Kenapa Kebijakan Upah Minimum Malah Meningkatkan Angka Pengangguran?

Minggu-minggu ini setiap kota, kabupaten dan provinsi mulai merilis angka UMK (Upah Minimum Kota) atau UMP (Upah Minimum Provinsi) untuk tahun depan.

Namun sebuah studi ekstensif menunjukkan bahwa kebijakan upah minimum ini justru MENINGKATKAN angka pengangguran di kota atau provinsi yang menerapkan kebijakan tersebut.

Dengan kata lain, kebijak UMK itu malah menciptakan efek bumerang bagi proses penyediaan lapangan kerja yang amat dibutuhkan bagi mereka yang masih menganggur.

Studi yang dilakukan oleh World Bank Indonesia menunjukkan setiap kenaikan angka UMK sebesar 10% akan berdampak pada peningkatan pengangguran sebanyak 0,8% di kota yang menerapkan UMK/UMP tersebut.

Artinya ada kehilangan peluang pekerjaan sebanyak 0,8% setiap terjadi kenaikan UMK sebesar 10%. Kehilangan angka 0,8% ini sangat besar. Jika di sebuah kota terdapat penduduk produktif dengan jumlah 2 juta, artinya kota ini akan kehilangan peluang pekerjaan sebanyak 16.000 – jumlah yang cukup masif.

Para penganggur atau orang yang masih belum bekerja atau mereka yang baru lulus SMK/D3 akan makin sulit mendapatkan pekerjaan, karena peluang kerja makin menipis. Masa depan mereka kian kelam.

Kenapa kebijakan UMK malah membuat peluang kerja makin hilang?

Alasannya simpel : sebab perusahaan menjadi enggan membuka pabrik di kota-kota dengan UMK yang cenderung mahal.

Pilihannya mereka kemudian memindahkan pabrik ke lokasi kota atau bahkan negara lain dengan kebijakan upah yang lebih fleksibel (dan tidak kaku seperti kebijakan UMK).

Pilihan lainnya mereka menggantikan tenaga kerja dengan tenaga mesin karena dianggap akan lebih efisien.

Opsi lainnya lagi : para investor ini benar-benar tidak jadi membangun pabrik karena menganggap biaya tenaga kerjanya sangat mahal.

Semua pilihan tersebut memberikan implikasi yang jelas : yakni kota-kota dengan UMK tinggi akan makin ditinggal pergi para pemilik pabrik yang selama ini telah berjasa menyediakan ribuan lapangan kerja.

Akibatnya : peluang kerja di kota ini makin menipis, dan kemudian pelan-pelan meningkatkan angka pengangguran di kota tersebut.

Dari uraian di atas maka terlihat bahwa kebijakan UMK ini sejatinya justru memberikan efek negatif bagi para calon pencari kerja yang masih menganggur. Kenapa? Sebab peluang kerja makin sedikit tersedia. Peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan makin menipis, dan mereka akan makin lama menganggur.

UMK telah memberikan kepastian upah bagi buruh yang sudah bekerja (dan makin tinggi makin bagus bagi mereka yang sudah bekerja ini). Namun pada sisi lain, kebijakan UMK ini telah “melenyapkan” ribuan peluang kerja; dan ini sesungguhnya sangat tidak adil serta merugikan bagi mereka calon pencari kerja yang masih menganggur dan amat butuh pekerjaan.

Studi World Bank Indonesia memang mengkonfirmasi alur yang kelam ini : yakni kebijakan UMK yang kaku dan makin mahal >> membuat pemilik pabrik jadi makin enggan berinvestasi atau enggan mendirikan pabrik di Indonesia >> kesempatan kerja makin menurun >> menghilangkan peluang kerja bagi para pencari kerja yang masih menganggur >> membuat angka pengangguran makin meningkat.

Kebijakan UMK yang kaku ini pada dasarnya juga merupakan kebijakan yang melawan hukum besi ekonomi.

Jadi dalam ilmu ekonomi dasar itu dikenal hukum besi bernama Supply vs Demand. Keseimbangan harga selalu akan tercapai saat demand dengan supply bertemu.

Saat supply atau pasokan berlimpah, sementara demand terbatas, maka harga pasti akan turun dengan sendirinya. Sebaliknya saat supply terbatas, sementara demand tinggi, maka harga akan naik secara otomatis.

Nah kebijakan UMK melabrak hukum alam itu, dengan menetapkan harga (dalam hal ini upah) secara sepihak – tanpa melihat keseimbangan demand dengan supply.

Pasar tenaga kerja di Indonesia sejatinya adalah tipe pasar dengan kondisi pasokan tenaga kerja melimpah, namun demand (peluang pekerjaan) terbatas. Sesuai dengan hukum besi ekonomi, harusnya upah mengikuti hukum Supply vs Demand ini. Artinya kalau pasokan melimpah, sedangkan demand terbatas, maka harusnya harga (atau upah) tidak bisa terlalu tinggi. Kalau dipaksakan tinggi, artinya melawan hukum besi ekonomi.

Nah kebijakan UMK yang kaku melabrak hukum besi ekonomi itu. Prinsip  supply and demand diabaikan. Kebijakan UMK secara sepihak menetapkan harga (upah) tanpa melihat kondisi supply and demand.

Sayangnya uang kadang tidak bisa diatur dengan kebijakan atau regulasi yang kaku.

Uang acapkali tidak mengenal nasionalisme.

Uang selalu mencari tempat di mana terdapat peluang return yang paling optimal – dimanapun lokasi ini berada.

Itulah kenapa pemilik uang/pemodal/investor makin enggan membuka pabrik atau lapangan kerja baru di kota dengan UMK yang makin mahal, sebab hukum supply and demand telah dilanggar.

Akibatnya sekali lagi kelam : peluang kerja di kota tersebut makin menipis, dan lalu meningkatkan angka pengangguran di wilayah tersebut. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi kota atau wilayah ini justru akan mandek sebab angka pengangguran tinggi.

Jika fenomena itu terjadi secara nasional, maka dampaknya juga muram : angka pengangguran di tanah air pelan-pelan akan meningkat, dan pertumbuhan ekonomi akan stagnan.

Faktanya itulah yang mulai terjadi. Para investor makin enggan berinvestasi di tanah air, dan memilih negara lain, terutama Vietnam sebagai tujuan investasi. Ada sejumlah faktor lain kenapa Vietnam dan juga Thailand lebih disukai investor; namun salah satunya adalah karena faktor kebijakan UMK yang makin mahal, kaku dan tidak fleksibel ini.

Kita tahu, investasi atau pendirian pabrik-pabrik baru merupakan salah satu variabel kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan akhirnya kemakmuran hidup kita semua.

Kini ketika para pengelola pabrik dan penyedia lapangan kerja makin ragu untuk membangun pabrik baru karena ancaman UMK yang kaku dan makin mahal, maka peluang kerja akan makin menipis dan angka pengangguran akan meningkat. Studi World Bank memang sudah mengkonfirmasinya.

So what?

Jika kita melihat kepentingan ekonomi secara luas, dan juga melihat kepentingan calon pencari kerja yang masih menganggur dan amat butuh pekerjaan; maka selayaknya kebijakan UMK yang kaku ini diperlonggar (atau bahkan dihapus).

Sebab dengan kebijakan upah yang fleksibel dan mematuhi hukum besi ekonomi, maka akan lebih banyak calon investor yang tertarik membangun pabrik di berbagai kota di Indonesia. Akibatnya : peluang kerja akan lebih banyak; dan rekan-rekan kita yang masih menganggur akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan.

Tentu saja usulan langkah di atas akan ditolak dengan keras oleh para buruh dan tenaga kerja yang sekarang sudah bekerja (dan tidak lagi menganggur). Bagi mereka, kepentingan mereka sendiri yang paling utama; dan harus selalu dipenuhi. Bahkan harusnya UMK yang sekarang makin dinaikkan lagi ke tingkat yang lebih tinggi – sebab biaya hidup memang makin mahal.

Dilema yang pelik.

Saya sendiri tidak tahu bagaimana solusi terbaiknya.

Selamat bekerja teman. Mari kita ngopi dulu biar nggak makin pusing.

Photo credit by: Today News

15 thoughts on “Kenapa Kebijakan Upah Minimum Malah Meningkatkan Angka Pengangguran?”

  1. Kerasnya hidup yaa.
    Orang yang gak punya daya jual (skill, pengalaman, dsb) gak akan bisa survive.
    Jadi, bangunlah skill, sehingga kita bisa punya daya tawar yg tinggi ke perusahaan.
    Hehe

  2. “pengen sugih, males usaha. usaha cari ilmu, usaha cari cara yang lebih baik, usaha fisik yang lebih keras lagi dan smart”

    Akibatnya, mengeluh, mengeluh dan mengeluh. stresss berkepanjangan, menyalahkan orang lain, pemerintah, lan sakpiturute.

    Pertumbuhan pendapatan tak sebanding dengan laju inflasi.

    yo weslah, nikmatin ae, wes nasib je’ 🙂
    sembari terus berupaya, barangkali dapat kiriman duit se-gede gobang dari simbah.

    Salam sukses penuh keberkaha, hidup penuh kedamaian, dan mati masuk surga.
    itu aja sih cukup.

  3. Memang dilema. Pemerintah niatnya baik untuk melindungi buruh dari gaji yang terlalu rendah. Negatifnya banyak perusahaan yang jadi kurang feasible secara finansial.

    Kalau pemerintah mau melindungi gaji masyarakat, ada baiknya pemerintah juga melindungi pasar produk. kalau produknya harus bersaing dgn buatan vietnam ya susah dong 🙁

    Salam
    https://umrahjogja.com

  4. Celakanya, semakin berpengalaman seseorang, makin susah naik ke atas karena posisi yang jg semakij sedikit. Sehingga orang berpengalaman bs di gantikan ama orang baru karena menjalankan yang itu itu saja.

    Belum lagi nanti robot merajai. Welcome TERMINATOR! Skrg baru terasa takutnya itu terjadi ?

  5. Ini dilema pasar bebas, ikut mati pelan-pelan, gak ikut mati lebih cepat. Saat Indonesia menandatangani perjanjian pasar bebas, disitu kita langsung jadi obyek pemasaran negara yg sudah siap menghadapi pasar bebas, sementara kita masih sangat menikmati dan bangga pakai barang import, karena murahnya, mudah mendapatkan nya dan lebih eloknya lagi kebijakan pemerintah mendukung import dan lambat mendorong kegiatan eksport dan melakukan penguatan ekonomi mikro berbasis industri rumah tangga dan UMKM.

    Apakah kamu bangga menggunakan produk buatan negerimu sendiri?

    Apa rencana mu untuk mengubah kondisi negerimu?

    1. It makes sense, kalau ngomong lebih luas sebenarnya ini efek domino dari kebijakan pemerintah yg tidak berkeadilan. Too much pencitraan.

  6. Benar fenomena tersebut telah terjadi di Kabupaten Karawang.
    Sebelumnya Karawang adalah kabupaten dengan pertanian irigasi shg terkenal sebagai lumbung padi.
    Seiring dengan tumbuhnya kawasan industri di Karawang banyak investor masuk dan menciptakan lapangan kerja dan Karawang berevolusi menjadi daerah industri..
    Dari tahun ke tahun UMK naik significant dan menjadi kabupaten dengan UMK tertinggi di Inoonesia.
    Namun imbasnya saat ini beberapa industri yang padat karya sudah menutup pabriknya dan pindah ke Jawa Tengah yang UMKnya jauh lebih rendah.
    Pertumbuhan industri yang masuk melambat dan type industri yang masuk selanjutnya adalah industri high tech yang hanya sedikit menyerap tenaga kerja yang high skill yang pada akhirnya tenaga kerja lokal yg lowskill tidak terserap.

  7. Sebaiknya ikuti hukum ekonomi. Agar semua fair maka setiap perusahaan wajib diaudit baik kemampuan finansial dan kemampuan sumberdaya manusia sehingga baik pekerja dan pengusaha bisa saling memahami kebutuhannya masing”

  8. ini berkat kerja keras dan semakin majunya kecanggihan Teknologi yang bisa di katakan makin hari makin cepat.jangankan untuk hal besar ,hal kecilpun seperti memesan makanan saja tinggal klik dengan tangan di handphone kita pesanan makanan kita bisa di antarkan segera

  9. Sebenarnya para pekerja harus paham, bahwa kenaikan UMK atau UMP berbanding lurus dengan peningkatan inflasi.. karena perusahaan harus menaikkan harga jual untuk menutup ongkos produksi yg terus meningkat, salah satunya gaji pegawai. Untuk itu, mereka harus mau kompromi untuk menahan kenaikan gaji, dgn harapan tdk terjadi inflasi yg tinggi. Buat apa gaji naik, klo harga barang ikut naik signifikan 🙂

  10. Mungkin ada hubungannya dengan jumlah penduduk, sehingga persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat dan berbagai macam standar penerimaan karyawan sudah ditetapkan.

Comments are closed.