Succession Planning dan Presiden RI 2014

Succession planning atau regenerasi kepemimpinan tak pelak merupakan sebuah elemen penting dalam memahat kebesaran sebuah organisasi, entah organisasi itu berupa perusahaan bisnis, perkumpulan sepakbola ataupun sebuah pemerintahan negara.

Sejarah keharuman sebuah organisasi dengan kata lain, sangat ditentukan oleh kepiawaian para pengelolanya meracik proses sucession planning yang sistematis nan elegan. Dalam konteks inilah, ingar bingar pemilihan presiden yang sebentar lagi akan di-selebrasikan di negeri tercinta, memberikan sejumlah catatan penting mengenai manajemen sucession planning. Disini kita hanya hendak menjelujuri dua catatan penting diantaranya.

Catatan yang pertama adalah ini : pertarungan pemilihan presiden 2009 sejatinya telah usai. Tak ada terompet kemenangan yang perlu nyaring didendangkan. Jua tak perlu ada karnaval sukacita yang perlu dirayakan. Kita semua sudah tahu siapa yang akan jadi pemenangnya.

Yang perlu diratapi disini adalah : kenyataan bahwa sang pohon beringin pada akhirnya harus mengucapkan salam adios amigos kepada sang saudara muda-nya. Sebuah fakta yang layak dicemasi sebab, koalisi pemerintahan sang jendral dari Pacitan itu pasti akan menemui jalan terjal tanpa topangan partai besar berlambang beringin.

Namun persis disitulah drama kegagalan sucession planning mulai dibentangkan oleh partai Golkar. Hanya demi ambisi jangka pendek Pak Jeka dan kelompoknya (and don’t make me wrong; I love Pak Jeka so much), partai beringin itu melakukan blunder strategi yang amat memilukan dalam kerangka proses sucession planning yang rapi.

Kalau saja partai beringin itu memiliki visi jangka panjang yang jernih, dan ingin memenangkan kursi CEO RI pada tahun 2014, maka tak ada kata lain : mereka mesti menyodorkan dua atau tiga kader terbaiknya yang masih muda (bukan pak Jeka yang sudah berumur 67 tahun !!) untuk menjadi wakil dari a great man from Cikeas.

Sayang, Pak Jeka gagal menunjukkan sikap kebesaran jiwa yang layak dikenang. Ia mengorbankan kepentingan jangka panjang organisasinya, demi kepentingan pribadi dan faksinya (dan ini membuat saya sangat sedih, sebab once again, I really love pak Jeka).

Klik gambar untuk akses free KPI software.

Padahal kalau saja Pak Jeka berkenan menyodorkan dua atau tiga kader terbaiknya (katakanlah, Sri Sultan atau Siswono Yudo Husodo atau Fadel Muhammad) sebagai calon wapres resmi dari partainya, maka siapapun diantara mereka yang dipilih, maka mereka akan memiliki peluang yang amat besar untuk menjadi orang nomer 1 di negeri ini kelak pada tahun 2014.

Alasannya sederhana : berdasar ilmu succession planning, posisi wakil merupakan salah satu arena terbaik untuk menggodok calon penerus. Selama lima tahun itulah, sang wakil akan terus mendapat kesempatan untuk menempa kompetensi leadership-nya. Dan tentu, selama lima tahun itu pula, sang wakil akan mendapat ekspose yang besar dari media – sebuah rute penting untuk mengembangkan popularitasnya di mata masyarakat.

Sayangnya, dihadapan para punggawa partai beringin, logika sucession planning yang terang benderang semacam itu tergeletak tak berdaya, terkapar dibawah ambisi kekuasan jangka pendek yang teramat rapuh.

Pak Beye ternyata memilih Boedino sebagai calon pendamping. Kita doakan semoga keduanya bisa melakuka yang terbaik bagi negeri ini.

Sebagai rakyat jelata, kita mungkin hanya bisa berikhtiar – sesuai dengan peran kita masing-masing, dan berdoa semoga negeri ini bisa terus melaju menggapai cita-cita dan kejayaannya.

Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku, bangsaku, rakyatku semuanya.
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya.

Note : Jika Anda ingin mendapatkan kaos Facebook, kaos Google, ataupun kaos Manchester United, silakan klik DISINI.

Photo credit by : Arlik Muhari @ Flickr.com

Klik gambar untuk akses free KPI software !!

24 comments on “Succession Planning dan Presiden RI 2014
  1. Meskipun sudah bukan jaman orba, tapi pola pikir para pemimpin kita masih orba. Generasi muda masih belum diberi kesempatan. Yang tua lupa bahwa mereka perlu penerus. Kalo boleh memilih, saya ingin Fadel Muhammad menjadi wapres, memberi kesempatan kepada generasi muda untuk memimpin bangsa

  2. Setuju dgn pak Yodhia bhw kaderisasi seharusnya menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan figur yg akan diajukan sbg cawapres (ataupun untuk kepentingan lainnya). Saya menambahkan beberapa hal yang juga patut dipertimbangkan.
    2. Kapabilitas alias kompetensi, mengelola negara “besar” semacam indonesia ini butuh orang yg memiliki wawasan makro tentang how to manage the nation, menguasai isu2/problem masyarakat saat ini, untuk dikembangkan menjadi sebuah visi yang berorientasi prolem solving dan pembangunan.
    3. Akseptabilitas, bagaimanapun sistem politik di negara kita ini adl sistem parlemen. Suara rakyat diwakili oleh anggota legislatif. Penerimaan publik, dan khususnya anggota parlemen is must, demi stabilitas pemerintahan.
    Sementara ini, ada tambahan dari reader yg lain…

    Trim Pak Yodhia, atas suguhan yang menyegarkan.

  3. suguhan yang renyah… setidaknya bunyi renyah itu bakal memerahkan telinga kader & simpatisan pa’ JeKa.
    salam bang yod.

  4. Disaat harga diri partai dan kepentingan personal mengemuka,
    maka pertimbangan rasional telah kehilangan tempatnya.

    Great analysis bos.

    Salam.

    Musafir

  5. Ya ALLAH kabulkan impian negeri ini untuk memiliki pemimpin yang bersih, lurus dan kredibel. Ya ALLAH jadikan republik ini bisa memiliki presiden yang pandai menjadi khotib sholat Jumat dan fasih mengaji.
    AMIEN

  6. sederhana, tapi logis dan mengena. kenapa orang2 pinter di partai2 besar itu ga berpikir spt mas yodh ya…?! setahu sy, ‘partai kasih sayang’ yg mas yodh sebut itu sangat care dengan succession planing. semoga benar 2014 sebagai masa kepemimpinan yang bersih, peduli dan profesional. satu lagi mas, kenapa partai kepala banteng tdk disebut2 mas…?

  7. [Dan persis di tahun itulah, untuk pertama kalinya dalam sejarah, republik ini bisa memiliki presiden yang pandai menjadi khotib sholat Jumat dan fasih mengaji ]

    Saya kira di tahun 1999, negara kita sudah punya Presiden ke-4 yang bergelar KH dan bisa melakukan hal itu. Tentunya jika yang diharapkan cuma hal itu saja.
    Untuk yang lain.. mari kita berikhtiar 🙂

    Thanks Mir, oke sudah saya koreksi…

  8. Good analysis p.yodia , Our Leader is not Humble to accept the lackness and defeat and keeping the Ego for achieving the Power, They get into politic just looking for position not for country as they are soaring during campaign…All just Personal Interest

  9. Bung Yod,

    Walaupun belum pernah bertemu, saya menganggap Bung Yod adalah guru saya. Saya sangat menyukai tulisan Bung Yod yang memang renyah ini. Hanya saja, kali ini, saya tidak dapat menyembunyikan kekecewaan saya untuk pemikiran yang Bung Yod tulis hari ini.

    Tema Succession Planning tentunya sangat menarik, namun demikian ketika dalam meramunya Bung Yod memasukkan bumbu politik dan agama, menu hari ini menjadi hidangan asing yang yang membuat saya was-was apakah ini halal untuk dikonsumsi.

    Saya yakin Bung Yod sudah memahami maksud saya. Kalau boleh saya memberi saran, sebaiknya Bung Yod menghindari SARA (Suku, Agama, Ras,Anggota Tubuh) maupun aliran politik dalam sajian Bung Yod berikutnya karena memang kita senantiasa punya perbedaan pada daerah ini. Lagipula bukankah sebagai fasilitator pembelajaran kita memang diharamkan untuk memasuki daerah tersebut.

    Mohon maaf ya Bung Yod kalau saya menumpahkan komen atas makanan yang Bung Yod racik sementara saya sendiri nggak pernah bayar untuk makanan tersebut…

    Muridmu
    Robin

  10. Wah , Bang Yodh ini “ramalannya” jauh banget. Presiden 2009 aja belum diketok (maksudnya disahkan) dah mikir tahun 2014. Maksudnya dah “mencuri start” bicara tentang presiden 2014. Apakah dah yakin RI-1 2009 adalah Si-Beliau-nYa?

  11. Saya sangat memahami kegelisahan hati dari bung Robin, tentang tulisan dari bung Yod hari ini yang agak2 subyektif, faktanya memang mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam, tapi mayoritas diantaranya merupakan golongan abangan atau sekuler, bukti kongkret nya jelas dari hasil perolehan Pileg, rata2 Partai Islam kehilangan pendukungnya, dan partai nasionalis (Demokrat, Gerindra dan Hanura) naik secara signifikan. Sebagai perbandingan mungkin bisa dibaca dari web apakabar (super koran)
    https://www.apakabar.ws/content/view/2514/88888889/
    monggo dilanjut……………

  12. wah… tumben nulis ttg politik nih… sampe2 ada yg protes mas yodhiia nulis ttg politik dan menunjukkan orientasi politiknya 🙂

    eniwei, saya paling suka bagian ini:

    Sebagai rakyat jelata, kita mungkin hanya bisa berikhtiar – sesuai dengan peran kita masing-masing, dan berdoa semoga negeri ini bisa terus melaju menggapai cita-cita dan kejayaannya.

    sangat sulit mencari politisi yang benar-benar bersih dan amanah. PKS sekalipun, yang katanya partai yang paling mendingan, yang katanya orangnya bersih2 dan baik akhlaknya, tetep aja gak sepenuhnya bersih… ada aja sedikit-sedikit noda yang walaupun tak terlihat tetap bernoda

    so, sebagai rakyat jelata. daripada terus pusing mikirin politik. terus2an mengkritik dan mencaci maki para politisi itu, mendingan kita disini berkarya nyata aja deh buat bangsa kita

  13. Wajar kok, nggak lama lagi pasti akan dijalani. Siapa pemimpin bangsa ini akan menjadi cerminan dan membawa kemana arah akan menuju. Generasi mudanya mmg mesti kritis, mengawal, memberi masukan sedini mungkin sebagai bagian dari usaha untuk masa depan bangsa yang lebih baik. Pilihannya kembali pd masing2..

  14. Sebenarnya sah-sah saja opini dari Bung Yod yang mencoba mengangkat tema Succession planning dan presiden RI 2014, karena sebuah blog pada dasarnya merupakan cermin dari subyektifitas dari sang penulis. Tulisan ini menjadi tidak biasa ketika tema tersebut memasuki ranah politik dan sedikit ranah agama, bukan lagi dalam konteks ilmu manajemen. Mudah-mudahan ini hanya sekedar kegenitan sementara dari seorang Yodhia Antariksa, komentator untuk bidang politik sudah berjibun……….back to basic saja ke strategi manajemen……atau sudah kehabisan tema yang hot neh………….hehehe

  15. Saya setuju dg bung Yod.
    Memang haram orang manajemen bicara politik, apalagi yg ditinjau adalah masalah kaderisasi atau regenerasi.
    Jangan langsung alergi dan curiga ketika kira bicara politik.
    Yang jelas apa konteks dan kontennya.
    Sangat ironis, sebuah partai dg mesin politik dan dana kuat serta pengalaman tidak ada sistem kaderisasi.
    Orang dalamnya saja bilang, sampai 2024 pun partai ini tidak bisa mengajukan capres.Gimana, dg partai baru atau kecil?Suatu hal yang jangan dicontoh.
    Bagaimanapun kepemimpinan nasional direprensentasikan, melalui partai politik? maka masalah ini perlu mendapat sorotan dari orang manajemen dan bung Yod, siapkan jadi konsultan parpol.

  16. analisis yang menarik, kalo disuruh memilih antara pak fadel dan pak Hidayat, susah juga ya. Pak fadel mantan pengusaha yang kemudian menjadi gubernur dan berhasil membangun daerahnya denga konsep wirausahanya, sedangkan pak Hidayat adalah pemimpin yang berhasil membangun partainya menjadi seperti sekarang dan dengan sistemnya yang kuat di akar bawah. Sebenarnya kalau kita bisa memiliki kemampuan dua2nya tentunya akan sempurna …tapi kembali ke selera asal ..mana ada yg sempurna didunia ini ….ya akhirnya kita cuman bisa berdoa, berusaha dan bertawakal …semoga lima tahun kedepan kita diberikan pemimpin yang mampu amanah dengan kekuasaannya …

  17. Saya Luhur Airpa Sunan, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan berasal dari Pacitan.
    Senang sekali membaca analisis Bung Yodhia (bukan karena saya orang Pacitan atau pendukung HNW). Tapi memang begitulah, negeri ini perlu melakukan perubahan dalam hal kepemimpinan dan manajemen pemerintahan.
    Saya mengamini doa Bung Yod.

    Indonesia Raya, merdeka, merdeka,
    tanahku negeriku yang kucinta
    Indonesia Raya, merdeka, merdeka,
    hiduplah Indonesia Raya…

  18. menarik, itulah komentar saya atas tulisan bung erik, tetapi yang harus di ingat di sini adalah the unlogic factor orang Indonesia.
    Mudah-mudahan apa yang diramalkan di amini seluruh orang indonesia, tetapi kalau orang televisi saja masih mendatangkan mama lauren seperti yang saya lihat tadi malam (metro tv), maka hal-hal yang tidak logis bisa saja terjadi di Indonesia.
    Celoteh rizal ramli misalnya, saat golkar menang, presiden bukan dari golkar. saat PDIP menang presiden bukan dari PDIP, dan sekarang Demokrat menang… tapi mudah2an sby tetap yang menang wallahu alam …

  19. Sesuai dengan iklan kampanyenya, sesungguhnya saya pribadi lebih condong untuk memilih sosok seperti bpk Yusuf Kalla, walau banyak khawatir mengenai orang-orang partai Golkar yang masih banyak beirisi orang-orang dengan mental ORBA. Sayangnya sekali lagi, Indonesia jauh lebih banyak berisi orang-orang dengan pemikiran khas Dunia Ketiga, ala sinetron, jadi siap-siap dengan hasil yang nggak logis. Tapi saya pribadi tidak ingin golput, masih percaya Tuhan masih sayang dengan bangsa ini.

  20. Persis suksesi itu saya alami saat ini, saya sekarang adalah kepala cabang sebuah lembaga pendidikan yang sering muncul di TV, saat saya umumkan untuk menyudahi jabatan itu, wah wah…ternyata yang antri banyak dan berbagai carapun dilakukan untuk meraih itu, saya rasa suksesi kepemimpinan RI adalah sebuah pembelajaran yang perlu di ikuti oleh para pemimpin (apa pun namanya), terus nulis pak Yodh, racikan bisnis dan politis di campur campur kan makin hot…

Comments are closed.