Perang Pemasaran Big Brands Indonesia

Pakar pemasaran Al Ries & Jack Trout dalam karyanya yang fenomenal berjudul “Positioning : the Battle for Your Mind” menuliskan : perang bisnis itu sejatinya sangat simpel, yakni perang untuk memenangkan persepsi yang ada di benak pelanggan.

Brand bisnis yang unggul selalu adalah brand yang mampu merebut persepsi positif dalam benak para calon konsumen. Positioning mereka kuat menancap dalam sel saraf para pelanggannya.

Lalu bagaimana kiprah BIG Brands di Indonesia dalam melakukan perang untuk menguasai persepsi jutaan calon pelanggannya? Mari kita ulas dalam sajian pagi ini.

Salah satu indikator kunci untuk melihat sepak terjang para big brands di Indonesia dalam merebut hati jutaan calon pelangannya adalah dengan melihat berapa besar anggaran iklan yang mereka gelontorkan.

Sebab, pada akhirnya iklan atau advertising tetap merupakan senjata yang paling powerful dan efektif untuk merebut pasar.

Sebuah produk hebat yang tidak pernah dipasarkan dengan agresif biasanya akan kurang laku.

Sebaliknya, sebuah produk yang biasa-biasa saja namun terus menerus diiklankan dengan agresif, lama-lama akan laris juga.

Dalam ilmu komunikasi pemasran dikenal istilah “brand awareness”. Anda akan lebih mungkin membeli sebuah produk jika Anda sudah kenal dengan brand itu.

Dan bagaimana cara terbaik untuk membuat otak Anda kenal dan ingat dengan brand tersebut? Salah satunya ya dengan iklan yang gencar, dan diulangi secara masif. Ada sebuah aturan dalam dunia iklan, seseorang baru akan ingat sebuah merk, jika orang itu telah melihat minimal 7 kali iklan merk tersebut.

REPETISI adalah kata kunci dalam dunia iklan. Iklan yang efektif adalah iklan yang harus diulang terus menerus, agar merasuk dalam alam bawah sadar Anda.

Nah repetisi iklan yang paling powerful sejauh ini adalah melalui iklan TV.

Faktanya, hampir semua big brands di tanah air masih mengandalkan iklan TV untuk menancapkan brand awareness mereka ke dalam benak jutaan pelanggannya.

Berikut data belanja iklan TV tertinggi untuk 10 Big Brands Indonesia di sepanjang tahun 2018:

1. Pantene : Rp 1.3 triliun
2. Wardah : Rp 1.080 triliun
3. Clear : Rp 1.080 triliun
4. Rexona : Rp 1.040 triliun
5. Garnier : Rp 960 milyar
6. Indomie : Rp 883 milyar
7. Pepsodent : Rp 880 milyar
8. Mie Sedaaap Rp : 810 milyar
9. Dove : Rp 706 milyar
10. Lifebouoy : Rp 650 milyar

Ada beberapa catatan yang layak diulas berkaitan dengan data belanja iklan TV yang masif tersebut.

Note #1 : Anggaran Iklan TV untuk Mendominasi Pasar

Dari data di atas terlihat bahwa banyak big brands di Indonesia yang rela mengeluarkan dana hingga triliunan untuk iklan TV demi memenangkan perang pemasaran dan menguasai benak jutaan pelanggannya.

10 besar di atas didominasi oleh produk personal care dan makanan. Semuanya adalah jenis fast moving consumer goods (FMCG).

Meski angkanya sangat masif, namun anggaran 10 brands di atas untuk iklan TV masih tetap kecil dibandingkan angka totalnya.

Total belanja iklan TV semua brands di Indonesia tahun 2018 adalah sebesar Rp 110 triliun (naik 13% dari tahun sebelumnya).

Anggaran iklan TV sebesar total Rp 110 triliun menunjukkan bahwa medium ini tetap dianggap sebagai yang paling efektif untuk memenangkan pasar. Bahasa lainnya : ROI memasang iklan di TV tetap dianggap yang terbaik bagi big brands Indonesia.

Ini juga menunjukkan bahwa bisnis iklan TV tetaplah dominan bahkan di era digital seperti saat ini. Sebagai perbandingan, total anggaran iklan online/digital di Indonesia baru mencapai sekitar angka Rp 15 triliun (atau hanya 13% dari total anggaran TV).

Kenapa Pantene, Wardah atau Clear bisa habiskan dana iklan TV hingga triliunan?

Sebab tarif memasang iklan TV memang mahal. Saat ini rata-rata tarif pasang iklan TV di jam utama (prime time) sekitar Rp 60 juta per spot (30 detik).

Jadi kalau ada brand setiap hari memasang iklan total 40 kali (dipasang misal pada 4 stasiun televisi yang berlainan, dan ditayangkan beberapa kali) maka biayanya adalah Rp 2,4 milyar per hari. Atau setahun Rp 876 milyar.

Meski tarifnya sangat mahal (Rp 60 juta per 30 detik), namun iklan TV yang repetitif, yang bisa membuat Pepsodent atau Indomie di gerai Indomart selalu laku keras.

Coba saja, Pepsodent atau Indomie hentikan total iklannya selama tiga bulan. Dijamin penjualannya akan turun drastis.

Sebab memang ada prinsip kunci dalam komunikasi pemasaran. Isinya ya itu tadi : brand awareness harus terus menerus ditancapkan melalui iklan, dan dilakukan berulang kali. Repetisi adalah kunci.

Note #2 : Persentase Anggaran Iklan dan Pemasaran

Kasus Big Brands di Indonesia ini juga memberikan pelajaran bagi para pelaku bisnis lainnya : kalau produk Anda ingin laku, jangan ragu keluarkan dana masif untuk iklan dan pemasaran.

Dengan kata lain, jangan pelit dan menganggap biaya iklan sebagai COST yang harus dihidari. Pola pikir semacam ini hanya akan membuat produk atau merk bisnis Anda gagal di pasaran.

Tidak kenal, maka tidak sayang. Pepatah lama yang sangat benar. Familiarity itu kunci untuk membuat produk laris. Dan produk kita hanya akan dikenal banyak orang, jika terus menerus diiklankan atau dikomunikasikan secara masif.

Ada aturan bagi big brands di atas, anggaran pemasaran dan iklan kalau bisa 20% dari omzet. Jadi kalau Clear habiskan anggaran iklan hingga Rp 1 triliun, maka kita bisa estimasi total sales shampoo Clear adalah sekitar Rp 5 triliun.

Dengan kata lain, budget untuk iklan dan pemasaran dibandingkan dengan omzet itu rasio minimalnya adalah 1 : 5. Lebih tinggi lebih baik.

Jadi jika Anda ingin omzet sales tembus angka Rp 500 juta, maka harus siap habiskan dana iklan dan pemasaran hingga Rp 100 juta. Atau kalau mau omzet Rp 50 juta, maka harus siapkan dana iklan Rp 10 juta.

Rasio dana pemasaran dan sales 1 : 5 (atau 20% dari total omet) itu adalah angka acuan yang lazim digunakan oleh big brands di Indonesia.

Note #3 : Catatan Kecil tentang Wardah dan Pepsodent

Agak surprise melihat dana iklan TV Wardah tembus Rp 1 triliun.

Wardah ini tak pelak brand lokal yang sangat fenomenal perrtumbuhannya. Penjualannya naik secara drastis seiring ledakan kelas menengah muslimah Indonesia. Branding sebagai produk perempuan muslimah berhijab, sangat sukses melejitkan penjualan Wardah.

Mustika Ratu dan Sari Ayu – dua brand lokal yang lebih dulu mapan, ternyata sekarang tersalip cukup jauh dengan Wardah. Dua brand lama ini mungkin kurang sigap melihat ledakan kelas perempuan hijabers sebagai pasar yang sangat masif daya belinya. Wardah jeli dan responsif melihat peluang ini, dan sukses besar.

Pepsodent (brand no 7) dalah sebuah brand yang usianya sudah di atas 100 tahun (satu abad lebih !!). Namun kenapa brand yang sangat jadul ini tetap dominan hingga hari ini? Jawabannya simpel : ya karena tiap tahun mereka selalu memasang iklan TV dengan anggaran yang masif.

Inovasi Pepsodent biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Mereka rutin lakukan “incremental innovaton” (misal ganti kemasan, tambah fitur baru, dll). Jadi bukan inovasi yang radikal. Namun demikian, brand odol legendaris ini tetap eksis hingga jaman Now karena iklannya yang sangat masif.

DEMIKIANLAH tiga catatan ringkas tentang perang iklan dan pemasaran big brands di tanah air.

Sekali lagi, 10 big brands di atas terasa sangat dekat dengan keseharian kita, sebab kita (saya dan Anda semua) kebanyakan memakainya juga. Dan kenapa kita rutin memakainya? Karena dana iklan mereka triliunan.

Alam bawah sadar kita sudah sukses di-brainwashed oleh repetisi iklan mereka.

Yodhia Antariksa – Profil Konsultan Manajemen Terbaik Indonesia

10 thoughts on “Perang Pemasaran Big Brands Indonesia”

  1. WOW dahsyat Luar Biasa.
    sajian renyah, inspiratif dan bergizi.

    “nak rugi saben Senin pagi mampir ke sini” 🙂

    Wardah makin ‘menggila’ wow abis!

    Bagaimana dengan iklan di media sosial dan web Pak, seperti FB ads dan Google ads?

    Tepatnya untuk siapa dan segmen apa iklan di fb ads dan Google ads?

    Salam sukses penuh keberkahan
    Maturnuwun

    | Anda memerlukan SOP Finance dan Accounting Tools Powerfull >>> https://manajemenkeuangan.net/ |

  2. Intinya adalah komunikasi, advertising atau iklan adalah bagian dari komunikasi pemasaran, dan sampai saat ini media televisi dianggap masih memiliki jangkauan (reach) tertinggi untuk segment tertentu.

    Selain jangkauan, televisi masih memiliki keunggulan, dibanding media lain, yaitu penikmat TV “dipaksa” untuk melihat tayangan iklan, coba saja ganti channel, iklannya tetap sama, sementara media lain kendali hampir sepenuhnya ditangan kita, seperti media internet, outdoor, dll.

    Memang ada beberapa produk yang bisa besar tanpa iklan TV, seperti produk premium yang juga menyasar segment premium.

    Sekali lagi, beberap merek besar tersebut terasa sangat dekat dengan kita karena kemampuan komunikasi pemasaran (dan pemasaran) mereka sangat tinggi, yang tentu saja ditunjang dengan anggaran yang tinggi juga.

    Ulasan yang apik banget Pak Yodhia.

  3. Angkanya sangat mencengangkan karena 1 brand bisa sampai 1T, artinya unilever sbg pemegang banyak brand bisa menghabiskan puluhan Triliun untuk marketing hanya via TV, belum media lain.

    Tapi memang benar kalau marketing itu ujung tombak penjualan. Barang biasa saja asalkan marketing melefam bisa sangat laris, karena bisa jadi para customer tidak tahu / tidak bisa menemukan barang berkualitas lebih baik karena sulit dicari

    Salam
    https://umrahjogja.com

  4. Saya setuju sekali dengan ini mas, Trik big brands terus sya terapkan dalam bisnis kuiner yg sedang aku rintis.

    Saya tidak sungkan untuk mengeluarkan dana untuk iklan di FB ADS dan IG ads, supaya banyak audience tertarget dapat mengenal produk saya dan akhirnya menjadi pelanggan yang loyal.

  5. dengan anggaran fantastis seperti itu…. sekarang coba perhatikan, siapa aja yang punya stasiun tv di indonesia?, bisa dihitung jari. kebayang donk penghasilan taipan pemilik stasiun tv itu berapa?.

    sudah saatnya pemerintah berbagi penghasilan mereka dengan youtuber2, hahahah

  6. Iseng2 sy coba memperkirakan penjualan shampoo Pantene:
    Harga shampoo Pantene: Rp20.000 (yg botol, 135mL)
    Perkiraan sebulan habis 2 botol.
    Jadi dlm 1 tahun, total pembeliannya adlh 12 x 2 x 20rb = 480rb. Kita bulatkan jadi 500rb, utk mempermudah perhitungan.

    Jumlah penduduk Indonesia: ~ 250jt.
    Asumsikan 8% nya menggunakan Shampoo Pantene (angka market share yg masuk akal menurut sy).
    Berarti total penggunanya: 8% × 250jt = 20jt pengguna.

    Jadi, total penjualannya adalah 20jt pengguna x Rp500rb/pengguna = Rp10 trilliun.

    Itu artinya Pantene hanya menggunakan 10% dari total penjualan mereka.
    Artinya keuntungan bersih mereka sangat jauh lebih besar (karena margin nya pasti jauh diatas 10%).

    Sungguh luar biasa.
    Haha

Comments are closed.