Salah satu bekal kunci dalam perjalanan panjang menjadi kaya secara pelan-pelan adalah kemampuan untuk membangun long and deep attention span atau kecakapan menumbuhkan rentang atensi yang panjang dan mendalam pada sebuah proses, sebuah usaha, atau sebuah topik tertentu yang ingin dipelajari.
Sayangnya, kecakapan yang amat krusial ini justru makin rapuh digilas oleh budaya smartphone yang makin memendekkan rentang atensi dengan serbuan konten yang dangkal, serba pendek, serba-permukaan dan kurang mendalam, dan terus menyerbu ke sel saraf pemirsanya setiap hari, diulang terus-menerus.
Contoh makin rapuhnya attention span ini sering terjadi. Misal, sering sekali seseorang bertanya tentang informasi sesuatu (misal tentang harga, kapan acaranya, atau bagaimana cara ordernya), padahal semua informasi ini sudah JELAS tertulis dalam poster iklan yang disajikan dalam layar HP mereka. Orang ini masih saja bertanya mengenai informasi yang sudah jelas terpampang, karena rentang atensinya amat pendek. Bahkan, untuk membaca informasi dengan tuntas saja ia enggan melakukannya.
Contoh lain lagi adalah kebiasaan untuk hanya membaca judul sebuah berita (yang juga cenderung click-bait) dan kemudian langsung mengambil kesimpulan tanpa mau bersusah-susah membaca isinya. Ini contoh buruknya attention span.
Continue reading