Menguji Kompetensi dengan Assessment Center

Demi pengembangan mutu kompetensi para pekerjanya, banyak organisasi yang kini mengembangkan apa yang disebut sebagai competency-based HR management. Pendekatan ini sejatinya hendak menjadikan elemen kompetensi sebagai salah satu pilar dalam mendongkrak produktivitas karyawan, dan sekaligus memekarkan kinerja bisnis.

Pengembangan kompetensi karyawan secara konstan dengan demikian merupakan sebuah rute panjang yang mesti ditempuh dengan penuh kesungguhan. Tantangannya adalah bagaimana caranya mengukur level kompetensi seorang karyawan, dan metode apa yang sebaiknya digunakan untuk keperluan itu. Disinilah kita kemudian bersinggungan dengan sebuah metode yang acap disebut sebagai assessment center.

Assessment center sejatinya bukan merujuk pada sebuah bangunan, atau center, namun pada sebuah metode pengukuran kompetensi. Secara spesifik, assessment center mencoba menggali level kompetensi seseorang melalui serangkain jenis tes (multiple test), dan biasanya juga dilakukan oleh lebih dari satu penilai (rater). Berdasar sejumlah riset empirik, assessment center diketahui memiliki validitas yang tinggi dalam memprediksi level kompetensi individu.

Perlu juga segera ditambahkan bahwa metode assessment center ini hanya digunakan untuk menguji jenis kompetensi soft (soft competency) atau sering juga disebut sebagai managerial competencies (contohnya kompetensi leadership, communication skills, problem solving skills, team skills, dan sejenisnya); dan tidak ditujukan untuk mengukur kompetensi fungsional (seperti marketing research skills, interviewing skills, programming skills, dan sejenisnya).

Jenis tes yang digunakan dalam metode assessment center bervariasi, dan biasanya mencakup sejumlah tes berikut. Yang pertama dan lazim digunakan adalah apa yang disebut sebagai Inbox Tes (atau sering juga disebut sebagai in basket test). Dalam tes ini, peserta dihadapkan pada sejumlah email yang masuk ke dalam inbox-nya. Isi email identik dengan situasi sehari-hari yang dihadapi oleh peserta (jika level peserta adalah manajer, maka tipikal isi emailnya tentu juga akan relevan dengan keseharian mereka).

Download dua set lengkap instrumen Assessment Center DISINI.

Sebagai misal isi emailnya bisa berupa instruksi dari atasan untuk menyiapkan bahan meeting manajemen bulanan; atau juga keluhan dari rekan kerja tentang lemahnya koordinasi antar bidang; atau juga sekedar undangan seminar dari event organizer di luar.

Tugas peserta adalah memilah, menganalisa dan kemudian memberikan respon terhadap serangkaian email tersebut. Tes ini biasanya digunakan untuk menguji kompetensi peserta dalam melakukan pemilahan prioritas dan juga kemampuan dalam analytical thinking and decision making.

Jenis tes lain yang acap digunakan adalah group discussion, dimana para peserta (biasanya lima hingga enam orang) diminta duduk berkelompok dan mendiskusikan tema tertentu yang telah ditentukan oleh penilai. Dari tes ini penilai akan melakukan observasi dan kemudian menilai kompetensi peserta dalam aspek communication skills dan juga interpersonal skills.

Selain itu dalam asessment center, para peserta juga diberi tes case analysis. Jenis tes ini biasanya berupa kasus yang identik dengan situasi yang dihadapi oleh sebuah perusahaan – misal kasus tentang cara melakukan proses change management di sebuah perusahaan yang hampir kolaps. Para peserta kemudian diminta untuk menganalisa dan merumuskan rekomendasi secara tertulis. Melalui tes ini para peserta diuji kompetensinya dalam melakukan analytical thinking, dan juga writing skills mereka (melalui rekomendasi yang mereka susun secara tertulis).

Biasanya, hasil rekomendasi case analysis ini juga harus dipresentasikan oleh peserta, sehingga penilai juga bisa menguji kompetensi mereka dalam aspek presentation skills dan influencing skills (mempengaruhi orang lain untuk percaya dengan rekomendasi dan argumentasi yang disusunnya).

Demikianlah, melalui serangkain tes tersebut para penilai (biasanya berjumlah tiga orang) akan melakukan observasi dan penilaian menyeluruh mengenai sejumlah kompetensi yang dianggap kritikal. Keseluruhan proses assessment center ini biasanya memakan waktu antara satu hingga dua hari, tergantung jumlah dan tingkat kesulitas tes yang digunakan.

Melalui metode assessment center inilah, pihak manajemen kemudian bisa mengetahui dengan cukup akurat potret kompetensi para karyawannya. Dan dari sinilah kemudian bisa disusun sejumlah employee development plan yang relevan. Ujungnya tentu agar segenap karyawan bisa terus mekar level kompetensinya.

Download dua set lengkap instrumen Assessment Center DISINI.

Photo credit by : Coloriya @Flickr.com

25 comments on “Menguji Kompetensi dengan Assessment Center
  1. Sip sekali tulisannya mas.
    Saya baru tahu ada banyak jenis tes kompetensi.

    Kalo untuk perusahaan kecil saya kira tesnya terlalu banyak deh.
    Sebaiknya tesnya kayak apa ya??

    Saya baru kebayang tes kejujuran aja hehehe 🙂

  2. Bila setelah assesment, tidak dilanjutkan dengan proses employee development plan terus apa gunanya ada assesment?

  3. @ Daeng (# 2) memang kebanyakan perusahaan di tanah air menggunakan asesment untuk kenaikan pangkat; dan sering hasilnya tidak dikomunikasikan secara terbuka.

    Idealnya, hasil asesmen itu dikomunikasikan secara dialogis, dan kemudian disertai dengan development plan yang sistematis untuk mengembangkan hasil asesmen.

  4. Assessment center dapat berupa tes-tes diatas, tapi yang lebih sering adalah rater 180° atau 360°, dimana atasan, rekan sekerja, bahkan bawahannya menilai seseorang sampai dimana level kompetensinya berdasarkan kemus kompetensi yang telah disusun. Dari profil kompetensi jabatan, dapat diketahui seberapa besar ‘gap’ antara kompetensi yang dimiliki dengan yang dipersyaratkan oleh jabatan. ‘Gap’ itulah yang harus menjadi fokus development.

    Sebenarnya competency-based HR management (CBHRM) sangat praktis, obyektif dan ‘terbuka’. Tapi memerlukan sumberdaya yg besar, antara lain mengidentifikasi indikator2 perilaku setiap kompetensi (generic, leadership, managerial, teknis), meng-kuantifikasi-kan hal2 yang kualitatif, dan akhirnya mensosialisasikan kepada seluruh karyawan (karena karyawan dapat menjadi asesor). Jadi dalam CBHRM berpendapat bahwa semua karyawan dapat memiliki kesempatan pengembangan dirinya.

    Kemudian muncullah Talent-based HR management, yang tidak memerlukan sumberdaya yang besar, karena hanya mengidentifikasi ‘bakat terpendam’ yang kriteria2nya hanya perlu dipahami oleh asesor (psikolog) melalui pengukuran psikotest. Dari job character, dapat diketahui apakah talent yang dimiliki seorang karyawan ‘match’ dengan job character, seperti di biro jodoh. Yang ‘no match’ akan divonis tidak perlu di-develop, hanya buang2 waktu dan biaya. Fokus development hanya pada yang ‘match’.

    Dari yang saya baca, kalau untuk perusahaan Jepang, talent-based diterapkan pada saat rekrutment calon2 karyawan, selanjutnya pengembangan kompetensi dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan Amerika, mau enaknya, cari yang sudah jadi, memakai competence-based untuk merekrut ahli-ahli Indonesia? Maunya ikut2an tren, beralih ke talent-based, biar praktis. Tapi mau dikemanakan orang2 yang ‘no match’?

  5. Pertanyaan saya mungkin klasik pak,
    gimana menjembatani gap antara tes dengan kondisi nyata ? Maksud saya, kadang hasil tes tidak mencerminkan kemampuan sesungguhnya dari seseorang dalam menghadapi masalah nyata

  6. Salam kenal Mas Yodh, saya sangat tertarik dengan kompetensi ini. Saya juga sedang menyusun silabus kompetensi. Tetapi kami fokuskan untuk hard skill. Baru dalam tahap mapping job process dan selanjutnya masuk tahap definisi dan perumusan metode assessment. Mohon sharing ilmunya ya. Makasih. Sukses buat Mas Yodh. Artikel2 nya bagus.

  7. @ Andrias (# 9), kalau assesment center ini memang lenih pas untuk posisi manajerial. Untuk posisi ini, validitas tes ini sangat tingi; artinya hasil skor test memiliki korelasi yang erat dengan kinerja dia di lapangan (real jobs).

    Kalau dia skornya jelek, dia memang ternyata kurang kapabel menjadi manajer.

  8. bisa minta contoh kuesioner atau tes uji kompetensi, khususnya di bidang pelayanan makanan dan minuman?

    mohon bantuannya

  9. Anda termasuk orang yang ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Saya hargai kreatifitas anda. Saat ini sekolahpun menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, hanya sayangnya para guru terbiasa dengan assessment jenis Multiple Choice, yang penilaiannya di dasarkan betul dan salah saja. Disamping itu skoringnya juga mudah.Apakah anda punya contoh cara menilai anak di dalam kerja kelompok? Trims.

  10. Sabtu tgl 14 sd minggu 15 April 2012 sy dn temen melaksanakan tes kompetensi.Saya dan temen semua jg sdh mencoba utk saling mempelajari materi yang diujikan….semoga berjalan lancar dan sukses.

  11. Pak, apakah AC ini harus dikembangkan dan dilakukan di dalam perusahaan itu sendiri ? Jika saya ingin mendevelop sebuah Assessment Center, langkah-langkah apa yang harus saya lakukan ?

  12. Dyah (20) : Assessment center bisa dikembangkan secara internal, jika memang jumlah karyawan banyak (> 1000 orang).

    Kalau masih dibawah itu, lebih baik gunakan jasa asesmen lembaga yang memang spesialis di bidang itu.

    Jika mau kembangkan secara internal, maka steps-nya adalah sbb :
    1. Susun jenis kompetensi yang dibutuhkan perusahaan
    2. Kembangkan instrumen tes asesmen untuk mengukur jenis2 kompetensi yang dibutuhkan.
    3. Kembangkan form penilaian berdasar instrumen asesmen yang telah disusun.

Comments are closed.