Di tengah ledakan revolusi digital, pertumbuhan buku digital (ebooks) tampak melesat. Dan dengan itu muncul pertanyaan kunci : apakah perlahan-lahan industri buku kertas akan mati?
Kita melihat nasib banyak koran/majalah kertas yang kini termehek-mehek. Kini makin jarang anak muda yang mau membaca koran atau majalah dalam format kertas. Jadul katanya.
Kita mungkin akan makin terbiasa membaca berita dan akses informasi via smartphone kita. Akibatnya : oplah koran dan majalah konvesional dalam kertas pelan-pelan nyungsep.
Apakah buku kertas akan bernasib sama dengan koran kertas/cetak? Perlahan-lahan mati terkubur dalam kesunyian?
Dalam sajian infografis dan audio podcast kali ini, saya mengajak Anda menjelajahi masa depan industri buku kertas.
Kesimpulannya mungkin sama dengan yang saya alami secara personal : buku kertas ternyata akan terus bisa bertahan, tidak bernasib sama seperti bisnis koran/majalah kertas.
Pengalaman saya : kini memang saya tidak pernah membaca koran kertas lagi. Saya hanya membaca berita via smartphone.
Saya hanya masih berlangganan majalah kertas satu saja yakni majalah bisnis legendaris Fortune (probably, the best business magazine in the world).
Namun saya membaca majalah bisnis lainnya seperti Fast Company, Business Insider dan Forbes melalui smartphone.
Di sisi lain, saya tidak pernah bisa membaca buku setebal 200-an halaman via tablet/smartphone. Tidak nyaman sama sekali. Saya rasa Anda pun akan kurang nyaman jika harus membaca buku setebal 200 – 300 halaman full via layar tablet.
Membaca buku tebal tetap lebih nyaman dengan buku kertas.
Itulah kenapa dalam infografis ini, diramalkan buku kertas akan tetap bertahan hingga puluhan tahun ke depan.
Silakan simak infografis dibawah ini.
membaca buku setebal 200 halaman. mungkin buat mahasiswa, pelajar, profesor dan peneliti hal ini menurut saya wajar….
tidak semua mahasiswa sanggup membaca buku setebal 200 halaman sampai selesai. hanya “kutu buku” yang sanggup membaca buku setebal itu
Aneh kalau mahasiswa tidak bisa baca atau terbiasa baca buku2 tebal yang berkualitas…..
Wajar jika banyak sarjana jadi pengangguran….karena malas membaca…..
hahaha
Betul Pak, kami sendiri masih memfavoritkan membaca itu ya menggunakan buku kertas.
Luar biasa ceritanya, untuk saat ini saya memang hobi membaca dan blogging, namun masih kalah jauh….
Karena sibuk bekerja, saya hanya mampu membaca buku hingga 3 bulan lamanya.
Sekarang malah beralih menjadi pembaca yang simple dan pendek sehingga mudah dipahami dan disimpulkan.
Makasih ceritanya Pak Yod
Mantap tenan sharing-nya Kang.
Untuk sampai saat ini, buku kertas masih memiliki kelebihan dengan buku digital, dan belum tahu untuk generasi kedepan, barangkali mereka yang lahir sebagai generasi digital akan memiliki sense yang beda.
Kita lihat saja…..
“Orang-orang yang tekun membaca adalah orang-orang yang open minded”
Mantap Pak Yod. Terima kasih. 🙂
Did INSTANT COFFEE replaced REAL COFFEE?? Thought Tidak Semuanya, tergantung – karena semua model bisnis bisa out of date, tetapi bisa juga karena hal lainnya, misal tidak dikelola dengan baik dan benar, tidak ahli di bidangnya dll
ditunggu next Podcast-nya 😀
Bener pak !
Memang kalau membaca buku kertas itu lebih asyik dan nyaman dibandingkan dengan membaca via gadget.
Setuju, saya sendiri baca artikel via smartphone beberapa halaman saja sudah capek bukan main, beda dengan buku kertas.
Ane sendiri sudah beberapa kali baca buku kertas dengan 200 halaman lebih, akan tetapi bacanya bisa berbulan-bulan T_T
Seperti dosen saya, favoritnya bukunya Authentic Happiness hehe..
http://www.bayuwin.com
kalo keseringan baca lewat gadget sepertinya membuat mata lebih cepat lelah juga.. saya setuju kalo paper book tidak akan tergantikan..
saya sendiri masih nyaman baca koran cetak ketimbang yang versi PDFnya
Saya nyaman baca dengan paper book…dan 200 halaman belum tebel menurut saya apalagi kalo cuma novel..dan ya..orang indonesia memang ga suka baca…
Yang mungkin mengalahkan book paper di masa depan adalah book voice (rekaman isi buku) yang sekarang mulai marak dalam bentuk CD, MP3, VCD, dan semacamnya.
Isi buku yang dibacakan dan pembaca tinggal mendengarkan saja sambil ngopi-teh atau menyetir di jalan.
Yang seperti ini memang cocok untuk orang Indonesia yang –harus jujur– malas membaca.
Tapi masih mending kalau sempat mendengarkan karena toh ilmu dan isi buku tetap masuk di otak yang sama ketika dibaca atau didengarkan.
Yang jelas, apapun kemajuan format untuk membungkus isi dari buku yang selama ini kita baca, menurut saya buku kertas tetap merupakan inovasi yang belum tergantikan…
dan yang terpenting, kita selalu dapat memanfaatkannya dengan banyak membaca.
Selamat membaca untuk para peminat buku kertas.
Terima kasih untuk inspirasinya mas Yodia
Matur suwun.
Mas Yhod..bisakah saya dapatkan cara nya membuat infografis pakai photoshop spt yang mas buat di blog ini..? thx
Infografis ini saya copy dari berbagai blog di luar negeri. Cara pakai photoshop saya tidak tahu malah……. googling saja banyak info tentang cara menggunakan photoshop….
untuk jenis bku tertentu spti novel, komik, dan buku teknis, buku fisik masih lbh nikmat dan nyaman.
penggunaan ebook total sgt tepat diterapkan di sekolah2, shng tdk menimbulkan biaya cetak dan distribusi.
saya pikir ebook cocok untuk artikel artikel pendek ataupun buku dengan tak lebih dari 50 halaman.
Sedang paper book memang lebih nyaman untuk buku2 ilmiah ataupun novel..
Great article ! I like it
Jika anda berminat untuk membenahi rumah atau membangun rumah, percayakan jasa arsitek kepada kami !
Assalamualaikum Pak Yodhia, saya mau menanyakan untuk pemesanan buku di Amazon berdasarkan pengalaman, bapak menyarankan agar pesannya dua buku per sekali pesan agar tidak kena biaya lagi di kantor pos.
Kalau 3 buku apa juga kena biaya pak? Karena saya mau order buku bundling yang isinya 3 buku
Kalau pesa 3 buku kayaknya ke bea masuk dari kantor pos.
Maksimal 2 saja. Namun saya ndak tau pasti.
Coba saja pesan 3 buku langsung….