Apakah Wajar Lulusan Fresh Graduate Langsung Minta Gaji Awal Rp 9 Juta/Bulan?

Minggu lalu ada isi IG story yang viral. Inti isinya adalah ada anak lulusan UI (dia tak menyebutkan jurusannya) yang dengan agak arogan menolak tawaran kerja dengan gaji awal “hanya” Rp 8 juta/bulan.

Dia bilang, lulusan UI adalah lulusan yang spesial dan harus dihargai dengan lebih mahal. Beda dengan kampus biasa lainnya.

Wah, mantap juga rasa percaya dirinya, dan juga sikapnya yang rada sombong.

Oke, lepas dari isi status anak lulusan fresh graduate dari UI yang agak takabur itu (dan sikap ini yang mungkin memicu antipati dan lalu malah jadi viral), maka mari coba kita telisik topik ini dengan lebih jernih dan komprehensif.

Dari status itu, ia menolak tawaran gaji awal sebagai fresh graduates yang “hanya” Rp 8 juta. Artinya dia meminta lebih, katakan Rp 9 juta atau bahkan 10 juta per bulan.

Sejatinya gaji awal yang Rp 8 juta untuk lulusan yang baru wisuda S1 adalah sebuah angka yang sudah cukup tinggi. Belum banyak perusahaan atau instansi di tanah air yang sanggup memberikan gaji awal lulusan S1 sebesar itu.

Sebagian besar perusahaan di tanah air bahkan hanya sanggup memberikan gaji awal Rp 3 hingga 4 jutaan untuk para fresh graduates – atau jauh dari standar lulusan UI tersebut. (Standar gaji fresh graduates Indonesia bisa dibaca pada artikel saya yang ini).

Namun apakah permintaan itu wajar? Menurut saya wajar dan sah-sah saja.

Kenapa? Sebab saat ini UMK d Jakarta adalah sekitar Rp 4 juta/bulan. Sementara kita tahu, banyak dari operator di pabrik yang menerima upah sesuai UMK adalah rata-rata hanya lulusan SMK atau SMA.

Karena itu, logis jika seorang lulusan S1 selayaknya mendapatkan gaji setidaknya dua kalinya, atau minimal Rp 8 juta per bulan.

Kalau gaji lulusan fresh graduates S1 disamakan dengan UMK atau hanya Rp 4 juta/bulan, ini malah terkesan merendahkan “nilai jual” sarjana S1. Apalagi jika lebih rendah dari angka itu.

Namun sayangnya, besaran gaji lulusan S1 itu tidak ditentukan oleh perasaan atau “pikiran yang logis” semata. Yang paling menentukan besaran gaji fresh graduates itu adalah “hukum besi ekonomi bernama supply and demand”.

Hukum penawaran dan permintaan adalah prinsip kunci dalam menentukan sebuah harga, termasuk harga upah seorang lulusan S1.

Nah kenapa rata-rata gaji lulusan S1 saat ini masih belum bisa di atas Rp 8 juta/bulan? Sebabnya simpel : karena permintaan pasar lebih rendah daripada pasokan. Atau demand lebih kecil daripada supply.

Dan hukum alam mengatakan : kalau kondisinya seperti ini pasti harga akan jatuh atau murah. Contoh yang sama terjadi pada harga buah-buahan yang biasanya makin turun jika terjadi panen besar, dan sebaliknya akan mahal jika pasokan langka.

Nah saat ini jumlah pekerjaan yang membutuhkan kualifikasi S1 di Indonesia itu masih belum banyak, atau masih kalah jauh dibanding jumlah lulusan S1 setiap tahunnya. Pekerjaan paling banyak di tanah air hanya membutuhkan kualifikasi SD atau SMP (misal pekerjaan petani, nelayan, penjaga toko, buruh bangunan dll).

Kondisi dimana pasokan lulusan S1 jauh lebih banyak daripada permintaan pasar ini juga membuat angka penggaruan lulusan S1 sangat tinggi. Saat ini angkanya di atas 500 ribu (banyak juga pengangguran terdidik di negeri ini).

Bahkan jika diukur dalam persentase, maka persentase lulusan S1 yang menganggur masih lebih banyak dibanding persentase lulusan SD yang menganggur. Artinya tingkat penyerapan tenaga kerja lulusan SD masih lebih bagus dibanding lulusan S1. Wadoh 🙁 🙁

Dalam kondisi seperti di atas, maka menjadi mudah bagi perusahaan untuk menetapkan gaji awal fresh graduate yang tidak tinggi-tinggi amat.

Pengusahanya bilang : Lha wong saya gaji Rp 3 jutaan/bulan saja, banyak lulusan S1 yang mau kok. Ngapain saya gaji Rp 8 juta.

Hahaha, modar sampeyane 🙂 🙂

Maka agar nilai jual lulusan S1 pelan-pelan bisa naik, mungkin memang harus ada yang kayak lulusan UI di atas. Harus makin banyak lulusan S1 yang dengan pede dan agak sombong, menolak tawaran gaji Rp 8 juta/bulan. Hei hargai gue dengan lebih mahal dong.

Tapi problemnya : kalau ada yang jumawa menolak gaji sebesar itu, maka dijamin akan ada ribuan lulusan S1 lainnya (dari kampus lain yang juga cukup bagus) yang dengan cepat akan menyambar lowongan itu.

Ada ribuan orang yang antre untuk menerima gaji awal Rp 8 juta/bulan (bahkan ada yang berani kasi diskon 40%).

Maka harga gaji awal lulusan S1 akan tetap lambat kenaikannya, sebab pasokan tetap melimpah jumlahnya. Sementara market demand tidak begitu tinggi.

Itulah satu poin yang menarik dari isi status lulusan UI tersebut.

Ada satu poin menarik lainnya dari status itu (dan ini yang memicu antipati netizen dan bikin isinya jadi viral).

Yakni si anak tadi dengan sombong menolak tawaran gaji Rp 8 juta/bulan sambil menyebut alasannya karena dia anak lulusan UI.

UI itu beda lho kualitasnya dengan kampus lain, kalau UI itu kelasnya internasional, jangan disamakan dengan yang lain dong.

Menurut saya alasan itu menarik, dan sejatinya sudah lama menjadi perhatian saya sebaga Konsultan SDM.

Jadi selama ini saya mencari studi saintifik atau riset empirik di tanah air yang mencoba melacak korelasi kinerja karyawan setelah 6 bulan diterima bekerja, dengan asal kampus orang tersebut.

Sayangnya saya tidak pernah menemukan studi atau penelitian seperti itu. Seharusnya ada peneliti independen (yang mungkin bisa disponsori oleh Dikti) yang mau melakukan riset seperti itu. Jadi lulusan dari semua kampus PTN dan PTS terakreditasi dilacak bagaimana level kinerjanya setelah 6 atau 12 bulan bekerja.

Saya memiliki hipotesa : tidak ada korelasi antara dari kampus mana Anda lulus dengan kinerja Anda setelah 6 bulan kerja di perusahaan pertama yang Anda masuki.

Dugaan saya : faktor individual dan prestasi lulusan ini saat kuliah (misal dia aktif di berbagai aktivitas) yang lebih menentukan level kinerja dia. Kalau anak ini memang sejak kuliah sudah aktif, atau sudah punya sejumlah pencapaian yang unik, kemungkinan besar dia akan bagus kinerjanya. Tak peduli dari kampus mana dia berasal.

Dengan kata lain, variabel asal kampus sama sekali tidak punya pengaruh terhadap kinerja awal seseorang dalam memasuki dunia kerja.

Karena itu, membanggakan asal kampus dan merasa kalau lulusan dari kampus tertentu pasti akan hebat kinerjanya adalah sebuah ilusi. Alias sebuah statement yang tidak atau belum ilmiah (not scientifically proven).

Dan ini ironis, sebab keyakinan yang belum ilmiah ini justru muncul dari lulusan S1 sebuah perguruan tinggi terpandang.

Namun sayangnya, hipotesa saya itu masih belum diverifikasi secara valid. Sependek pengetahuan saya, belum pernah ada sebuah riset yang secara komprehensif melacak apakah ada korelasi antara asal kampus (dan juga asal jurusan) dengan variabel kinerja lulusan itu 6 bulan atau 1 tahun setelah bekerja.

Demikianlah dua poin menarik yang bisa kita petik sebagai hikmah dari isi status IG Story tentang gaji awal seorang fresh graduate.

Semoga gaji Anda saat ini sudah memuaskan, dan cukup untuk menjalani hidup yang sejahtera. Amin.

18 thoughts on “Apakah Wajar Lulusan Fresh Graduate Langsung Minta Gaji Awal Rp 9 Juta/Bulan?”

  1. Menurut saya, kemampuan atau kompetensi apa saja yang telah dimiliki seseorang lebih menentukan besaran gaji awal yang akan diterima, dibandingkan dengan dari kampus mana dia berasal, asalkan tidak berasal dari kampus yang hancur banget.

  2. Tak ada yang salah dengan permintaan gaji segitu, lah wong lebih gede dari itu juga tak masalah, bila dibarengi dengan skill yang ADUHAI, alias “gak abal-abal, ngejual omong kosong doang”

    Wong “tukang angon bebek lulusan SMK “aja bisa punya penghasilan. segede GOBANG, masa yang lulusan S1 dibayar se-uprit aja mau, buat ongkos jalan ke tempat gawe aja kudu ngutang, alias boncos.

    Ada lagi yang nylethuk ” wong jualan oles-oles aja sebulan bisa dapat puluhan juta”

    Ada lagi seorang di pelosok ndeso dekat dataran tinggi Dieng yang juga lulusan SMK dan menekuni bidang online marketing, penghasilannya puluhan juta per bulan.

    Tapi semua kembali lagi ke orangnya, kalau sekedar nyari kesibukan daripada nganggur ya monggo gaji berapa pun embat 🙂

    Atau malah mau fokus “nganggur

    Namun yang punya skill mumpuni dan hanya mau digaji sesuai kualitasnya pun tidak masalah.

    Semua kembali ke pribadinya sendiri.

    Salam sukses penuh keberkahan.

  3. Chauvinisme kampus.. andai seluruh kampus PTN ataupun PTS sudah sama level nya seperti UI mungkin akan lain lagi viral nya..

    Apapun itu kembali ke manusia nya.. skill ,power knowledge n luck apa yang dimiliki nya..

    Salam sukses untuk kita semua..

  4. Saya sebagai pelaku pengusaha star up merasa bahwa sistem gaji pada era saat ini sudah tidak cocok. Sistem gaji kurang memotivasi karyawan untuk bekerja lebih.
    Menurut saya lebih baik sistem fee per project, sepeti hal-nya ” go-jek” , kerja dapat duit gk kerja terserah lu.. mau hasil banyak ya harus kerja banyak.
    Klo gajian cenderung kerja capek/ lembur toh gaji bulan depan juga belum tentu naik. Itu juga klo owner nya baik, klo enggak ya hasil lembur kita cuma bakalan buat pergi keluar negeri sama si owner..dan kita banter-banternya naik gaji 10% per tahun..(pengalaman pribadi)

    Salam dari pengusaha ( orang yg berusaha),,heheh

    >> Inspirasi Desain Rumah kunjungi http://www.desaingriya.com

  5. Menteri Kelautan dan Perikanan bu Susi ga lulus SMP bisa jadi menteri, ini modal ijazah UI doang otak kopong..wkwk
    Kelaut aja lu

  6. 8 juta….ehm…boleh kalo mau di REMOTE AREA…. kl perlu ditambahin tunjangan jadi 12 juta

  7. seharusnya: judulnya 8 juta bukan 9 juta, jadi jangan ditambahin.,hehehe

    Buat anak Millenial
    intinya SIKAP dan INTEGRITAS itu yg diperlukan di Dunia Kerja…manusia bukan MESIN walaupun Manusia bagian dari faktor produksi.

    Jangan mau dibayar murah..tapi juga jangan murahan dalam menyikapi SIKAP dan INTEGRITAS.

    Bekerjalah di suatu tempat walaupun tidak membuat Kaya tapi membuat kamu di hargai dan di hormati..insyaAllah kamu akan menjadi Kaya..berSyukurlah..kedepan RI 4.0 bukan manusia yang bekerja tapi Mesin.

  8. Saya saat ini sedang membangun sebuah perusahaan web developer. Alhamdulillah lumayan besar projectnya.

    Namun untuk menggaji tetap seorang karyawan dengan tanpa jaminan performa menurut saya adalah buang2 duit.

    Saya lebih rela menggaji seseorang 16jt dalam sebulan namun dengan garansi project bakal beres dan selesai. Murni kalkulasi bisnis.

    Menurut saya sistem gaji juga kurang begitu tepat untuk beberapa bisnis. Bagusnya fee per indikator performa jauh lebih baik dan adil. Karyawan juga jadi lebih termotivasi.

    Salam sukses
    Direktur matob Creative Studio
    https://matob.web.id

  9. Kalau saya tetap berfikir positif, semoga aja yang menolak gaji 8juta/bln itu skillnya udah tingkat dewa jadi wajar. haha

    Apadayaku yang hanya lulusan SMK tapi memiliki skill fb ads, instagram ads, content writer dan mampu membantu menjual produk properti 17 unit dalam 6 bulan :’)

  10. 3 tahun terakhir saya kerja di perusahaan industri pabrik sawit, Mayoritas karyawannya adalah lulusan SLTA, dgn kisaran gaji 5-7 juta/bulan.

    Disini hanya sedikit yang lulusan sarjana. Karena kata orang, perusahaan industri lebih mengutamakan mereka-mereka yang siap tempur, tidak menyandang gengsi dan sebagainya. Dan poin tersebut ditujukan kepada kami tamatan SLTA ini, terutama untuk bagian produksi (bagian dengan gaji terbesar).

    Tapi entahlah kalo di jenis perusahan lain.

    Namun Entah kenapa saya selalu merasa, bahwa teori perkuliahan tidak teraplikasi secara maksimal saat memasuki dunia kerja, khususnya bagian produksi di pabrik industri, karena saya menyaksikannya langsung. 🙂

  11. Kalau saya malah yang terpikir bukan konten postingannya. Ini cuma akal-akalan si penulis yang hanya bikin heboh. Entah betul dia pernah ditawarin entah tidak…Sok paten kali lah…

  12. munkin mas Yodia bisa cari info tersebut Kemeristek dikti. perguruan tinggi besar diwajibkan melakukan tracer study, dan data nya dilaporkan secara online ke kemeristek dikti. bahkan juga perguruan tinggi kecil dan swasta di berikan hibah riset untuk melakukan tracer study tersebut. pemenang hibah melaporkan secara onilne.
    https://pkts.belmawa.ristekdikti.go.id/

  13. Ulasan yang menarik pak. Kalau menurut opini saya, sebenarnya tidak masalah meminta gaji segitu asalkan dengan kompetensi yang mumpuni dan bisa meyakinkan si recruiter

    Hanya saja si penulis menyampaikan opininya dengan bahasa yang kurang tepat sehingga seakan-akan seperti “shombonk”

  14. Sejati nya tawaran gaji sbg freshgrad hanya sebagai pintu masuk saja. Semua ada proses nya. Bisa jadi berhasil handle 1-2 proyek bisa langsung naik posisi dengan gaji double. Jaman sekarang tidak jarang spt itu. Jadi naif sekali kalau ditawari 8 juta dan ditolak, seolah olah kedepannya ga bisa naik lagi

    Salam
    https://umrahjogja.com

Comments are closed.