah kegagalan untuk dijadikan lesson learn. Banknya kisah sukses walaupun kita gak tahu sukses itu apakah benar, dan kalau benar juga apakah sustain dan bertahan lama, dan apakah proven juga untuk bidang lain. Dsb nya

    Salam sukses
    https://umrahjogja.com

Comments are closed.