Tokopedia, Bukalapak dan Gojek mungkin tiga online start up yang paling banyak dibicarakan dalam 3 tahun terkakhir, dalam jagat e-commerce tanah air.
Tiga start up itu digadang-gadang bisa menjadi ikon digital economy masa depan Indonesia.
Namun Tokopedia, Bukalapak dan Gojek juga mengabarkan pelajaran amat berharga tentang valuasi dan cash flow.
Dan tiba-tiba kita ingat papatah indah ini : profit is queen, cash flow is king.
Tokopedia mungkin yang paling moncer. Dua kali Toped mendapatkan pendanaan dari venture capital, masing-masing senilai sekitar 1 triliun. Jadi total sudah 2 triliun disuntikkan sebaga pendanaan.
Jika dana 2 triliun itu dikonversikan menjadi 50% saham, maka valuasi total Tokopedia menjadi sekitar Rp 4 triliun. Jumlah yang fenomenal untuk sebuah start up yang masih muda usianya.
Venture capital kita tahu adalah sekelompok pemodal yang rajin invest ke start up potensial. Harapannya, mereka bisa mendapatkan profit, jika kelak start up di go public dengan valuasi yang lebih fenomenal.
Di Indonesia sekarang ada sekitar 30-an venture capital. Ada yang lokal seperti grup Djarum yang invest ke Bli Bli serta Kaskus; dan Idesource yang tahun lalu invest 300 milyar ke Bhinneka.com.
Ada juga yang asing seperti East Ventures dan Softbank yang invest ke Tokopedia.
Valuasi Tokopedia yang sekitar Rp 4 triliun artinya mendekati julukan sebagai “UNICORN”.
Unicorn adalah sebutan bagi start up yang nilai valuasinya tembus Rp 10 triliun. Diharapkan Tokopedia dan Bukalapak atau Gojek menjadi start up pioner Indonesia yang menjadi Unicorn.
Dua minggu lalu, Bukalapak juga mendapatkan pendanaan baru senilai Rp 500 milyar yang dikonversikan menjadi 35 % saham. Informasi ini tidak terbuka untuk media, saya mendapatkan dari sumber yang layak dipercaya. Artinya, valuasi Bukalapak senilai 1,5 triliun. Amazing.
Intinya baik Tokopedia, Bukalapak atau Gojek sudah mendapatkan guyuran dana dari venture capital sebesar ratusan milyar bahkan triliunan. Semuanya dengan valuasi yang rasanya fantastik untuk ukuran bisnis tradisional.
Nah, sekarang berapa cash flow mereka? Minus atau positif? Cash flow, kita tahu, ukuran yang lebih simpel dan powerful untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan. Cash flow is king.
Aturannya sederhana : jika uang masuk lebih besar daripada pengeluaran, Anda oke. Sebaliknya, jika pengeluaran lebih gede daripada pemasukan, ya Anda defisit. Kalau kelamaan defisitnya, ya kolaps. Semaput.
Model bisnis Bukalapak hanya mendapatkan pemasukan dari semacam iklan para member-nya. Dan juga selisih uang yang dibayarkan oleh pembeli – nilianya hanya ribuan rupiah. Dari informasi yang ada, maka estimasi pemasukan Bukalapak dengan model bisnis seperti ini hanya Rp 1 milyar per bulan.
Pengeluarannya? Dengan karyawan 150 orang dan biaya iklan yang gencar, estimasi pengeluarannya bisa tembus Rp 2 – 3 milyar per bulan. Artinya desifit 1- 2 milyaran per bulan. Dari mana defisit ini ditutup? Ya dari uang investor tadi.
Tokopedia mendapatkan pemasukan dari fee premium member (Gold merchant) dan juga iklan para membernya. Pemasukan Toped mungkin lebih besar daripada Bukalapak, namun biaya pasti juga lebih besar. Lihat saja iklannya ada dimana-mana. Budgetnya pasti puluhan milyar.
Dengan kata lain, posisi keuangan Toped sekarang juga masih minus. Cashflow-nya belum positif. Angka kasar defisitnya bisa 2 – 4 milyar per bulan.
Baik Toped dan Bukalapak sama sekali tidak mengenakan biaya transaksi para penjualnya. Jadi berapapun besarnya transaksi ini, maka tidak ada dampak signifikan bagi pemasukan mereka berdua.
Kasus Gojek juga sama. Pemasukan masih lebih sedikit dibanding pengeluaran. Alias defisit. Maka mereka sekarang juga agak megap-megap, memburu pendanaan baru. Sebab pendanaan lama, uangnya sudah habis dibakar di jalanan.
Burning rate. Ini istilah kecepatan start up dalam “membakar” dana investor. Harapannya, dengan jor-joran membuang uang untuk iklan dan ekspansi, maka pertumbuhan akan melesat. Pertumbuhan dalam aspek pelanggan, nilai transaksi, atau pangsa pasar.
Jadi prinsipnya : growth, growth, growth. Meski prinsip ini harus menghabiskan ratusan milyar. Growth dianggap lebih magis daparipada sekedar profit.
Harapannya, dengan growth yang super fantastik, kelak pembakaran uang saat ini akan impas, dan berganti menjadi profit.
Namun harus hati-hati juga. Terlalu agresif membakar uang, maka bekal dana investor keburu habis, sebelum profit datang. Gojek sudah menunjukkan gejala ini.
Jalan Gojek memang terjal, sebab mereka berhadapan dengan Grab Bike yang sialnya, juga punya amunisi modal yang masif. Grab Bike dari Malaysia dengan pendanaan triliunan juga. Dan mereka siap perang.
Toped dan Bukalapak, sebentar lagi akan menghadapi jalan terjal juga. Lazada Indonesia sudah dicaplok raksasa Alibaba, dengan modal uang yang tak punya lagi nomer seri.
Valuasi Tokopedia dan Bukalapak yang tembus triliunan, berasumsi bahwa pertumbuhan pemasukan mereka bisa tembus 20 kali lipat (atau 2000 persen) dalam 3 tahun ke depan. Pemasukan ya, bukan jumlah transaksi dan jumlah merchant yang bergabung.
Apakah bisa pemasukan cash flow mereka melesat 20 kali lipat dalam 3 tahun ke depan? Mudah-mudahan bisa. Sebab hanya dengan itu, maka valuasi mereka menjadi masuk akal dan justified.
Jika tidak bisa, investor bisa terjebak dalam “financial exuberance trap” – jebakan karena dipicu oleh euforia dan optimisme berlebihan terhadap nilai masa depan.
Jebakan ini sama dengan ketika orang kesurupan batu akik atau bunga anthurium. Cuma bedanya, kali ini obyeknya adalah Toped, Bukalapak dan Gojek.
Financial exuberance trap bisa menimpa siapa saja : entah Anda spekulan saham, venture capitals yang berkantor di London, atau pedagang batu akik di pinggiran jalan.
Sebab “irasionalitas finansial” itu tidak kenal kasta, latar pendidikan atau golongan sosial. Semua orang bisa terjebak dalam kebodohan kolektif saat terjebak dalam keserakahan finansial.
Teringat dg kasus bubble dot com diamerika akhir 1990 dimana bnyk yg antusias n ramai2 terjun ke bisnis ini namun ternyata hal yg terlalu lebay imbasnya tentu negatif.. Yin & Yang
Smg bisnis startp up nasional tdk terjebak dlm tragedi subprime mortgage
Yakena.com | Bitcoin & Bisnis
Semangat harus, tapi rasional wajib.
mudah2an untuk toped,bukalapak,gojek bisa berhasil..aamiin..
hebat banget nih bang yod…untuk riset kemajuan2 setiap perusahaan…
Sejujurnya ketika mendengar Gojek mulai kehabisan uang untuk dibakar, saya tertegun dan berharap mereka tidak sampai bubar seperti fenomena batu akik.
Ini produk yang berguna dan saya sudah menikmati berbagai layanannya.
Tapi memang tanda menuju pasar yang berdarah sudah sangat terlihat.
Saya sempat mengupasnya di sini
https://humancapital-management.net/2016/04/29/rekrutmen-mengapa-tukang-ojek-aja-buat-rebutan-gojek-vs-grab/#more-126
Predatory pricing, talent war adalah sinyal bahwa mereka sudah siap saling bunuh dan secara pribadi saya sangat menyayangkan itu.
Saya masih berharap Gojek tetap bisa menyajikan layanan freemiumnya, karena kalau gagal, maka kepercayaan masyarakat tentang adanya produk berkualitas namun dengan harga murah/ terjangkau akan luntur.
Saya pikir ada banyak celah monetisasi melalui alignment rantai pasoknya, baik secara vertikal atau horisontal. Karena aset pengojeknya tidak main-main.
Ada ratusan ribu orang yang bisa jadi pasar melalui aliansi strategis, dengan penjual oli atau sparepart atau produk lain yang terkait dengan alat kerja utama mereka.
Celah publisitas juga bsa digarap karena nilai berita Gojek sangat tinggi.
Ketika Burung Biru menjalin kerja sama, menurut saya Gojek sedang ditumpangi, karena nilai berita Gojek jauh lebih tinggi dari perusahaan yang sektor bisnisnya masuk ke sunset.
Jadi Gojek bisa monetisasi celah itu melalui kerjasama dengan perusahaan lain yang butuh publisitas, karena tingkat kepercayaan publisitas jauh lebih tinggi dari harga iklan, namun biayanya relatif lebih murah.
Gojek juga punya pengguna aplikasi aktif yang jumlahnya bejibun. Yah, mereka pasti jauh lebih tahu cara menguangkan banyaknya pengguna aplikasi itu.
Jadi bagi saya, sayang banget kalau Gojek terjebak di situasi predatory pricing ini.
Eh, kok jadi ngeblog di lapak orang. Maap pak Yodhia, maap…
Eh, ilustrasi gambarnya itu iklan kayaknya ya… :p
Komentarnya daging semua ini.
Iya betul, banyak celah bisnis melalui aliansi strategis yang bisa didapat dari Gojek.
Jadi ingat 2 tahun lalu membantu start up di depok.. yang cuma bertahan 2 tahun karena dananya habis buat ngiklan dan bayar karyawan sementara pendapatan tak sebanding
Kalau dibandingkan dengan Lazada, tokopedia & bukalapak lebih pro dengan ukm. Saya sendiri termasuk yang merasakan profit dari fenomena tokopedia & bukalapak ini.
Semoga 2 raksasa startup tanah air itu bisa bertahan ditengah gempuran startup asing yang mulai mengekspansi Indonesia.
https://www.rumahsyariahberkah.com
crazy
Besar pasak dari pada tiang….
Bagi saya ketiganya erupakan start up yang sangat fenomenal, meskipun harus berdarah2 jika dilihat dari posisi yang sekarang.
Ini hanya sekedar kegalauan saya saja:
Model bisnis Toped dan BL sudah banyak, demikian juga utk Gojek, pesaingnya asing dan untunglah regulasi kini berpihak.
Dalam hal ini optimisme tinggi sangat penting melebihi suntikan dana dari pemodal,
Semoga ke 3 start up ini nggak cuma gila2an aja melainkan lebih moncer perkembangannya dan cash flow lebih baik
Yang penting terkenal dulu Kang 🙂
Kalau sudah terkenal customer dan calon customer bisa dikelola sesuai ekspektasi mereka.
Bukankah mereka memilikigudang uang yang tak ada nomer serinya?
dan kita tunggu saja perkembangan berikutnya, mudah-mudahan sesuai harapan.
Tulisan yang sangat mencerahkan, renyah, dan inspiring.
Memang ada target tersendiri unt Start Up dari Venture Capital dalam membakar uang, kira2 3-4 tahun sebelum proses IPO nantinya, bahkan jika uangnya tidak habis dibakar, maka start up tsb dianggap kurang sukses.
Dengan menggunakan KPI tertentu, misalnya jumlah customer base yg didapat selama 4 th, atau jumlah transaksi harian,dsb. walaupun memang blm mendapatkan keuntungan.
Pada akhirnya bisnis model yg kuat dari masing2 start up akan menjadi acuan, bagaimana cara mendapatkan profit pada saatnya nanti, apalagi setelah IPO..
tadinya saya berpikir kenapa para investor besar besar tadi berani bakar uang untuk para start up seperti tokopedia , buka lapak dan gojek… padahal monitize nya sepertinya sedikit,,, tokped dari gold member dsbnya…
setelah membaca tulisan pak yodh jadi nggeh..
oo.. jadi gitu to 🙂
mudah mudahan tok ped + buka lapak bisa bertahan menghadapi raksasa start up dan tidak saling bunuh bunuhan….. sangat membantu sya,, baik sebagai seller maupun buyer 🙂
Salut buat buat pendiri Bukalapak, Tokped dan Gojek..semoga ketiga startup ini tetap eksis di Indonesia (y)
Benar banget, sudah kelihatan pasar start-up ini sudah memasuki area yang berdarah-darah. Terlihat banget dari massive-nya pengiklanan yang mereka semua lakukan.
Mudah-mudahan dengan adanya suntikan dana yang sedemikian, salah satu dari mereka bisa tiba-tiba mencetuskan sebuah strategi blue ocean, supaya bisa bertahan. Ya.. demi neraca yang tidak defisit terus-terusan.
Jadi bisa jadi pelajaran juga buat kita semua.
Amazon bagaimana ya?
Apakah konsep bisnisnya hampir sama semua, tetapi kenapa Amazon tidak ada kabar-kabarinya? Mungkin menurutku sebuah perusahaan ada umurnya, kalo terlalu banyak dikarbit (investasi masuk dengan burn rate yang tinggi) perusahaan malah beresiko kolaps.
entah, kalau GO*EK sudah keliatan kalo mereka lagi butuh uang dengan promo 50% GO-Pay, memancing penggunanya untuk mendepositkan “duluan” uang rupiah ke dalam akun gojek.
good article mas, ternyata brand brand besar yang iklannnya berlimpah ruah sampe tumpah tumpah pun masih defisit ~
kalau ide yg cerdas saya tangkap dari google dan facebook. google membeli youtube dan facebook membeli WA dan instagram. artinya euforia ini bertahan lebih lama. bukan yg hanya eforia seperti friendster, myspace dan lainnya
seperti biasa…. pak yodhia senantiasa memberikan analisa yg aktual, tajam dan terpercaya… kayaknya bakal booming nih pak artikel nya kayak artikel nya dulu tentang batu akik.. hehehehe
Hmm…analisis yang perlu direnungkan oleh para pebisnis startup. Optimisme yang berlebihan tanpa rasionalitas memang bisa mematikan.
Artikel yang mencerahkan, mas Yodh..
https://www.teknikpersinyalan.com
wow, analisa yang membuat gelisah nih mas…tapi semoga euforia gojek, bukalapak dan tokopedia dibarengi dengan siasat bisnis yang jitu untuk kelanggengan mereka…bukankah batu akik juga masih awet di komunitas2 fanatik mereka?
Ciri start up era digital emang gini. Bakar uang dulu, kemudian berdoa, semoga growthnya bisa fantasti kedepan sehingga bisa dijual atau IPO dengan harga fantastis. Faktor gamblingnya besar banget. Mungkin silau pada hasil dari sebagian kecil yang sukses seperti Google, Ali Baba, dll.
Tp knp multiply bisa tutup tiker gitu ya..? apa krna ga cocok sama pangsa pasar indonesia?, sistemnya OK lg. skr bolehlah mereka bertiga (bukalapak, toped, gojek) berjaya, tp liat 3-5th mendatang ” bisnis saya jauh lbh baik dr mereka ” wk wk *ngimpi aja dulu :v
yang jadi ancaman besar adalah comfort zone. jika mereka tidak bisa berinovasi lagi, siap seperti nokia yang tinggal nama dan cerita. Dihajar habis2an oleh pesaing yang sangat inovatif
makasih share ilmuny mas…
Ulasan yg keren Pak.
Tapi saya rasa yg paling penting adalah terciptanya ekosistem yang saling bergantung. Dan itu sudah terjadi di BL Toped dan Gojek. Meski tidak beriklan sejumlah transaksi massive sudah terjadi secara organik.
Pola membakar duit adalah program expand harapannya pangsa pasar semakin berkembang.
Bagaimana dengan startup pemula? Apakah Anda punya cukup kapital buat jor joran bakar uang? Semua pilihan Anda.
Semoga ketiganya gak kolaps, bisa memberi manfaat lebih banyak kpd khalayak,
Trm kasih sajian artikelnya pak Yod. Selalu menginspirasi.
Tapi, menurut berita yang saya baca di CNN Indonesia, pihak Gojek mengaku tidak sedang kesulitan keuangan,. Bahkan masih sangat cukup. Hal ini ditandai dengan ekspansi yang dilakukanbaik dari sisi layanan yang ditambah, maupun pangsa pasar.
memang era perang e commerse saat ini sedang melanda dunia khususnya indonesia. entah sampai kapan era ini berlangsung, era apa lagi setelah toko online yang akan melanda masyarakat 5-10 tahun ke depan
wah bahaya juga bisa gojek bubar. itu transfortasi keren yang pernah ada.
ngeri gilak total kekayaan sebuah web teknologi yang kita lita masih dalam usia baru..
luar biasa memang, terkagung-kagung 😀
jaman saat ini sudah serba online dan online…
dalam hall ini saya tetep berharap banyak pada toped dan bukalapak….
joss…josss….
Artikel yang menarik.
Saya menjajaki kedua online shop Tokopedia dan BL, dan dari kedua itu yang paling lama, aktif, dan efektif adalah Toped.
Jauh sebelum booming dan belum ada iklannya, saya sdh bergabung dgn Toped sejak 2010. Dan sampai sekarang cukup nyaman.
Sempat terbesit dr awal klo Toped dapat keuntungan dari mana ya? Karena 2010 blm ada Gold Merchant.
Klo saran saya agar Toped dan BL bisa bertahan mending hasil penjualan seller dipotong 0,5% – 1%.
Bagaimana menurut anda?
Ya fee transaksi itu rencananya akan mulai dilakukan bukalapak….namun besarnya hanya 0.25% – 0,3 % dari nilai transaksi.
Kalau toped, ndak ada rencana. Toped saya kira lebih baik fokus memperbanyak premium/gold merchants seperti alibaba. Ini juga menguntungkan dalam jangka panjang.
Keren pembahasannya.
Gojek emang pertumbuhannya pesat sih ya, dari yg hanya ojek onlen, skrg sudah merambah ke mana2. Saingannya si grab yg modalnya oke, jg mulai ikutan merambah. Ditambah lagi skrg ada uber huehehe.
Jd sangat menarik utk diliat, apakah ke depannya bakal trus saing2an harga yg artinya burning money trus bg mereka — tp konsumen senang sih huehe.
Saya berharap ketiga-tiga startup Indonesia ini bisa bertahan. Malah jangan bertahan aja.
Semoga mereka bisa berkembang dan malah merantau and if it’s possible mendunia. Saya sangat terbantu dengan ada nya ketiga-tiga startup ini.
Penjualan saya sangat terbantu dengan adanya Bukalapak dan Tokopedia. Situs pribadi saya http://www.indodealz.com tidak bisa menarik pengungjung seperti Bukalapak.
Mereka bisa menarik hampir 2 juta pengungjung per hari. Tapi saya setuju sudah waktu nya Bukalapak dan Tokopedia monetize traffic mereka.
Saya yakin manajemen mereka sudah ada rencana untuk monetize traffic ke website mereka.
Mereka startup Indoensia, semoga warga negara Indoensia bisa mendukung mereka untuk berkembang.