Keajaiban Leicester City : Pelajaran Kunci tentang Sukses dan Daya Resiliensi

leicester-behind-scenes_3431711
Artikel ini merupakan kontribusi dari guest blogger bernama Imam Adi Prihantoro

Dini hari, 3 Mei 2016 Waktu Bekasi.

Layaknya dongeng pengantar tidur, Liga Primer Inggris musim 2015 – 2016 ditutup sempurna. Leicester City yang mewakili stereotip miskin, penurut, dan lemah tak berdaya, sukses menjadi juara, setelah mampu menarik simpati banyak pihak di sekitarnya.

Para rival yang secara teknis lebih kaya, lebih kuat, dan memiliki posisi tawar lebih tinggi, di akhir musim justru mendukung si lemah itu untuk mengukir sejarah.

Sepakbola adalah miniatur organisasi. Di sana secara lengkap tersaji strategi organisasi, pemilihan struktur, penempatan personel, pengembangan pemain, motivasi, kerjasama, kegairahan, target, dan menang atau kalah.

Maka, dari kemenangan Lecester City ini, kita bisa bercermin kembali, mengapa mereka bisa sukses.

LCFC jelas memberikan pelajaran bahwa modal uang saja tidak bisa membeli kesuksesan.

Ada hal-hal yang jauh lebih berperan bagi kesuksesan organisasi dan bisnis. Apakah itu?

Kerja Sama.
“Fans seperti tomat. Tanpa tomat, tidak akan ada pizza.”

Sebuah ungkapan sederhana dari Claudio Ranieri ini menggambarkan betapa dirinya sangat menghargai setiap elemen dalam organisasi, bahkan kepada penonton yang kalau dalam proses bisnis, penonton ini bukan pelaku utama dalam keberhasilan organisasi.

Kalau dalam organisasi dikenal adanya critical position dan supporting position, jelas penonton tidaklah masuk dalam critical position. Tapi Ranieri menganggap bahwa tanpa adanya penonton, organisasi tak bisa eksis.

Psikologi mengenal adanya istilah Kohesivitas. Ini adalah nama lain dari teamwork. Carron mendefinisikan teamwork sebagai proses dinamik yang menggambarkan kecenderungan sebuah kelompok yang tetap bersatu dan tetap pada kebersamaan tujuan dan sasaran.

Sebuah team atau kelompok dikatakan kohesif jika memiliki tanda-tanda sebagai berikut: adanya saling ketergantungan antaranggota, hubungan yang stabil antar anggota kelompok, perasaan bertanggung jawab terhadap hasil usaha kelompok, berkurangnya ketidakhadiran, dan kemampuan bertahan terhadap gangguan.

Ciri-ciri ini ada semuanya di Leicester City. Tidak adanya pemain yang berstatus ‘sangat bintang’ membuat mereka harus berkolaborasi untuk menghasilkan kinerja yang terbaik.

Si Rubah adalah organisasi yang sangat fokus pada tujuan. Statistik mereka yang menggambarkan kinerja proses bukanlah yang terbaik. Penguasaan bola kurang dari 45%, rata-rata jumlah umpan dalam satu pertandingan masuk katergori 5 tim terbawah, akurasi umpannya pun memprihatinkan unutk ukuran kampiun liga besar dunia.

Namun mereka mampu mengeksploitasi keunggulan kompetitif mereka untuk mendapatkan kinerja hasil yang maksimal.

Di sini prinsip pareto berlaku. Bahwa siapapun yang mampu mengoptimalkan 20% keunggulan kompetitif pada bisnis utama, memiliki peluang keberhasilan 80%. Keunggulan kompetitif mereka adalah kecepatan pemain-pemainnya.

Tak tanggung-tanggung, mereka menyumbang 4 pemain dengan kecepatan tertinggi di Premier League dan 3 posisi teratas diduduki pemain mereka, sementara yang peringkat keempat adalah eks akademi Leicester.

Keunggulan kedua adalah pertahanan yang solid. Hal ini ditandai dengan kiper mereka, Kasper Schmeicel mencatat clean sheet (tidak kebobolan dalam satu pertandingan) di posisi keempat terbaik. Sedangkan bek mereka, Kante, adalah pemain tersukses dalam melakukan intersep dan tekel dibanding bek-bek tim lain.

Jadi yang merela lakukan adalah bertahan dengan baik, tak memainkan bola terlalu lama, mengirimkan bola-bola daerah dan langsung maju ke depan dengan kecepatan pemain-pemain mereka, untuk menghukum tim lawan melalui serangan balik. Ini tak akan berhasil jika mereka tidak melakukan kerjasama dengan baik.

Resiliensi.
Saya mengenal istilah ini dari Handry Santriago (CEO GE) beberapa tahun lalu ketika menceritakan kisah sukses beliau.

Salah satu yang sangat membekas adalah cerita tentang resiliensi ini. Ia menyebutkan bahwa kunci sukses dirinya adalah ability to bounching back.

Ada dua pilihan ketika jatuh, menjadi karung pasir atau menjadi bola bekel. Kantong pasir ketika jatuh tidak ke mana-mana. Namun bola bekel berbeda. Ketika dijatuhkan ke lantai, dengan kelenturannya dia akan memantul. Semakin keras didorong atau dijatuhkan ke lantai, semakin tinggi bola itu melenting.

Leicester City jangan ditanya. Dia adalah simbol tim yang teraniaya. Musim sebelumnya harus berjuang mati-matian hanya untuk bisa bertahan di Liga Primer. Awal musim harus kehilangan pelatih karena masalah nonteknik.

Namun mereka mampu bangkit dari keterpurukan itu dan hasilnya adalah kesuksesan. Cerita-cerita sukses semacam ini sangat sering kita jumpai.

Passion.
“Resep paling penting itu semangat tim. Kedua, para pemain dapat menikmati sesi latihan. Ini penting supaya mereka bisa bekerja keras sekaligus menikmatinya,” ungkap Ranieri.

Kutipan ini menggambarkan bahwa tim ini diliputi oleh semangat yang tinggi, yang terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Semangat itu dijaga secara konsisten baik di latihan maupun di pertandingan.

Hanya semangat di salah satu bagian saja tidak akan sukses. Misalnya hanya semangat di latihan, dengan target terpilih di starting line up, tidak akan membawa kesuksesan tim di pertandingan sesungguhnya. Sedangkan semangat saja di pertandingan tidak cukup.

Tim yang sukses dalam jangka panjang membutuhkan Myelin yang memadai.

Myelin, istilah dari Rheinald Kasali, atau membangun otot kerja secara intensif melalui latihan yang spartan. Maka, myelin tidak akan cukup terbentuk jika tidak dilatih dengan semangat. Jika Myelin organisasi tidak kuat, maka ketika pertandingan pun tidak akan maksimal. Istilah iklannya, Semangat aja Tidak Cukup.

Tiga hal itu adalah sebagain kecil dari banyak hal yang membawa kesuksesan Leicester City.

Menurut Ranieri, “Setelah Anda harus melakukan segalanya dengan benar, tapi seperti sejumput garam di dalam pizza, Anda butuh kemujuran.”

Sepakat dengan hal tersebut, Leicester City adalah sebuah keberuntungan.

Namun ini adalah Keberuntungan versi Thomas Jefferson yang mengatakan, “Saya sangat percaya pada keberuntungan. Semakin keras saya bekerja, semakin besar saya memiliki hal itu.”

Jadi, tidak ada keberuntungan tanpa usaha dan kerja keras.

Penulis artikel ini adalah Imam Adi Prihantoro yang memiliki blog bagus tentang Human Capital DISINI.

25 thoughts on “Keajaiban Leicester City : Pelajaran Kunci tentang Sukses dan Daya Resiliensi”

  1. Leicester City bener2 memberikan pelajaran kehidupan kepada tak hanya insan olahraga sepak bola tetapi juga Dunia

    Dari Looser, Nothing hampir degradable manjadi hero.. champion

    Manajerial, Team work, Spirit para pemain The Wolves bkn jd panduan tahun ini..

    yakena.com | Bisnis & Bitcoin

  2. Saya pribadi adalah pendukung setia MU yang kagum dan terinspirasi juga dengan kesuksesan Leicester City..

    Kita memang bisa mengambil pelajaran dari apapun dan siapapun. Jadi lebih semangat lagi mengejar impian karena ga ada hal yang yidak mungkin.

    Imposible is nothing.

    Salam

    Blog Rumah Syariah Berkah
    rumahsyariahberkah.com

  3. inspiring moment,

    semoga kitasemua & TeamNas Indonesia dapat belajar tentang mental bola bekel

  4. Ini membuktikan bahwa kerja keras bisa mengalahkan uang yang saat ini hampir mendominasi klub besar di liga inggris,,,salut untuk Leicester City

  5. the ability to bounching back itu yang jadi pelajaran penting. Kalau gagal dan terhempaskan, kudu berani bangkit dan gigih. Persistensi lah!.

  6. Saya juga penggemar MU, mas Nasuha. Tapi entah kenapa kok di akhir-akhir kemarin turut mendoakan kesuksesan LCFC ya.

    Tapi memang resiliensi ini menjadi kata kunci di banyak kejadian.
    Kalau Thomas Alfa Edison menyerah ketika eksperimen, maka kita mungkin nggak bisa merasakan dunia terang. Pak Handry ngga bisa jadi top management di GE (karena GE mungkin nggak ada).
    Saya… jadi nggak kenal istilah “The ability to bounching back (karena ngga ketemu pak Handry ini.) 😀

    Terima kasih Pak Yodhia atas izinnya untuk nampang di web legendaris ini.

  7. Daya resiliensi laksana sebuah mantra yang menimbulkan keajaiban-keajaiban, Mantra yang bisa mengubah sesuatu yang tadinya bukan siapa-siapa menjadi sesuatu yang diperhitungkan.

    Seseorang yang ‘culun’ bisa mewujudkan mimpi.

    Seseorang yang males-malesan bekerja bahkan hampir di PHK menjadi seorang yang memiliki passion tinggi terhadap pekerjaannya.

    Dan jadi teringat kisah menyedihkan Mas Suryo, yang sekarang entah di mana, karena belum ada kelanjutannya 🙂

  8. Sedikit koreksi Mas Imam Adi…

    “Sedangkan bek mereka, Kante, adalah pemain tersukses dalam melakukan intersep dan tekel dibanding bek-bek tim lain.”

    Sepengetahuan saya KANTE bukanlah seorang bek. Namun dia adalah seorang gelandang bertahan.

    Ada yang menjulukinya sebagai “new makelele” (Makelele adalah seorang gelandang bertahan).

    Namun, secara fungsi gelandang bertahan berfungsi sebagai peredam serangan lawan pertama kali sebelum serangan sampai kepada bek.

    Terima kasih.

  9. Leicester adalah bukti kejeniusan pria Italia dalam strategi.

    Leicester adalah simbol kemenangan rakyat, pesta rakyat yg sesungguhnya. Rakyat sepakbola.

    Hampir semua fans tim ikut merayakan kemenangan ini.

    #GGMU

  10. bukti nyata sebuah kedisiplinan dan kerja cerdas, yang dapat menumbangkan pola pemikiran bahwa kesuksesan hanya bisa diraih dengan aset yang melimpah.

  11. Saya berharap title yang diraih Leicester tahun ini bukan anomali dan bisa bertahan minimal 5 besar di musim depan..

  12. Semenjak Leicester juara, saya memiliki prinsip tak ada yang mustahil dalam hidup jika kita mau berusaha dan terus berusaha.

    makasih atas artikenya mas

Comments are closed.