Pelajaran Management Skills dari Alexander the Great

Selain membaca buku-buku manajemen dan bisnis, saya memiliki minat yang cukup mendalam dengan buku-buku sejarah klasik : sebuah arena dimana kisah-kisah perjuangan yang sarat pesona magis dibentangkan dalam narasi sejarah yang mencekam. Itulah sederet narasi menggetarkan tentang peradaban Mesopotamia Kuno, kebesaran dinasti Ming di China, hingga kisah petualangan seorang anak muda brilian bernama Gajah Mada di bumi Nusantara.

Dan dari rangkaian sejarah yang terbentang hingga 5000 tahun silam itu, menyeruak seorang figur legendaris bernama Alexander the Great. Tak pelak, sosok yang pernah difilmkan dengan bagus oleh sutradara Oliver Stone ini merupakan salah satu figur mencolok dalam panggung sejarah peradaban manusia. Melalui kepemimpinannya yang gemilang, ia memimpin barisan prajuritnya dalam sebuah penaklukan terbesar sepanjang masa. Ada banyak pelajaran manajerial dan kepemimpinan yang bisa kita catat dari murid kesayangan filsof besar Aristoteles ini. Disini, kita hanya hendak mendiskusikan dua catatan penting diantaranya.

Catatan yang pertama adalah ini : dalam praktek leadership dan manajemen, senioritas adalah sebuah mitos. Dan tak ada yang lebih gamblang membuktikan hal ini dibanding kisah heroik kepemimpinan Alexander the Great. Ia pertama kali memimpin puluhan ribu prajuritnya dalam usia 22 tahun ! Sungguh saya selalu tertegun-tegun dengan fakta sejarah ini : seorang anak muda berusia 22 tahun memimpin 50,000 prajurit melakukan perjalanan penaklukan dalam wilayah yang membentang sepanjang 20,000 km. Hingga hari ini, 2300 tahun setelah sejarah itu ditorehkan, saya tak pernah bisa menemukan sosok panglima semuda itu, dengan prestasi yang sedemikian mencengangkan.

Usia muda ternyata memang tak semestinya menghalangi kita untuk menggapai puncak prestasi; sepanjang kita memiliki bekal kompetensi yang kokoh. Alexander dalam usianya yang masih belia, dan dipadu dengan tekad yang meruap-ruap, telah memberikan pelajaran yang amat berharga tentang bagaimana menjalani sebuah petualangan hidup yang berkibar-kibar. Atau mungkin justru karena ia masih amat muda, ia seperti tak pernah kehabisan energi untuk menjejakkan kaki hingga ribuan kilometer panjangnya. Bagi Anda semua yang masih muda, yang mungkin masih berusia 20-an tahun, Sang Alexander memberikan contoh yang amat berharga : jangan pernah takut mengambil jalan terjal nan berliku; dan jangan pernah memilih jalur hidup yang linear nan membosankan.

Catatan yang kedua adalah ini : tanpa sense of purpose yang kuat, perjalanan hidup yang penuh ambisi pada akhirnya hanya akan terpelanting dalam sebuah ruang kehampaan. Dan akhir sejarah kisah Alexander the Great menyeruakkan pelajaran itu dengan dramatis. Setelah bertahun-tahun melakukan parade penaklukan tiada henti hingga wilayah kekuasaannya membentang separo jagat, ribuan pasukan itu terhenti di wilayah India. Pada titik ini, para prajuritnya mulai tergelincir dalam keletihan fisik yang memuncak, kerinduan yang mendalam akan kampung halaman, dan oleh rasa kejenuhan yang menghujam.

Mereka disergap oleh melenyapnya gairah untuk bertarung, dan pelan-pelan mulai kehilangan sense of purpose. “Untuk apa kita terus melakukan penaklukan demi penaklukan? Apa lagi yang harus kita tuju setelah kita merengkuh separoh jagat raya?” demikian raungan salah satu prajuritnya seperti yang tercatat dalam buku sejarah. Alexander the Great tak kunjung mampu memberikan jawaban yang visioner, dan menjelujurkan sense of purpose yang meneguhkan hati. Alexander gagal menambal moralitas dan spirit dari ribuan prajuritnya yang mulai retak berkeping-keping. Demikianlah, sejarah panjang dan kisah kebesaran Alexander bersama ribuan prajuritnya harus terhenti, bukan karena oleh kekuatan musuh yang mengharu biru. Namun justru oleh lenyapnya sense of purpose : tanpa arah tujuan yang jelas, para prajurit yang gagah berani itu seperti terkapar dalam kerapuhan yang memilukan.

Kita juga sama. Tanpa sense of purpose yang jelas, kita mungkin akan mudah terkapar dan terpelanting dalam pusaran hidup tanpa arah. Tanpa sense of purpose yang kokoh, kita barangkali akan mudah terperangkap dalam kejenuhan dan disergap oleh rasa gairah yang memudar. Kita barangkali tidak mesti harus mendedahkan tujuan hidup kita dengan rinci, namun setidaknya kita mesti memiliki arah yang tematis dalam rangkaian perjalanan hidup yang panjang ini. Atau setidaknya, kita mesti memiliki “tema yang cukup jelas” tentang apa-apa yang hendak kita lakoni dalam drama masa depan kita.

Jadi pertanyaan besar di awal tahun 2009 ini adalah : apakah kira-kira Anda sudah memiliki sense of purpose yang cukup jelas? Dan “tema hidup” apakah yang Anda pilih untuk menapaki tahun 2009 ini?
.
Note : Jika Anda ingin mendapatkan file powerpoint presentation mengenai management skills, strategy, marketing dan HR management, silakan datang KESINI.

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

28 thoughts on “Pelajaran Management Skills dari Alexander the Great”

  1. Langkah alexander menaklukkan dunia sebenarnya bisa dilihat sebagai cara atau sebagai tujuan. Jika sebagai tujuan, maka tujuan alexander telah tercapai. Jika sekedar cara untuk tujuan lebih lanjut, maka tujuan lanjut itu belum terwujud.

    Kalau dirunut, rasanya mengejar tujuan tidak akan pernah ada habisnya karena tujuan yg telah tercapaipun akan ada tujuan selanjutnya lagi. Nampaknya kita memang harus punya visi misi dalam hidup agar mudah menentukan tujuan jangka pendek dan jangka panjang dan menghindari ‘aluamah’ dalam bahasa jawanya, tujuan/keinginan yg terus menerus ada dan tidak ada habis – habisnya.

  2. Tulisan yang memberikan semangat kita untuk terus maju dan berkreativitas….tidak peduli umur berapapun kita…apalagi di tahun 2009 yang penuh tantangan dan ketidakpastian…salut mas yodhia…
    ” HAPPY NEW YEAR 2009 “

  3. Steven Covey mengatakan, “Start with the end”.
    Tentunya contex ini mengindikasikan adanya definisi suatu tujuan akhir yang ingin dicapai. Memulai sesuatu dengan memahami tujuan akhir akan menentukan arah dan perencanaan serta menjadikan tujuan akhir sebagai pondasi dalam melakukan cascading process ke lini yang ada dibawahnya.

    Tapi jadi aneh ya, bikin pondasi kok diatas ???
    Itulah organisasi, pondasinya diatas karena pendefinisiannya harus menggunakan isi kepala dan penjabaran serta integritasnya harus clear hingga level paling bawah, hingga membentuk kekuatan yang optimal dalam execution plannya.

    Bisa jadi Alexander the Great membuat pondasi dengan kekuatan physic sehingga tepatlah keruntuhan itu jika dikatakan karena tidak ada sense of purpose.

    Secara individu, kehidupaan inipun contextnya sama, start with the end. Sepertinya banyak hal sudah dituangkan dalam kepercayaan yang kita yakini, Seperti :
    “Percaya pada hari akhir”, atau kalimat sang Nabi, ” orang yang pintar adalah orang yang hidupnya selalu memikirkan kematian ”
    Semua itu meng-indikasikan bahwa kita harus memahami tujuan akhir dari kehidupan, memulai hidup dengan menikmati dan memanfaatkan segala kondisi dan keadaan namun tetap focus pada oreintasi hari akhir yang pasti datang.
    start with the end, don’t miss it …!

    Trims, untuk cerita Alexander the Great yang sangat inspirative.

  4. mas yodia… kayaknya belum baca tentang penaklukan constantine by Muhamad Al Fatih ya?
    Muhamad Al Fatih menurut saya kisah kepahlawanan dan kesuksesannya jauh lebih mencengangkan dan tak kalah heroiknya dibanding Alexander the Great.
    kalau Alexander berusia 22 tahun mencapai kejayaannya… maka Muhamad Al Fatih cukup 21 tahun saja… kalau Alexander mampu memimpin 50.000 pasukan… maka Muhamad Al Fatih lebih banyak lagi 150.000 pasukan bo’….!

    cuman sayangnya masih sedikit yang mengangkat kisah keemasan sang Muhamad Al Fatih, duh kasihan benar ya si Muhamad Al Fatih.
    (see at:https://yulian.firdaus.or.id/2006/03/08/fatih-the-conqueror/)

  5. setuju dengan kesimpulan mas yodh, alexander gagal memperbaharui visi dan misinya, paling tidak dia gagal mengkomunikasikannya kepada prajuritnya. selanjutnya moral prajuritnya mulai bertanya-tanya apakah perang ini layak dijalankan (do the right things).
    dalam organisasi juga ditemukan karyawan bertanya-tanya apakah visi, misi dan strategic action perusahaan adalah benar/layak utk dilakukan. mungkin kita kembali ke ethic of business? jadi sense of purpose-nya juga harus inline dengan ethic of business itu sendiri, kalau tidak maka suara hati karyawan mulai bertanya-tanya, bell pengingat mulai berdering. bukankah suara hati adalah kompas moral dalam diri tiap orang?
    salam,

  6. Thanks buat ulasannya mas… kisah yang tak kalah menariknya adalah kisah Hideyoshi di Taiko (salah satu novel favorit saya). Ada banyak leadership point yang bisa diambil via kisah tersebut. Sudah pernah diulas?

  7. Cerita diatas cukup menarik dan bisa menjadi inspirasi buat penontonnya. Saya jadi berpikir… memalui film sebenarnya banyak hal bisa diambil sebagai bahan belajar, renungan dan inspirasi. Kalau selama ini perusahaan atau atasan suka merekomendasikan sebuah buku tentang leadership, execution, motivasi sebagai buku bacaan wajib sebagai seorang pemimpin. Mungkin dengan mewajibkan para pemimpinnya untuk menonton fim-film heroik bisa jadi salah satu alternatif memberikan pengetahuan tambahan diluar training atau seminar yang membosankan.

  8. Di era sekarang juga ada pemuda (under 25) yang mampu “menguasai” dunia dengan karya mereka. Dalam konteks yang berbeda tentunya.

    Mark Zuckerberg, founder, CEO sekaligus President of Facebook. Matt Mullenweg, orang yang berjasa membangun engine blog ini, WordPress. Keduanya kelahiran 1984. Dan masih banyak lagi lainnya yang mungkin tidak ter-ekspose

  9. Artikel ini bagus.
    Senioritas memang sering jadi kendala bagi yang lebih junior. Kadang tanpa disadari pun senioritas juga jadi unsur laten dalam performance appraisal.

    The “sense of purpose” adalah istilah yang menarik. Saya sendiri lebih merasa pas dengan istilah “The Driven Purpose”.

    Terimakasih untuk sharingnya.

  10. sejujurnya saya tidak terlalu kagum dengan alexander,karena kisah penaklukan yang dilakukan alexander adalah dalam kerangka penjajahan,eksplotasi dan pengerukan kekayaan negara lain demi kepuasan ego pribadinya yakni menaklukkan…. bukan apa-apa, bukankah anda sendiri tidak mau dijajah oleh seorang alexander??? bukan contoh yang baik bagi generasi kita…..

    sesungguhnya ada seorang penjelajah yang jauh lebih besar dari alexander, yang setiap wilayah yang dilewatinya akan dibebaskan dari penjajahan dan perbudakan. orang itu adalah Dzulkarnaen (Dzulkarnaen = yang punya 2 tanduk). Dzulkarnaen yang memimpin pasukan besar, meninggalkan kerajaannya hanya untuk membebaskan semua negeri dari penjajahan dan ketidak adilan yang merajalela.

    dan satu lagi informasi sejarah yang harus kita ketahui, bahwa alexander bukanlah pemimpin termuda, masih ada Khalid bin Walid, memimpin 50 ribu pasukan saat berumur 19 / 20 tahun, masih ada Ali bn Abi Thalib, memimpin 30 ribu pasukan saat berumur 18 tahun.Che Guvara, Thalut (pemimpin bani israil sebelum nabi daud), Nabi Daud/david, dan masih banyak lagi pemimpin muda yang bisa diambil pelajaran dari perjuangan mereka–yang mana mereka tidak berperang karena ego-nya, tapi berperang untuk membebaskan manusia dari penderitaan dan membawa keselamatan bagi seluruh ummat manusia.

  11. Tentunya….tidak ketinggalan kisah KARTODIKROMO, usia memang sudah lanjut alias senior abisss….tetapi dari kumpulan waktu sepanjang usianya telah menorehkan ilmu hikmah yang dikagumi jutaan manusia meski yang hadir secara fisik hanya tampak beberapa….ajaranya adalah merupakan tujuan akhir dari segala tujuan…kesejahteraan lahir bathin dunia dan kebahagiaan akhirat….ajaran yang sangat simpel bahkan teramat sederhana yaitu MITRO SEJATI…..sejatinya manusia hidup, dihidupkan, menghidupi, mengawali hidup,menjalani hidup dan mengakhiri hidup…. semuanya terangkum dalam perilaku….kisah…dan dikuti jutaan manusia tanpa penolakan dan minus pamrih…KARTO DIKROMO di lahirkan di lereng gunung lawu tepatnya ditepian sungai andong , jawa timur…… dst…

  12. artikel ini kok jd berkembang diskusi sejarah,… sejarah dan prestasi tokoh A, tokoh B dsb..

  13. Artikel yang penuh napas inspirasi *seperti biasanya* 🙂

    Sepakat juga dengan saudara Martin. Sekedar ingin menambahkan, Alexander the Great adalah person yang berbeda dengan Iskandar Dzulkarnain yang diceritakan di dalam Al-Quran. Kedua tokoh besar tersebut hidup pada zaman yang berbeda. Terimakasih.

  14. Kalo pak Dirman itu juga jadi Jendral saat dia 25 tahun ya pak??
    Dan sekarang sudah tidak mungkin lagi ada Jendral di usia 20-an.
    Kenapa??
    Karena dulu sistem yang berjalan belum mapan, Sementara sekarang justru sudah mapan. Jadi antriannya panjang……..
    Karena itu kalo ingin membuat letupan prestasi di usia 20-an jangan terjebak ke sistem. Bagaimanapun jadinya harus antri..
    Nggih mboten pak??

  15. sense of purpose, kuat sekali pesannya. bahkan hidup jd ga brati papa tnp tujuan hidup yg jelas ya Mas… dan tujun hdp kt ssungguhnya adalah ke alam baqo… ah, seandainya kt sadar akn menghadapi kematian, pst ga akan saling cakar2an, sling mnjatuhkan, sling bunuh sesama kita. tapi kt hiasi dg karya ,prestasi dan bakti. makasih Mas Yod, tulisn anda sll menginspirasi, asik skali. saran sy, terus berbagi ilmu di sini ya mas, juga tambah referensi sejarah islam anda, sepertinya banyak yg msh harus Mas Yod jelajahi. bagi Mas Yod pasti bkn hal yg sulit kan… salam dari subang Mas!

  16. Pingback: sense of purpose
  17. Leadership ga pandng umur, memang. Namun, orang muda banyak mnjdi inspirator perubahan dan membangun peradapan. Usia muda dg girah n smangatnya srta pasokan energi yang banyk memilki kesempatan untuk itu. Klu dtanya, apa beda orang muda dg orang tua ? Orang tua, selalu menjawab dg kata-kata yang diawali… duuluuu. Lain orang muda, ia akan berkata… esok dan masa depan milik kita !
    OK, mas Yodhia bagus untuk artikelnya ! kalau Visi & Misi ga boleh lepas dari masalah Leadership.

  18. senioritas diciptakan oleh sistem yang teratur. Saya setuju, jika ingin membuat ledaan prestasi di usia muda buatlah sistem sendiri.

    Sense of purpose juga bisa menjadi bahan bakar dan sumber semangat. Karena itu harus terus diulang dan diperjelas setiap waktu.

  19. ya… semua gak ada yang salah. Yang penting, kita semua pandai ngambil sisi positifnya, walaupun kita juga ngerti sisi negatifnya. Kita gak perlu saling menyalahkan. Semuanya bener koq!!!

Comments are closed.