Peristiwa teror ledakan bom di depan gerai Starbucks Sarinah Jakarta Kamis lalu menyisakan duka yang kelam. Ditengah kejadian teror itu, muncul pula himbauan dari pihak kepolisian untuk menghindari gerai-gerai American Brand.
Kejadian itu mungkin juga mengingatkan tentang hegemoni brand-brand kuliner dari Amerika yang terus melaju lima tahun belakangan ini. Dimana-mana kita bisa menyaksikan gerai KFC, Mcd atau Starbucks : di setiap mall baru yang muncul dan di sejumlah titik strategis jalanan.
Sambil menyeruput secangkir Cappucino dari Starbucks, mari kita jelajahi tema menarik ini.
Gerai-gerai American Brand kadang dianggap sebagai representasi “kepentingan Barat” – dan lalu menjadi rentan terhadap serangan teror. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di berbagai wilayah lain di dunia.
Lepas dari soal teror itu, kita memang menyasikan betapa hegemoni gerai kuliner dari Amrik seperti KFC, McD dan Starcbuks kian dominan di berbagai sudut kota besar di tanah air.
Tiga brand legendaris itu mungkin jeli melihat ledakan kelas menengah Indonesia – Indonesian Middle Class Explosion. Saat kelas menengah yang cukup mampu ini mengalami eksplosi, maka pasti konsumsi produk kuliner akan melesat.
Omzet KFC tahun 2015 lalu sudah tembus 5 triliun. Amazing. Hanya jualan paha dan dada bisa meraup omzet yang begitu masif.
Klik gambar untuk akses free KPI software.
Gerai KFC dan McD kini juga kian merangsek ke arena pinggiran. Di kota Bekasi tempat saya tinggal, muncul gerai-gerai KFC dan McD baru hingga lokasi perumahan pinggiran. Pelan-pelan brand raksasa ini mungkin akan membunuh kedai-kedai makanan lokal di pinggiran kota Bekasi.
Sementara gerai Starbucks hampir muncul di setiap bandara dan lokasi rest area jalan tol. Iya, pihak Bandara dan jalan tol selalu memprioritaskan Starbucks (dan bukan gerai kopi lokal) dengan alasan “international brand”.
Ada tiga catatan menarik yang mungkin layak kita petik dari hegemoni trio brand Amerika : Starbucks, Mcd dan KFC ini. Tiga pelajaran yang layak direnungkan.
American Brand Lesson # 1 : Sistem Bisnis Otomatis. Dibalik hegemoni kuat brand raksasa itu, ada satu pelajaran penting bagi para pelaku bisnis : kalau Anda mau ekspansi dengan kecepatan penuh, maka mutlak Anda harus membangun sistem bisnis yang bisa dengan mudah di-replikasi.
Dan itulah yang dimiliki brand Amerika itu. SOP yang solid, sistem supply chain yang wow, dan template gerai yang terstandar – membuat pembukaan gerai bisa dilakukan semudah “copy and paste”.
Tanpa ilmu supply chain yang maut, hampir tidak mungkin jualan paha ayam bisa tembus 5 triliun. Tanpa kompetensi distribusi dan logistik yang dahsyat, Starbucks tak mungkin tumbuh dengan begitu mengesankan.
Sistem bisnis otomatis yang terstandar dan konsisten dijalankan : ini sebenarnya rahasia kunci dibalik hegemoni brand-brand Amrik seperti Mcd, KFC dan Starbucks.
Dan para pelaku bisnis lokal harus belajar banyak soal ini – kalau mereka mau menang dalam kompetisi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean).
American Brand Lesson # 2 : The Power of Unique Branding. Logo Starbucks, KFC dan Mcd yang heroik itu mungkin telah sukses menyihir jutaan orang di segenap penjuru langit.
Karnaval kemenangan brand-brand Amerika adalah karnaval tentang kekuatan branding communication dalam “mengelabui otak konsumennya”.
Coba saksikan aura gerai Starbcuks yang khas itu. Di setiap gerainya di dunia sudah ada template yang wajib diikuti : misal besar font logo harus sekian; warna meja harus seperti ini, gambar poster di dinding harus seperti itu; dan aroma kopinya harus berada pada level sekian. Semua wajib dipatuhi.
Mcd dan KFC juga punya template yang sama, yang wajib diikuti oleh setiap gerainya. Mulai dari interior design hingga gambar logo dijalanan.
Konsistensi branding seperti itu yang membuat brand mereka mungkin menjadi legenda. Kekuatan brand seperti ini yang mungkin membuat pihak pengelola Bandara di tanah air selalu memprioritaskan Starbucks.
Padahal dari soal rasa, kadang produknya tidak begitu maknyus rasanya. Bagi saya rasa kopi di kafe lokal seperti Djournal dan Anomali jauh lebih enaik daripada kopi di Starbucks. Ayam goreng Suharti juga jauh lebih legit daripada KFC.
Namun sistem bisnis dan branding yang membuat American Brand unggul jauh. Apa boleh buat. Kita mungkin harus belajar dari Starbucks dan Mcd dalam soal ilmu branding.
American Brand Lesson # 3 : Western Mania. Yang ini bukan soal bisnis, namun soal persepsi konsumen. Sebagian konsumen Indonesia justru “lebih terpukau” dengan brand asing, brand dari negeri Amrik atau Barat.
Sebagian konsumen Indonesia justru merasa bangga kalau memakai “branded products” : terasa lebih prestise dan bisa menjaga gengsi.
Mungkin itu justru simbol dari “inferiority complex khas penduduk negeri bekas jajahan”. Sindrom rasa percaya diri yang rendah karena negrinya dulu pernah dijajah selama ratusan tahun.
Demi melampiaskan rasa rendah diri itu, lalu dipakailah branded products untuk menunjukkan “gengsi yang semu”. Inilah irasionalitas yang muram. Namun irasionalitas inilah yang membuat American Brands berjaya.
Mungkin itulah kenapa pengelola mal, bandara dan jalan tol lebih memprioritaskan Starbucks dan KFC. Sebab mereka tahu, kebanyakan konsumen lokal justru lebih suka dengan “brand asing”. Mantappp.
DEMIKIANLAH tiga catatan yang layak direnungkan dari hegemoni American Brand. Himbauan untuk menghindari gerai American Brand mungkin akan segera lalu bersama angin.
Dan gerai Starbucks atau KFC akan kembali seperti biasanya : ramai dan laris.
Maka mari kita akhiri tulisan ini dengan bersulang secagkir Coffee Latte dari barista di Starbucks.
Itulah hebatnya Brand dari luar negeri, mampu membius masyarakat kita hingga membangun persepsi : Brand luar negri lebih bergengsi dibandingkan Brand Dalam negri..
Blog Belajar Trading Saham dan Forex TERBAIK —>> http://www.sonytrade.com
fenomena ke amrik amrikan.. nyeduh sendiri dg kopi berlabel kapal uap pdhl tak kalah nikmatnya. Tp memang knp brand ini begitu langgeng n kuat ekpansi nya menjadi fokus yg perlu diperhatikan brand2 lokal.
Tetap Optimis n Yakin, Brand2 ‘inlander’ akan memberikan perlawanan dan menjadi Raja di Negeri sendiri.. beberapa sudah terbukti.
https://kasamago.com/review-singkat-mito-fantasy-max-a38/
miris kalo kenyataan masayarakat kita kebarat-baratan…hadewh
Saya jadi mbayangin giamana klo ayam goreng Suharti meniru bisnis franchise ala KFC gitu.. Mungkin nggak yah?
🙂
Pertanyaannya kenapa mereka bisa eksis disini dan produk kita gak bisa eksis disana?
Menurut saya faktor nomor 1 dan 3 jawabannya mas. Sistemnya udah bagus dan tahu selera masyarakat dunia plus nilai prestise yang mereka buat. Kalau mau eksis disana mungkin kita bisa belajar dengan film “the raid” bukan efek yang keren abis mereka tawarkan tapi kualitas dan kemampuan menyajikan indonesia style.
Saya tertarik dengan pertanyaan mas Heri Cahyo.
Mungkin mas Yodhia Antariksa bisa mengulasnya ditulisan berikutnya.
Ya kapan-kapan saya ulas, tentang brand-brand lokal yang menguasau dunia…..banyak juga contohnya.
Misal : indomie….. ini mi instan paling top di asia dan afrika…..
Banyak produk Mayora yg eksis di luar juga….
Oke nanti kita bahas kapan2 🙂
Meskipun brand asing. Nyatanya setiap bulan saya masih suka makan di MCD hehe. Enak soalnya ayam gorengnya wkwk. Cuman memang tetep ada kok jatahnya.
Saya sebagai konsumen gak menjadikan hirarki atas masakan brand asing dan lokal. Ketika ingin makanan asing ya makan, ketika ingin makan pecel ya ke warung langganan..
Cuman kalau kaitannya sama kedaulatan kita sebaiknya porsi kepemilikan diperbesar.
Kurangi belanja gak perlu mulai nabung reksadanan bahkan saham.
Nah disitulah salah satu kekuatan bangsa akan naik. Kalau brand asing mayoritas uang lokal kan pajaknya bnyk juga yg buat bangsa .
Mungkin kita harus memulai rasa percaya diri dari bangkitnya teknologi dirgantara seperti jaman IPTN membuat pesawat terbang N250.
Kabar baiknya Habibie tengah mempersiapkan hadirnya penerus bahkan lebih baik dari versi sebelumnya. R80 namanya. Mungkin dengan begini percaya diri bangsa akan tumbuh kembali.
Dan yang lebih penting, semua komponen bangsa harus sadar akan kebangkitan itu sendiri.
Sekali beli starbuck kapok saya….udah dikit (setengah cangkir), pahit, muuaaahal lagi #^$@/$…Makluum,,lidah lokal Kopi Kapal Api & kopinya Mas Iwan Fals..Rp 4000 sepuasnya ampe dingin….ha ha ha…
http://www.ilmukabel.wordpress.com
Lumayan dramatis ya…
Di satu sisi, dengan spirit Kapitalisme Global-nya, brand-brand Amerika tersebut menjalankan SOP bisnis yang ciamik.
Sementara di sini lain dari perspektif politik, barangkali keberadaan brand-brand Amerika itu dihukumi sama dengan jahatnya kerakusan Nestle terhadap masyarakat Dunia Ketiga.
Apalagi brand-brand asing itu begitu melekat dengan biang teror dunia: Amerika.
Ya, mau apa dikata. Karena memang begitulah perspektif yang sebagian kaum resisten aplikasikan dalam perlawanannya.
Bisnis, meski mudah dijalankan sesuai SOP, rupanya bisa ditabrak pandangan politik juga.
Thanks untuk ilmunya Pak Yodhia, sangat bermanfaaat.
Mohon izin share toko saya, teman-teman yang ingin berbelanja sepatu, jaket dan kaos disini saja ya…produknya keren, berkualitas, tapi harga murah, klik:
https://www.tokopedia.com/mlb-fashionstore
Andaikan Saya punya modal juga pengen buat Brand seperti itu ,modalnya pasti besarrr … Huft
wow… ini sajian yang benar-benar renyah, serenyah ayam McD. 😀
jadi ingat, di kota saya ada toko kue, langsung dengan desain yang bagus dan berkelas. Nama pun tidak ruwet hanya 4 huruf saja.
Banyak yang membaca nama toko ini dengan ala huruf Inggris.. namun ternyata emapt huruf tadi adalah singkatan dari nama suami dan istri si pemilik 🙂
branding yang bagus sekali…. 🙂
Sepakat….mungkin kadang perlu juga pake merk yang berbau kebarat-baratan…..
Misal ada handuk lokal tapi merknya Terry Palmer, laris manis.
Sempak GT Man juga laris. Coba dulu merknya pake nama “Maryono” atau “Paijo”, pasti ndak akan selaris sekarang 🙂
Mengenai brand brand asing yg sedang menjamur dimana mana..sebagai orang muslim yg pertama tama saya perhatikan apakah ada fatwa halal di counter tersebut..
dg begitu sy memiliki pertimbangan apabila tergiur dg produk 2 asing khususnya makanan&minuman.
Karena setahu saya hampir semua produk brand asing tidak memiliki label halal apalagi sy dpt info klo starbucks mendonasikan sebagian keuntungannya untuk kegiatan sosial sesama jenis(gay&lesbi), klo sy sampe menikmati kopi starbucks berarti sy ikut mendukung sesama jenis(masya Allah).
Jadi menurut saya..selain branding…pola pikir kritis dan pengetahuan dr konsumen juga akan menentukan laris manisnya sebuah brand..
sayangnya masyarakat kita kurang kritis..padahal yg rugi adalah diri kita sendiri.
di kota-kota besar mungkin trendnya seperti itu mas…tapi seperti dikampung halaman saya Batang dan Pekalongan…
warung makan rumahan yang masih memegang kendali, sego megono dan otot, soto tauco, pecak sambel masih menjadi jago di kandang sendiri…
padahal masalah harga juga ga kalah mahal dengan ayam KFC tp masalah “rasa” jauh…
mungkin masyarakat kota kecil masih mengutamakan masakan yang “enak” dari pada yg “instan dan kebarat-baratan”
salam…
pejalanzaman.wordpress.com
setuju Kecepatan penuh ekspansi adalah kunci untuk membunuh kompetitor karena bakal membuat kompetitor susah masuk..
Jadi kepikiran Jual pecel lele pakai brand inggris apa ya.. trus di jual di caffe hehe..
http://www.bayuwin.com
Kan sudah ada…..namanya Pecel Lele LELA…..mirip kafe….bagus….dan sukses…
doktrin media : tv, inet, dll.. seolah-olah barat itu paling maju. mereka berhasil membuat persepsi demikian ke orang2 indo.
kayaknya awalnya dari situ om Yod
Kisah di balik kesuksesan KFC (Kentucky Fried Chicken), msalnya;
Setiap merek produk membutuhkan sebuah cerita untuk awal kelahirannya.
Setiap merek membutuhkan sebuah sosok pribadi untuk lebih dikenal, dan Kentucky Fried Chicken sudah memilikinya. Dan ketika Kolonel San telah melewati masanya, kedua hal tadi tidak menjadi masalah lagi.
Wajahnya dan legenda kehidupannya selalu ada sampai saat ini
Dan Kentucky Fried Chicken adalah tetap yang paling besar dan merupakan merek produk ayam yang paling dikenal di dunia.
Tapi Kentucky Fried Chicken pun mengalami kendala serius.
Masalah manajemen yang merupakan kesalahan perjanjian dengan waktu dan dalam kurun waktu 20 tahun, masalah tersebut muncul.
Masalahnya adalah bahwa di nyatakan bahwa jenis masakan yang digoreng adalah makanan tidak sehat.
Dan banyak orang cenderung mencari jenis makanan yang lebih sehat.
Jadi apa yang dilakukan oleh Kentucky Fried Chicken?
Yaitu berupaya menjauhkan diri dari kalimat “goreng” yang hanya ada dalam pikiran mereka seperti menjiplak bentuk trend lain dalam gaya penyajian ayam.
Ulasan yang menarik pak Yodhia. Semoga pelaku bisnis kuliner asli Indonesia makin maju dan menjadi kuat di rumah sendiri.
di langsa, aceh.. pizza hut, KFC baru buka sebentar 1minggu udah bangkrut,ga ada orang haha..soalnya di langsa pada kompak nongkrongnya dibrand lokal plus harus cocok dikantong ..
bntar lg starbuck masuk kemari? beuhh blomm apa2 udah tenggelam sama StarNanggroe :p
saya baru sadar bahwa kecenderungan kita memakai barang branded karena inferiority syndrom yang diakibatkan bangsa ini dijajah terlalu lama oleh asing. sehingga secara turun temurun menghasilkan iklim “menjaga gengsi” dengan barang branded.
pak request dong bagaimana agar kita bisa tampil percaya diri yang menjulang tinggi
Duh….bangsaku yg konsumtif tak produktif….
jadi bayangin, andai setiap seorang mas yodhia menggandeng seratus org tuk bangkit bersama lalu dibacking oleh pemodal selevel dewan rakyat….super yakin, bangsa kita akan melesat maju…ngalah ngalahin Brunei dll….
masalahnya, IQ n ESQ ny sejalan g y….kt ni kok, dikenal masyarakat dunia sbg bangsa yg kaya sdm n sda ny….tp y…dieksploitasi oleh bangsa lain….
sebenernya yg terjadi diantara kita sesama pribumi adalah ‘krisis kepercayaan’…aku tulis gini dg separuh tak percaya…Duh…
Setuju sama mba Miftahul Jannah,….. Hayyo Mas Yodhia mau nggandeng ngga?? Hehehe….,btw kapan Launching edubisnis nya? Ditunggu lho biar kita bs jadi affiliatenya, …trus sering2 ke Pekalongan ya….salam wuoowww, juosss
informasi yang sangat bagus,memberikan pemaparan yang real tentang apa yang terjadi di masyarakat bahwa Brand sangat penting.
Ide Kreatif itu sangat mahal.contohnya es teh yang ada di warung makan lokal mungkin harganya Rp 5.000.
namun di kafe, es tehnya tetap sama namun dikemas dengan gelas plastik dan pipet harganya bisa spi Rp 15.000 begitu pula dengan pemberian nama.
Makyus informasinya
Mereka berhasil membangun brand ditambah manajemen yang kokoh. Berkaitan dengan gengsi memakai produk berbau asing sepertinya susah terlepas dari pasar Indonesia 🙂
http://www.lisubisnis.com