
Banyak orang membeli mobil dengan semangat tinggi, merasa itu adalah simbol pencapaian. Namun sedikit yang benar-benar menghitung total biaya kepemilikan mobil secara menyeluruh. Padahal, pengeluaran untuk mobil tidak berhenti di harga beli.
Di balik kemudi mobil baru, tersembunyi sederet biaya tak kasat mata yang perlahan menggerus keuangan. Biaya tersebut bukan hanya bensin dan servis, tapi juga depresiasi, bunga kredit, pajak, asuransi, dan opportunity cost. Mari kita bedah satu per satu.
Depresiasi nilai kendaraan
Depresiasi adalah penurunan nilai mobil dari waktu ke waktu. Ini adalah komponen biaya terbesar dalam kepemilikan mobil, namun sering diabaikan.
Begitu mobil keluar dari dealer, nilainya langsung turun 10–20 persen. Dalam lima tahun, rata-rata mobil mengalami depresiasi sekitar 50 persen. Artinya, mobil seharga Rp300 juta hari ini mungkin hanya bernilai Rp150 juta lima tahun ke depan.
Nilai itu hilang diam-diam, walau mobil tidak sering digunakan. Depresiasi tetap berjalan, tak peduli mobil Anda hanya diparkir di garasi.
Biaya bunga kredit mobil
Sebagian besar pembeli mobil tidak membayar tunai, melainkan mencicil melalui kredit. Di sinilah biaya bunga berperan. Kredit mobil sering memiliki bunga efektif antara 6% hingga 10% per tahun, tergantung tenor dan skema cicilan.
Misalnya, jika Anda mengambil mobil seharga Rp300 juta dengan tenor 5 tahun dan bunga 7%, maka total bunga yang dibayar bisa mencapai Rp50–60 juta. Ini adalah biaya ekstra yang tidak menambah nilai mobil, tapi tetap harus Anda bayar.
Semakin panjang tenor, semakin besar akumulasi bunga. Banyak orang terkecoh dengan cicilan ringan per bulan, padahal beban bunga makin berat dalam jangka panjang.
Biaya asuransi, pajak, dan perawatan
Biaya rutin lain yang harus diperhitungkan adalah pajak tahunan, asuransi kendaraan, dan perawatan berkala.
Pajak kendaraan bermotor bisa mencapai 1,5% dari nilai mobil setiap tahun. Untuk mobil Rp300 juta, pajaknya bisa lebih dari Rp4 juta per tahun.
Asuransi all-risk juga penting, terutama untuk mobil baru. Premi tahunan bisa berkisar 2–3% dari harga mobil. Belum lagi biaya servis berkala, ganti oli, aki, ban, dan lain-lain yang dalam lima tahun bisa menembus Rp20–30 juta.
Konsumsi bahan bakar dan parkir
Meski terlihat kecil, konsumsi BBM dan biaya parkir harian juga harus diperhitungkan. Mobil dengan konsumsi 1:10 (1 liter untuk 10 km) akan menghabiskan banyak biaya jika Anda aktif berkendara.
Misalnya, jika Anda menempuh 15.000 km per tahun dan harga bensin Rp13.000/liter, maka biaya BBM per tahun bisa mencapai hampir Rp20 juta.
Biaya parkir, tol, dan denda tilang (jika ada) juga menambah pengeluaran yang tidak sedikit.
Opportunity cost
Opportunity cost adalah biaya implisit dari tidak menginvestasikan uang yang digunakan untuk membeli mobil.
Jika Anda mengeluarkan Rp300 juta untuk membeli mobil tunai, uang itu tidak bisa digunakan untuk investasi lain. Misalnya, jika uang itu ditempatkan di reksa dana dengan imbal hasil 8% per tahun, Anda bisa mendapatkan sekitar Rp24 juta per tahun.
Dalam lima tahun, potensi keuntungan investasi yang hilang bisa mencapai lebih dari Rp120 juta. Biaya ini tidak terlihat langsung, tapi secara finansial sangat nyata.
Ketika semua komponen ini dikumpulkan—depresiasi, bunga kredit, pajak, asuransi, perawatan, BBM, dan opportunity cost—maka total biaya kepemilikan mobil selama lima tahun bisa dengan mudah melebihi 70% dari harga beli awal.
Artinya, mobil Rp300 juta bisa saja “memakan” biaya lebih dari Rp500 juta dalam jangka waktu lima tahun, tergantung pola pemakaian dan skema pembelian.
Maka sebelum membeli mobil, penting untuk tidak hanya melihat harga cicilan bulanan. Lihatlah gambaran total kepemilikan agar Anda bisa mengambil keputusan keuangan yang lebih bijak dan realistis. Mobil bisa jadi kebutuhan, tapi memahami total biayanya adalah keharusan.

