Subsidi BBM Sudah Tembus Rp 285 Triliun per Tahun. So What?

Jika Anda punya uang dan ingin memberikan sumbangan Rp 1 juta per bulan atau 12 juta per tahun; lebih baik sumbangan itu diberikan kepada orang yang sudah kaya (yang punya mobil) atau kepada kaum dhuafa yang miskin (beli motorpun tidak sanggup)?

Jawaban dengan akal sehat : tentu lebih baik diberikan kepada kaum dhuafa yang lebih membutuhkan (para ustadz juga bilang, sebaiknya sumbangan diberikan kaum yang tak berpunya). Orang akan menganggap Anda gila, jika uang Rp 12 juta setiap tahun diberikan cuma-cuma kepada orang yang sudah kaya (yang sanggup membeli mobil).

Problemnya : yang terjadi di negri ini, uang Rp 12 juta atau Rp 1 juta per bulan itu, selalu diberikan kepada orang yang sudah kaya dan punya mobil. Dalam bentuk subsidi BBM.

Dan mungkin sebagian besar dari Anda menerima uluran sumbangan itu. Tanpa rasa dosa.

Look. Negara ini sudah punya hutang Rp 3000 triliun. Namun dengan santainya, setiap tahun diberikan subsidi BBM yang tahun ini diperkirakan tembus Rp 285 triliun (tahun depan akan tembus Rp 300 triliun). Alamaaak.

Dan sebagian besar, hingga 90%, subsidi bensin itu dinikmati oleh orang kaya (yang punya mobil dan sepeda motor). Dan hanya 10% yang benar-benar dinikmati oleh orang dhuafa (definisinya adalah yang beli sepeda motorpun tidak sanggup).

Ajaibnya, saat subsidi BBM yang tidak adil itu akan dicabut, muncul protes bahwa tindakan itu amat tidak berpihak pada rakyat kecil. Rakyat kecil dari Hongkong?

Dari paparan diatas yang sebenarnya terjadi adalah ini : subsidi BBM justru merupakan bentuk ketidakadilan ekonomi yang cetar membahana.

Mempertahankan subsidi BBM justru merupakan penistaan terhadap hak kaum dhuafa yang tidak pernah sanggup membeli sepeda motor. Sebab, mempertahankan subsidi BBM justru memberikan sumbangan gratis jutaan rupiah per bulan kepada jutaan pemilik mobil yang sudah kaya.

Sumbangan Rp 1 per bulan itu dengan asumsi para pemilik kendaraan bermotor (mobil terutama) menghabiskan 100 liter per bulannya (100 liter x subsidi Rp 5000 = Rp 1 juta).

Terus terang dada saya agak sesak setiap kali di SPBU melihat mobil Avanza, Ertiga, Honda Jazz, bahkan Fortuner dan CRV dengan tanpa dosa membeli bensin premium atau solar subsidi (saya sendiri sejak 7 tahun lalu selalu membeli pertamax. Malu saja wong sanggup beli mobil kok masih beli bensin subsidi.)

Jutaan pemilik mobil dan juga sepeda motor itu lalu secara kolektif menenggak subsidi bensin dan solar senilai Rp 285 triliun per tahun. Angka yang fantastis.

Kalau saja uang subsidi Rp 285 triliun itu dihentikan; dan lalu dialokasikan ke sektor lain, maka ini yang bisa dibangun :

Rp 285 triliun bisa buat membangun ruas jalan tol Lintas Sumatra, Lintas Kalimantan dan Lintas Papua sekaligus (bayangkan efeknya bagi kemakmuran bangsa, dibanding diberikan secara gratis kepada orang kaya pemilik Fortuner dan Pajero).

Rp 285 triliun bisa buat membangun 10 MRT sekaligus di semua kota besar di Indonesia (seketika layanan transportasi publik Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali dan kota lainnya akan bisa sebagus di Tokyo atau Singapore).

Rp 285 triliun bisa buat membangun 28 ribu gedung sekolah terpadu di pelosok Nusantara (bayangkan dampak dashyatnya bagi kemajuan warga Nusantara, dibanding dibuang percuma kepada jutaan pemilik mobil yang mayoritas ada di Jawa, lebih khusus lagi kota Jakarta yang rakus).

Maka amat aneh jika penghentian subsidi BBM (dan mengalihkan ke sektor lain yang jauh lebih produktif seperti contoh diatas) disebut mengabaikan hak rakyat kecil. Kecuali jika definisi rakyat kecil itu adalah pemilik mobil Avanza, atau Pajero atau Fortuner.

Melihat besaran angka subsidi yang amat fantastik (tahun depan tembus Rp 300 T), maka soal ini sejatinya amat krusial untuk segera diselesaikan (dan jauh lebih mudah diatasi bila dibanding masalah korupsi). Yang diperlukan hanya ketegasan dan keberanian.

Menaikkan harga bensin dan solar (melalui penghentian subsidi BBM) juga akan memaksa penghematan energi minyak bumi. Dan ini soal penting, sebab cadangan minyak bumi dan gas Indonesia juga kian menipis. Padahal kita tahu, bensin plus solar BUKAN energi yang bisa diperbaharui (non-renewable energy).

Pakar energi juga menulis, pengembangan bahan bakar alternatif yang renewable (seperti bio etanol) hanya akan tumbuh jika harga BBM tidak lagi disubsidi.

Dengan harga BBM yang terkesan murah karena subsidi, maka para entrepreneur di bidang bio fuel TIDAK akan pernah termotivasi untuk mengembangkan bahan bakar alternatif karena harga pasti akan kalah bersaing dengan harga subsidi BBM. Karena ketidak-adilan harga yang semu itu, maka inisiatif mengembangkan bisnis energi terbarukan (green energy) hanya akan terus menjadi ilusi.

Melihat semua paparan diatas, maka siapapun presiden yang akan terpilih, soal penghapusan subsidi BBM ini merupakan PR pertama yang langsung harus diatasi pada bulan pertama setelah pelantikan (Oktober mendatang).

Seperti dalam tulisan saya sebelumnya, team Jokowi – JK sudah dengan tegas akan melakukan penghapusan subsidi BBM yang tidak rasional ini secara bertahap (dan mengalihkan dananya untuk membangun jalan raya, pelabuhan, listrik dan sekolah – yang jauh lebih produktif).

Kita menunggu sikap ketegasan serupa dari team Prabowo – Hatta (yang memang hingga minggu ini belum secara eksplisit memperlihatkan ketegasan dan keberanian untuk mengatakan Subsidi BBM akan dialihkan).

Kita layak mengenang ungkapan yang pernah disampaikan Deng Xiaoping (arsitek utama kebangkitan mencengangkan ekonimi China). Ia bilang, yang dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa itu bukan visi dan misi. Tapi jalan raya, pelabuhan, listrik dan sekolah.

Dan percayalah, uang subsidi Rp 285 triliun itu memang jauh lebih bagus digunakan untuk membangun jalan raya, pelabuhan, serta gedung sekolah.

Dan bukan diberikan secara gratis kepada jutaan pemilik Avanza dan Fortuner yang melenggang tanpa dosa.

Photo credit by : Dean Photography

33 thoughts on “Subsidi BBM Sudah Tembus Rp 285 Triliun per Tahun. So What?”

  1. Wah jadi malu juga nih. Pernah juga sih Xenia saya isi Pertamax beberapa bulan karena rasa malu itu. Tapi lama2 kok ya konyol juga melihat Fortuner atau Pajero antri di bensin.

  2. Penghapusan subsidi BBM otomatis akan membuat harga BBM melambung naik, dan kenaikan harga BBM berefek pada kenaikan harga2 lainnya seperti ongkos kendaraan umum.

    Ini tentu akan dirasakan juga oleh orang2 yg naik kendaraan umum.

    Kebijakan yg bisa diterima adalah hanya memberikan subsidi kepada sarana transportasi umum supaya ongkosnya tidak ikut naik, tapi hal inipun dikhawatirkan akan terjadi pembelian BBM oleh oknum transportasi umum dan menjualnya kembali hehe….

  3. setuju sama yang dikatakan saudara asrim , karena rakyat miskin juga pakai BBM dan yang ada pengalihan subsidy gak pernah jelas dan pake syarat ini itu gak instan jadi ya susah karena masyarakat kita pendidikan juga masih minim. dan faktanya rakyat banyak yang gak merasakan manfaat subsidy .

    kemudian kalau bahan energy alternative itu baru bisa berjalan kalau BBM tidak disubsidy ya persiapkan jadi BBM dicabut energi alternative tinggal pakai . jangan rencana-rencana aja . biar gak ada yang dirugikan.

    perhatikan juga Potensi dari SDA dan SDM kita yang bisa kite renegosiasi , harusnya itu fokus capres bukan BBM .

    kalau freeport, Mountblanc , Aqua , Nestle bisa kita perbaiki masalah kontraknya 285 T gak apa-apanya pak.

    diseminar beli Indonesia bilang kalau perusahaan susu aja omset udah 200T/tahun. berfikir besar sangat perlu disini jangan sedikit-sedikit nyinggung BBM karena potensi indonesia lebih besar dari itu

    sedikit cerita sebagai anak kos masih terpukul dari bensin 4500 ke 6500 dimana uang saku gak naik.

    kalau sampai dicabut katakanlah 8000/liter sudah pasti makin banyak yang kesusahan. tidak semua orang punya mobil itu kaya pak. sebagian besar kan juga bayar nyicil.

  4. Di Indonesia ini banyak uniknya ya pak.. mungkin masih banyak orang kaya merasa miskin, a.k.a selalu merasa kurang dan takut jatuh miskin kalo beli pertamax pak… dgn mental seperti ini sepertinya yg dibutuhkan memang kebijakan pemerintah yang tegas ttg penghapusan subsidi bbm, semoga mata hati rakyat terbuka, terutama pemilik avanza, fortuner dll yg antri premium selama ini.. peace, I love indonesia…

  5. Barangkali BBM inilah yang dinamakan dampak sistemik. subsidi tidak mengena secara langsung – seperti Pak Yodhia sampaikan bahwa penikmat subsidi ini justru kalangan ‘bermobil’, namun efeknya jika BBM dicabut secara masif, justru yang paling merasakan adalah kalangan bawah.

    mungkin peralihan ini bisa dengan kebijakan SPBU khusus ‘subsidi’ orang miskin yang dimonitoring secara langsung oleh dinas sosial.

    kebijakan ini dapat dimulai dengan kebijakan demografi, dimana SPBU perkotaan, subsidi dicabut, di pedesaan Subsidi BBM dilakukan secara bertahap.

    karena diketahui bersama, perkotaan justru yang lebih banyak menghabiskan ‘cadangan’ subsidi BBM ini … 🙂

    *hanya ikut meramaikan diskusi pagi ini sambil ngopi

    1. coba jadi orang sedikit kritis, coba cari beberapa referensi gimana cara pemerintah menentukan harga minyak kalau menurut saya begini (yang jelas mekanisme perhitungan harga minyak pertamina tidak pernah transparan) :PERHITUNGAN BBM ORANG AWAM.

      Kebutuhan BBM nasional adalah 1,3 juta barel/hari. Sedangkan produksi minyak nasional 830 ribu barel/hari. Jatah indonesia dari jumlah produksi ini adalah sebanyak 600 ribu barel/hari, sedangkan sisanya untuk kontraktor.

      Untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional 1,3 juta barel/hari maka pemerintah melakukan impor BBM sebanyak 700 ribu barel/hari.

      Harga minyak mentah untuk saat ini sekitar $ 76 /barel. 1 barel = 159 liter.

      Ongkos produksi dari minyak mentah ke minyak jadi adalah :
      – Upstream (finding dan lifting) adalah $ 13 /barel. Yaitu 13 x Rp 12.000.- = Rp. 156.000.-/barel atau Rp. 981,13.-/liter dibulatkan Rp. 982.-/liter
      – Downstream (refining dan distributing) $ 0,50/galon yaitu 1 galon = 3,785 liter jadi besar biaya untuk poin ini adalah Rp 6000, /3,785 liter = Rp. 1585,2.-/liter dibulatkan Rp. 1586.-/liter.
      Jadi total biaya produksi dari minyak mentah ke minyak jadi adalah Rp. 982.- + Rp. 1586.- = Rp 2568.-

      Perhitungan harga minyak mentah ke minyak jadi :

      – Minyak berasal dari impor.
      700.000 barel x $ 76 x Rp 12.000 = Rp. 638.400.000.000.- atau 638,4 M.
      Dari 700.000 barel minyak mentah bisa menghasilkan minyak jadi sebanyak 700.000 x 0,85 = 595000 barel minyak jadi atau 94.605.000 atau 94,6 juta liter.

      Kalau 94,605 juta liter dengan harga 638,4 Milyar maka nilai minyak tersebut dalam 1 liter adalah Rp 6748.- /liter jika ditambahkan dengan ongkos produksi Rp 2586./liter- maka total harganya adalah Rp. 9334.-/liter

      Jika 94,605 juta liter di jual denga harga Rp 9334.- = Rp. 883.043.070.000.- atau Rp. 883,043 Milyar
      Jika 94,605 juta liter di jual denga harga Rp 6500.- = Rp. 614.932.500.000.- atau Rp. 614,932 Milyar

      Melihat hasil di atas maka jika lau pemerintah menjual dengan harga jual Rp. 6500.- maka pemerintah akan rugi sekitar Rp 614,932 M – Rp 883,043 M = Rp -268,111 M

      – Minyak berasal dari produksi dalam negeri

      karena minyak tersebut berasal dari dalam negeri maka pemerintah tidak perlu membayar/membeli minyak tersebut pemerintah hanya mengeluarkan ongkos produksinya saja, dengan rincian sebagai berikut :

      Biaya produksi 600.000 barel = 95.400.000 liter biaya produksi per liter nya Rp 2586/liter adalah 246.704.400.000 atau Rp 246,704 M.
      Dari 600.000 barel minyak mentah bisa menghasilkan minyak jadi sebanyak 600.000 x 0,85 = 510.000 barel minyak jadi atau 81.090.000 liter atau 81,09 juta liter.

      Jikalau 81,09 juta liter di jual dengan harga Rp. 6500 maka total nya adalah Rp. 527.085.000.000 atau Rp 527,085 M.

      Jikalau di kurangi dengan biaya produksi maka Rp 527,085 M – Rp 246,704 M. =Rp. 280.381 M. (laba)
      Karena penjualan minyak yang berasal dari minyak impor indonesia rugi Rp 268,111 M sedangkan penjualan minyak berasal dari produksi dalam negeri untung sebanyak Rp. 280.381 M. Maka selisihnya adalah 280.381 M – Rp 268,111 M = 12,27 M/hari.

      Maka keuntungan pemerintah dalah 1 tahun adalah 12,27 M x 365 Hari = 4478,55 M/tahun atau 4,478 T/tahun.

      Kalau melihat angka di atas dimana letaknya pemerintah harus mensubsidi BBM karena dalam hal ini pemerintah tanpa melakukan subsidi saja sudah laba dari sektor minyak sebanyak 4,478 Trilyun/tahun.

      Yang menjadi pertanyaan kemana uang yang sangat besar digadang-gadangkjan untuk subsidi BBM? Hanya tuhan yang tahu. kalau ada yang tidak berkenan dengan hitungan saya , saya bisa menerima kritikan dan saran.

  6. Sy pakai Altis isi premium pak, justru saya ingin jadi contoh yg buruk xizizi. Ayo dong bikin gerakkan nyata, gerakkan anti premium gitu…hehehe

  7. Jd ’emosi’ bca tulisan Bang Yodya,smoga pemimpin
    Indonesia yg terpilih bisa menghapus subsidi BBM 100%

  8. BBM selalu jadi masalah yang rumit, sebagus apapun programnya selalu saja menimbulkan masalah baru.

    saya kira,selain program yang baik juga SDM manusianya itu sendiri harus diperbaiki. mungkin karena kurangnya pengawasan banyak penyelewengan distribusi BBM dilakukan oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab. solar – solar subsidi masuk tambang, industri dan banyak lagi.

    apa lagi premium, sudah menjadi makanan empuk para calo minyak. aparat yang harus menegakkan hukum terkadang malah ikut – ikutan nyrobot. alamaaak.

  9. Kajian yg sungguh menarik, trims mas-Yodhia.

    Sebaiknya kita juga mengkritisi dari mana angka 285t tsb muncul, apakah benar susidi tsb sebesar itu. jangan2 angka hasil pat-gulipat/angka bulshit.

    Masalahnya sangatlah kompleks.

    Spt yg saya sampaikan minggu lalu di sini, bhw semua operator/perusahaan minyak ini secara gratis mengambil minyak dari dalam bumi di Indonesia. Biaya utk ngambil/ngebor minyak yg gratis ini diistilahkan sebagai “cost-recovery”.

    Biaya “cost-recovery” ini bervarisi tergantung lokasi dimana sumur minyak akan dibor, terendah adalah utk sumur2 yg di bor di darat, sebagai contoh sumur2 PERTAMINA di daeerah Bekasi, cost-recovery-nya di bawah $10 per barrel-nya, dan yg tertinggi (sekitar $20-an) utk sumur2 di offshore (lepas pantai) laut dalam.

    Cost-recovery ini sebetulnya bisa ditekan lebih rendah/efisien lagi dg regulasi yg ketat tentang keharusan penggunaan komponen local, termasuk sumber daya manusianya.

    Fyi, sampai saat ini masih sering dijumpai di setiap operasi eksplorasi, engineer-expat (dg gaji di atas $5000 per hari, sekali lagi..per hari, dan notabene sudah bisa digantikan oleh engineer lokal) yg akan jadi beban cost-recovery ini.

    Dari waktu ke waktu pemerintah kemudian menjual minyak ini ke masyarkat berdasarkan harga minyak yg di-listing di bursa-minyak di New York.

    Sbg contoh, patokan harga saat ini sekitar $100 dipakai sebagai dasar utk menutup cost-recovery (yg cuma $10 sampai $20-an)ini.

    Coba dikali dg produksi sekitar 800-an ribu barrel per hari, jangan2 subsidi yg 285t tsb adalah angka hasil pat-gulipat/angka bulshit.

    Itu baru masalah di hulu, belum lagi masalah2 distribusinya, yg konon lebih memukau datanya.

  10. saya setuju dihapuskan subsidi,
    1. kita harus belajar mandiri, contoh negara tetangga, thailand atau negara lainnya

    tanpa subsidi, akhirnya masayarakat disana lebih banyak menggunakan transportasi masal, pertanyaanya dengan menghilangkan 300T tadi, sarana transport masal harus urgent dibangun, awal memang susah tapi masyarakat akan diajarkan sifat hemat, tidak perlu beli mobil toh sarana umum jauh lebih baik.

    2. Coba anda ke balikpapan, daerah penghasil minyak, tapi sangat ironis…solar dimana mana antri….kenapa?

    karena ada pihak yang bermain, terus sekarang pertanyannya?siapa yang menikmati subsidi itu?karena ada disparitas harga antara subsidi dan non subsidi akhirnya penyelewengan BBM ini sangat luar biasa….larinya kemana?

    3. bahan pokok naik, loh…nggak usah bbm dihapus, menjelang puasa juga bahan pokok naik…..

    4. rakyat kecil merana?apa perbedaan kondisi harga sekarang dengan nanti kalo bbm dihapus, jelas..300 T untuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan sangat luar biasa dampaknya untuk rakyat kecil

    so… saya setuju bbm dinaikkan, alihkan ke pendidikan -kesehatan, hukum berat para koruptor terutama di bidang energi

  11. sepertinya pak Yodhia baru melihat dari sisi Jokowi saja yang langsung mau menghapus subsidi. tapi bagusnya baca juga dari sisi Prabowo apa kebijakan yang akan dia ambil ttg subsidi BBM.

    kalo dari jokowi sepertinya langsung mau hapus subsidi, tapi bagaimana dengan rakyat yang “benar-benar” miskin.

    Kalau yang dah punya mobil Okelah. tapi justru yang dah pada punya mobil banyak yang “tidak tahu diri” ngasih minum mobil-mobil yang bagus2 tu dengan premium.

    Sekali lagi tolong Pak Yodhia baca juga Visi-misi yang lengkap dari Team Prabowo biar imformasi yang disampaikan lebih Lengkap dan berimbang.

    mohon maaf sy bukan team sukses kedua kubu.

  12. Susah juga kalau dikaitkan dengan capres. Coba kita lihat sewaktu BBM mau dinaikkan pada tahun 2012, nih lihat link-nya https://www.tempo.co/read/news/2012/03/13/078389999/PDIP-Tetap-Kecam-Rencana-Kenaikan-Harga-BBM Nah kok sekarang mau menghapus 100% sen… Bingung kan??? Sebaiknya kita berfikir tentang “subsidi” ini.

    Apakah tepat orang kaya disubsidi? Jawaban saya tidak ada masalah, selama pemerintah masih bisa mengoptimalkan sumber daya yang lain.

    Bagi saya ini bukan sumbangan, tetapi justru cash back yang diterima karena sudah membayar pajak, dan kewajiban lainnya.

    Kalau bicara layak tidak layak mendapat sumbangan, seharusnya pemerintah lah yang tidak layak disumbang lewat Pajak.

    Jangan bilang orang miskin tidak bayar pajak. Dia beli sabun mandi saja secara tidak langsung sudah membayar pajak, karena produsen sudah membebaninya terhadap harga jual.

    So, masalah ini seharusnya wilayah pemerintah dan kita disini hanya bisa memberi saran bagaimana seharusnya pengalihan subsidi ini.

    Kecuali kalau-kalau Mas Yodhia nanti duduk di Pemerintahan pas JKW memimpin, wallahu a’lam…

  13. mencerahkan Mas Yodhia, terima kasih.

    tapi masih terlalu dangkal jika itu dibahas, karena itu perlu pengkajian lebih mendalam dan tentunya mempertimbangkan efek dominonya.

    Tulisan Mas Yodhia kali ini lebih sarat politis hehe…janji capres tinggal janji…bahas politiknya sekalian PDIP sendiri setahu saya paling getol menolak adanya penghapusan subsidi BBM saat itu…

    kalo skrg capresnya masukin itu dalam visi misi…

    prakteknya masih ga yakin berani lakukan…karena berpotensi di bully habis2an sm partai oposisi hehe

  14. jika benar apa yang dipaparkan, sungguh sangat sangat disayangkan kebijakan subsidi BBM tersebut tetap dijalankan.

    Efek domino yang akan terjadi lebih ditakutkan dari pada fakta yang sebenarnya.

    Akhirnya pemerintah seperti penuh kebohongan, asal jalan saja sampai tiba saat akhir masa berkuasa, selama berkuasa penuh diisi dengan upaya memiskinkan rakyat dengan korupsi.

  15. Saya setuju dengan penghapusan subsidi BBM

    Hanya saja, kita harus meminimalisir dampak negatif akibat harga kenaikan BBM itu sendiri. Seperti kenaikan tarif transportasi yang ujung2nya menaikkan harga kebutuhan pokok dan inflasi.

    Seandainya saja dana 285 T itu benar-benar dialokasikan kepada kebutuhan lain yg mendesak dan secara kongkret dan nyata meredam efek negatif kenaikan harga BBM sekaligus ‘terpakai’ buat rakyat, kenapa tidak?

    Jangan sampai subsidi BBM dicabut, tapi dana subsidi itu sendiri terpakai untuk entah apa, atau alokasinya tidak tepat sasaran.

  16. Menghapuskan subsidi bukanlah jalan pertama yang harus dilaksnakan. yang penting selesaikan urusan korupsi di segala bidang, karena itu sangat berpengaruh pada perekonomian kita. karena dengan menaikan harga bbm akan mengguncang perekonomian indonesia. terimakasih tapi itu hanya pendapatku lho

  17. terlambat, solusinya gampang semua kendaraan umum dan barang dan motor bbm subsidi, sedang mobil pribadi, kendaraan barang untuk perusahaan misal truk untuk batu bara semua tidak bbm subsidi.

    yakin uang yang kumpulkan banyak dan orang berpindah ke angkutan umum.

    Pada gilirannya angkutan umum diperbaiki maka semua berujung jalsnan tidak macet n efisiensi

  18. Sampai saat ini saya BELUM PERCAYA dengan implementasi BBM Subsidi di Pertamina, ada kemungkinan bahwa BBM Subsidi sendiri dijual dengan harga Non Subsidi. Sumber data 285 triliun itu berdasarkan jumlah subsidi atau BBM yg di konsumsi di SPBU?

  19. Orang kaya seharusnya tidak berdampak jika subsidi BBM dihentikan
    Orang miskin sudah selayaknya mendapatkan manfaat atas pengalihan subsidi
    Lha kalo golongan menengah ke samping gimana Pak Yodya??ke atas berat ke bawah gak pantas 🙂 mohon pencerahan

  20. yang jadi masalah besar bukan bagaimana subsidy dihapus atau tidak. yang jadi masalah sampai kapan BBM akan terus jadi masalah ?

    jawabannya ya kurangi ketergantungan bensin. bisa Mou perusahaan mobil bikin mobil berbahan elektrik , atau bio atau gas kan harganya lebih terjangkau.

    jadi mending semua pakai gas/elektrik harga senilai Rp.4000/liter karena memang itu harga sesungguhnya.

    jadi subsidy ya buat rakyat , bahan bakar komuditas bisnis. entah sampai kapan masalah ini selesai.

    kurangi ketergantungan yang jadi masalah . karena lama kelamaan pertamax harganya 19000/liter. masih mau beli ?

  21. masalahnya juga – HARUS ada Kebijakan tentang Kepemilikan KENDARAAN…. lah disini orang bisa punya mobil lebih dari 3 bahkan 4… sementara transportasi umum MAHAL.. kredit motor dipermurah dan seterusnya…
    dan efeknya- di kota malang pun sekarang kalo macet mungkin sudah seperti di jakarta 🙁

  22. Dear Pak Yodhia,

    saya sudah mengikuti blog bapak cukup lama,

    Untuk beberapa hal saya sangat setuju dengan bapak mengenai tulisan bapak mengenai SUBSIDI BBM,

    Tapi ketika bapak menghubungkan dengan calon Presiden dan wakil presiden,

    seperti yang bapak tulis diatas =>

    Seperti dalam tulisan saya sebelumnya, team Jokowi – JK sudah dengan tegas akan melakukan penghapusan subsidi BBM yang tidak rasional ini secara bertahap (dan mengalihkan dananya untuk membangun jalan raya, pelabuhan, listrik dan sekolah – yang jauh lebih produktif).

    Kita menunggu sikap ketegasan serupa dari team Prabowo – Hatta (yang memang hingga minggu ini belum secara eksplisit memperlihatkan ketegasan dan keberanian untuk mengatakan Subsidi BBM akan dialihkan).

    jika pandangan bapak tidak setuju atau setuju dengan kibijakan masing masing kandidat, cukup bapak saja simpan sendiri.

    ketika bapak sudah menulisnya di BLOG bapak seperti ini ketika saya membaca terasa seperti KAMPANYE HITAM, walupun isisnya mengenai subsidi BBM.

    MOHON MAAF jika bapak tidak berkenan.
    terimaksih

  23. saya punya pemikiran sedikit berbeda. menurut saya, pemberian subsidi BBM adalah salah satu cara dari Negara untuk memberikan kemakmuran (kemudahan) bagi seluruh rakyatnya. bukannya harga BBM murah juga punya andil besar dalam penentuan harga kebutuhan pokok?

  24. Memang baiknnya menghapus subsidi, tapi caranya harus yang pas. Benar kenaikan harga BBM bukan hanya meningkatkan ongkos angkutan wong cilik, tapi juga truk2 dan mobil angkutan barang miiik pengusahaan besar meningkat biaya operasionalnya dan diteruskan pada harga barang2, nahdisini wong gede dan wong ciik akan kena hetah inflasi dan bunga tinggi.

    Tempo hari sudah dicoba gelang2 pengontrol pemakaian BBM, kendaraan BUMN dilarang pake premium dsb. so far jauh panggang dari api.Jadi memang PR presiden yad cari jalan masalah BBM ini yang jitu dan memberikan dampak positif bagi negara dan masyarakat

  25. Logis dan masuk akal, saya setuju sekali dengan apa yg kita sampekan rakyat indonesia seharusnya mampu berpikir rasional toh sibsidi bbm yang triliunan hanya sia2 bakal menguap di udara dan penikmat utamanya adalah kaum bermobil,rakyat kecil hummmmm mana bisa beli mbil sama motor,mending dana subsidi yang triliunan di alihkan untuk pembangunan infrastruktur oke

Comments are closed.