Revolusi Digital dalam Membaca Pengetahuan

Semenjak internet lahir belasan tahun silam, ada satu fenomena yang pelan-pelan merubah secara fundamental cara kita mengunyah informasi. Kini, makin banyak orang – terutama anak muda – yang lebih asyik membaca informasi melalui media online, dan bukan melalui media cetak seperti majalah dan koran cetak.

Itulah kenapa kini di negeri Amerika banyak koran cetak terkemuka bertumbangan. Itulah jua mengapa Kompas melakukan gerakan masif untuk mendigitalkan konten mereka. Sebab tanpa itu, hampir pasti mereka akan makin ditinggalkan oleh para pembacanya. Dan kenyataan ini kemudian menyibak sebuah tabir tentang hadirnya digital reading revolution.

Revolusi itu pada mulanya mungkin dipicu oleh sebuah generasi yang acap disebut sebagai digital native. Inilah barisan generasi remaja yang lahir pada 80-an dan yang sejak belia langsung mengenal dunia digital dan online. Bagi mereka, koran cetak kertas yang konvensional itu sungguh bagian dari masa lalu. Media cetak tradisional itu jadul. It’ so yesterday, begitu kilah mereka.

Cuma soalnya, membaca berita online via layar desktop atau notebook atau layar blackberry juga masih kurang afdol. Coba apakah Anda bisa membaca sambil leyeh-leyeh manakala harus menjinjing layar laptop yang cukup berat itu. Membaca via smartphone juga kurang oke lantaran layarnya yang masih terlalu kecil.

Itulah kemudian yang mendorong sebuah perusahaan bernama E-Ink melakukan inovasi radikal. Yang mereka lakukan adalah menciptakan produk kertas elektonik (lihat produknya di gambar sebelah). Kertas elektronik ini ketebalannya sama seperti majalah yang biasa kita baca. Kertas digital ini juga bisa ditekuk-tekuk; dan memiliki kejernihan layar yang amat bening.

Jadi bayangkanlah yang kemudian terjadi : untuk membaca majalah dan koran, kita tinggal mendownload beragam konten online yang ada di dunia maya, dan kemudian menyimpannya dalam kertas digital itu. Lalu kita bisa membacanya sambil leyeh-leyeh persis seperti kita membaca media cetak konvensional.

Untuk melakukan perpindahan halaman atau majalah yang ingin dibaca, kita tinggal menekan tombol atau meyentuh dan menggeser layar. Membaca media informasi melalui kertas elektronik ini rasanya sungguh mengasyikkan.

Saya sendiri tak sabar menunggu kehadiran kertas elektronik itu di tanah air. Di Amerika sendiri, produk itu sudah akan keluar secara komersial pada tahun 2010 kelak (bagi saya, kertas elektronik ini merupakan inovasi gadget yang jauh lebih menggetarkan dibanding Blackberry atau iPhone).

Dalam dunia percetakan buku, revolusi digital semacam itu sudah beberapa tahun ini dilakukan. Kita tahu, ebook atau (digital book) sudah lama ada di pasaran. Cuman soalnya, membaca ebook di layar laptop atau smartphone sungguh ndak nyaman. Baru 10 halaman membaca, kita sudah merasa pening.

Itulah kemudian yang mendorong Amazon merilis produk digital reader yang hebat bernama Kindle (gambarnya ada disebelah). Kindle ini memiliki ketebalan layaknya buku biasa; dan juga memiliki kejernihan screen yang mengagumkan, sehingga tidak cepat membikin mata lelah. Sebuah Kindle yang dijual oleh Amazon seharga 3 jutaan ini (harganya pasti akan turun beberapa tahun ke depan) bisa memuat 5000 judul buku (!).

Jadi untuk membaca buku, kelak kita cukup membeli ebook dan kemudian mendownloadnya ke media Kindle. Kita kemudian bisa membacanya sambil tiduran, dan menentengnya kesana kemari seringan menenteng sebuah buku. Kita kemudian juga bisa memindah-mindah atau memilih buku hanya dengan menyentuh layar atau memencet tombol yang tersedia di media itu.

Jika kertas elektronik dan Kindle ini kian merebak, maka mungkin suatu saat kita tak perlu lagi membutuhkan media kertas cetak konvensional. Semuanya serba digital. Dan dengan itu kita bisa mengucapkan selamat tinggal pada pabrik kertas dan pabrik percetakan buku/koran. Selamat tinggal pula kepada penebangan jutaan hektar pohon yang tiap tahun diambil untuk membikin kertas koran, majalah dan buku.

Dan pada saat yang bersamaan, kita bisa mengucapkan selamat datang kepada digital reading revolution.

Note : Jika Anda ingin mendapatkan kaos Facebook, kaos Google, ataupun kaos Manchester United, silakan klik DISINI.

Photo Credit by : La Caitlin @Flickr.com

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

29 thoughts on “Revolusi Digital dalam Membaca Pengetahuan”

  1. Butuh perjalanan yg cukup panjang tuk bisa memfamiliarkan produk2 alat baca elektronik tsb di negri kita. Secara, kebayakan yg masyarakat kita sekarang baca sehari-hari adl koran (harga cm 3000an, habis di baca bisa buat bungkus nasi pecel lagi…He3). Mana kepikiran tuk beli alat yg mahal gt….Ya karna mungkin budaya membaca selain koran, masih dalam tahap berkembang jg di negri kita…

    Tapi, di luar dari kebanyakan budaya dan kemampuan masyarakat kita. pasti laku jg tu alat…Segmen masyarakat yg mulai merasa butuh dg tu alat & kocek nya mampu pasti ada ko…..

    Tapi kl ak, kyke tetep masih enjoy baca Kompas dech (media cetak), drpd tu alat….He3

    Gutlak Mas Yod

  2. Mas Erik,
    kalo formatnya majalah berarti tidak hanya teks dong… bisa memuat gambar kan?

  3. hal2 yang berkaitan dengan digitalisasi dan juga elektronisasi sebuah produk, memang butuh waktu yang lama. tapi, itu juga merupakan langkah yang harus ditempuh jika ingin berelaborasi dengan jaman. print out memang semakin lama akan tergerus, terutama jika oplah turun, dan perilaku masyarakat berubah. tapi, bukan berarti juga harus ditinggalkan. pada intinya adalah, menyeimbangkan antara digital dan juga non-digital. karena perilaku konsumen dan juga daya tarik, memiliki kelebihan dan kekurangan masing2.

  4. menurutku tiap produk di suatu zaman pasti ada ajalnya,begitu pula dengan media cetak, apalagi jika kita lihat saat ini,isu global warming dan masalah lingkungan itu sendiri menjadi sebuah momok tersendiri bagi penduduk di muka bumi dan mungkin beberapa saat kedepan apa yang dinamakan digital reading revolution itu akan menjadi hal yang biasa seperti biasanya handphone di miliki oleh jutaan penduduk Indonesia saat ini

  5. kaya’nya revolusi baru nih… harus didukung nih apalagi bisa ngurangin kertas / penebangan kayu-hutan untuk bikin kertas…
    kemungkinan berhentinya operasi pabrik kertas dan turunannya terus dibarengi dengan penghentian tenaga kerja… woow… sebuah revolusi di manapun-kapan pun-apa pun… pasti makan korban yah???
    truz… kira-kira kesempatan bisnis apa yah yang bisa kita kembangin sebagai bagian / pelengkap / penambah dengan gadget ini???

  6. Menarik sekali mengikuti perkembangan digital reading ini.

    Saya heran mengapa Gramedia hanya melakukan digitalisasi terhadap Kompas. Saya pikir sudah waktunya bagi penerbit2 buku Indonesia mensosialisasikan penerbitan e-book untuk mengantisipasi datangnya trend digital reader ini? Bgmn pendpat Mas Yod?

    Mas Yod sendiri apakah tlh memiliki salah satu perangkat digital reader?

  7. So Great Revolution, Saya sendri trmasuk orang yang suka membaca dengan buku biasa dan ebook,Sepertinya saya akan butuh alat itu…hehe..

    O ya pak kalau pabrik kertas tutup so what about the solution, kan bisa banyak pengangguran? yang bila dibilang secara kasar belum tentu bisa di alihkan kerja di perusahaan digital.. beda pengetahuan, Bagaimana Gambaran anda, apa yang akan dilakukan para Karyawan yg Pabrik Kertasnya Tutup?

  8. Teknologi terus berkembang. Jika yg lebih baru bikin lebih efektif dan efisien, ekonomis, dan dibutuhkan, tidak ada salahnya untuk dicoba.
    Sebaliknya, kalo mengikuti teknologi hanya karena trend and euphoria, maka sedikit banyak kita telah membuat diri kita terbelenggu oleh teknologi.

  9. Wuah…yang langsung terlintas dalam pikiran saya adalah…kelak anak-anak sekolah tidak perlu menenteng tas yang beratnya berkilo-kilo seperti jaman saya sekolah dulu….cukup 1 produk kertas elektronik tapi bisa memuat ribuan buku pelajaran didalamnya….
    produk yang fantastis….!

  10. Canggih juga tuh.
    Tapi kayaknya untuk saat ini kepikiran untuk ngucapin selamat tinggal pabrik kertas masih sangat lama. Apalagi media Kertas kemungkinan besar masih tetap dibutuhkan untuk masa datang, walaupun dunia sudah sangat digital. Kemungkinan beberapa aspek akan tetap mempertahankan dokumen manual. Saat ini saja masih banyak kok yang menggunakan mesin ketik, printer dot matrik khususnya di Indonesia, jika negara lain ane ka ga begitu paham.

  11. Duh mas kasihan tukang sayur, tukang kacang…nati bungkus pakai apa yah ? sedangkan plastik bikin bumi ini onggokan sampah…tapi mau apa dikata, jaman emang sudah berubah dan akan selalu berubah ! inilah cirinya dunia ini hidup, kalau nggak gitu dunia ini pasti mati (kiamat)

  12. Waduh, makin ketinggalan negeri kita….ayo kita semuanya lari sekencang-kencangnya bikin inovasi yang menggetarkan dunia macam E-Ink ato Kindle!!!

  13. sesuatu yg dulu hanya khayalan ternyata skrg menjadi kenyataan. manusia memang tidak pernah berhenti utk berkreasi..makasih mas pencerahannya.

  14. Ini yg dinamakan sektor pengolahan lebih maju ketimbang sektor lainnya ? saya pun tak sabar utk menyentuh E-ink tersebut. Tidak perlu merasa lelah di pundak akibat mententeng laptop…

  15. kehadiran digital reading, pasti akan sngt membantu para pecinta buku dan peminat baca. bagmn bagi mayoritas masyarakt kita? apakah kehadiran digital reading akan membawa revolusi minat baca masyarakat..? semoga..!:( tapi kalo ditimbang2, keberadaan buku2 dan mjalah yg harganya lebih murah saja, minat baca kita rendah (sekali)… Allahu a’lam.

  16. pak, saya juga pakai theme ini. Tapi saya kok kesulitan menata gambar yang saya posting ya? solusinya gimana, pak? coba kunjungi blog saya untuk melihat masalah ini. mohon bantuannya. terima kasih

  17. Fenomena yang sangat luar biasa namun bisa juga berbahaya.. karena kebebasan publikasi tanpa editing di dalam produk digital bisa menyesatkan kalau kita tidak pintar-pintar menyaring..
    Itulah gunanya ada penangung jawab dan Penerbit pada versi cetak yang nantinya akan bertanggung jawab terhadap isi tulisan..

  18. mudah2an di indonesia bisa cepat keluar versi murahnya, sehingga tidak terjadi lagi permainan jual beli buku pelajaran sekolah. murid cukup membawa e-ink atau kindle.

  19. Bung Yod dan pembaca yang budiman, usaha saya percetakan dan toko kertas , saya belum mau diberi salam selamat tinggal, apa ya bung antisipasinya ?

  20. maaf saya baru baca artikel ini dan untuk mendukung artikel mas Yod, sekarang indonesia sudah memiliki system seperti itu di http://www.virtualxbook.com.
    saya dan tim IT telah selasai dan terus developing system baru ini. smoga usaha kami sebagai generasi indonesia dapat dukungan dari masyarakat indonesia termasuk teman-teman yang telah memberi respon di artikel mas Yod ini.
    silahkan berkunjung dan saya sangat butuh saran-saran, selamat berkunjung.

Comments are closed.