Milih Ekonomi atau Milih Membiarkan 14 Ribu Orang Mati?

Judul artikel ini terasa amat muram, namun angka itulah yang akan terjadi JIKA TREN SELAMA 15 HARI TERAKHIR TIDAK MENGALAMI PERUBAHAN SAMA SEKALI.

Tren yang terjadi dari data terkini menunjukkan, angka kasus Corona di Indonesia meningkat DUA KALI LIPAT setiap ENAM HARI. Di saat awal kasus, bahkan bisa naik empat kali dalam enam hari.

Tren naik dua kali setiap enam hari ini juga telah diprediksi tiga ahli pandemi Indonesia dalam artikel disini.

Sekali lagi, jika tren kenaikan dua kali lipat tiap enam hari itu terus bertahan, tanpa ada perubahan drastis, maka dampaknya akan sangat kelam.

Berikut data kasus Corona, jika tren selama ini terus bertahan, yakni angka kasus naik dua kali setiap enam hari :

29 Maret : 1.285 kasus (angka real)
4 April : 2.570
10 April : 5.140
16 April : 10.280
22 April : 20.560
28 April : 41.120
4 Mei : 82.240
10 Mei : 164.480 kasus
…….

Dengan tingkat kematian 8,8% (angka death rate terkini), maka jika ada 164 ribu kasus, akan ada 14 ribu lebih orang yang harus wafat menghadapi pandemi ini, dan masih akan terus bertambah jika kasus makin naik (bayangkan ada diantara 14 ribu orang yang wafat itu adalah anggota keluarga kita sendiri, atau bahkan diri kita sendiri….).

Klik gambar untuk akses free KPI software.

Angka pertumbuhan kasus secara eksponensial seperti di atas bukan untuk menakut-nakuti, namun memang nyata sudah terjadi di berbagai negara seperti Italia, Amerika Serikat dan Spanyol. Artinya angka pertumbuhan wabah akan bergerak secara eksponensial, jika kita lamban membendungnya dan menganggap remeh.

Lalu apa yang harus dilakukan agar petaka kemanusiaan itu bisa kita hindari?

Apa yang harus dijalankan agar nyawa ribuan orang itu bisa kita selamatkan? (Sebab kita tahu, nyawa yang hilang tidak mungkin bisa tergantikan).

Berikut dua langkah kunci yang selayaknya dilakukan oleh para perumus kebijakan dan pengambil keputusan di negeri ini.

Langkah Lawan Corona #1 : Segera Berlakukan Karantina Total di Wilayah Pusat Pandemi, yakni di Jabodetabek

Saya lebih menyukai istilah Karantina Total (daripada istilah lockdown), sebab frasa karantina ini memang sudah dikenal dalam dunia medis, dan bahkan sudah dimandatkan dalam regulasi. Ya, sejak tahun 2018, kita bahkan sudah punya UU yang namanya UU 06/2018 tentang Karantina Kesehatan yang isinya mengatur dengan detil bagaimana sebuah wilayah harus ditutup total jika ada wabah membahayakan.

Selama ini Presdien Jokowi terlihat agak enggan menerapkan karantina total, dengan alasan akan melumpuhkan kegiatan ekonomi.

Namun membiarkan wabah menyerang 164 ribu penduduk dan membunuh 14 ribu nyawa JUSTRU akan memberikan dampak yang lebih fatal bagi kondisi ekonomi sosial negara ini.

Betapa mahalnya harga sebuah kebijakan. Artinya kesalahan kebijakan bisa membuat 14 ribu nyawa hilang.

Maka untuk mencegah perluasan Corona dan menekan angka kematian massal, segera berlakukan karantina total untuk wilayah Jabodetabek. Tutup semua jalan akses masuk dan keluar ke kota-kota itu. Tutup stasiun, bandara dan terminal bis.

Remember, orang-orang Jabodetabek yang hilir mudik ke kampungnya akan makin menyebarkan virus ini ke seluruh daerah. Dan ini berbahaya, sebab sistem rumah sakit di daerah juga sangat terbatas.

Selama karantina total, larang orang-orang untuk keluar rumah kecuali untuk keperluan yang penting sekali. Yang dijinkan untuk buka hanya rumah sakit, apotek, toko-toko sembako dan keperluan utama rumah tangga, dan beberapa pegawai bank untuk menjalankan sistem operasional bank (operasi bank amat penting untuk tetap menjaga aliran uang berjalan).

Lalu libatkan tentara untuk memastikan agar orang-orang tetap ada di rumahnya, dan tidak keluyuran kemana-mana. Perlu ketegasan untuk membuat semua warga disiplin dalam menjalankan proses karantina total ini. Sebab himbauan saja tidak akan pernah efektif untuk mendisiplinkan orang.

Tujuan karantina adalah menahan laju kenaikan kasus. Sebab tanpa ada langkah drastis, maka pertumbuhan kasusnya bisa sangat eksponsensial – seperti yang sudah terjadi di banyak negara lain, dan juga dijabarkan dalam angka-angka kenaikan di atas.

Langkah Lawan Corona #2 : Tetap Lakukan Tes Cepat secara Masif dan Meluas

Selama dilakukan karantina total, tetap perlu dilakukan tes cepat secara masif dengan jumlah yang makin banyak. Rekrut segera 10 ribu relawan kesehatan (misal para mahasiswa kedokteran tingkat akhir) untuk melakukan tes ini dengan jumlah masif dan secepat mungkin, sebab kita berkejaran dengan waktu.

Targetkan ada 1 juta di tes di Indonesia; terutama dari ODP atau orang-orang yang rentan terkena virus.

Saat ini di DKI baru 10 ribu yang di-tes dengan hasil 1% positif. Ini data yang berharga.

Jika 1 juta melakukan tes cepat, dan tetap 1% yang positif, maka ada 10 ribu orang yang harus di-isolasi total. Sediakan puluhan hotel atau wisma untuk mengisolasi 10 ribu orang ini. Atau minta mereka tetap tinggal di rumahnya masing-masing namun isolasi total. Manfaatkan tentara untuk menjaga dan mengawasi 10 ribu orang ini, dan memberikan antara makanan jika diperlukan. Ribuan makanan harus disiapkan kateringnya.

Perang melawan Corona ini sesungguhnya PERANG LOGISTIK, bukan perang kesehatan.

Melakukan pengadaan 1 juta alat tes dan mendistribusikannya secara cepat; dan lalu mengelola dan mengendalikan puluhan ribu petugas tes cepat; lalu menyiapkan tempat dan makan bagi 10 ribu yang di-isolasi total; atau mengawasi agar 10 ribu orang ini tidak keluar rumah; ini semua adalah PEKERJAAN LOGISTIK.

Merekrut 10 ribu relawan kesehatan, kemudian mengelola dan mengendalikannya agar 10 ribu orang ini bekerja dengan cepat – juga bukan pekerjaan medis, namun adalah pekerjaan HRD yang kompleks.

Apakah birokrat bisa melakukan TUGAS RAKSASA itu dengan efektif? Apakah Doni Monardo sebagai Kepala Gugus Tugas Covid-19 bisa menjalankannya dengan cepat?

Saran saya, Gugus Tugas harus segera ajak para Manajer Perusahaan Swasta yang ahli logistik dan rekrutmen, untuk segera bergabung dan membantu. Ini bentuk CSR Perusahaan yang lebih tepat.

Sebab yang dibutuhkan pemerintah saat ini bukan soal bantuan dana, tapi KEAHLIAN LOGISTIK, REKRUTMEN dan PENGENDALIAN MANAJEMEN SDM yang cepat dan profesional.

Perang melawan Corona sekali lagi bukan Perang Medis, tapi PERANG MANAJEMEN LOGISTIK. Kecepatan Gugus Tugas dalam melakukan 1 juta tes cepat, dan pengelolaan ribuan relawan kesehatan butuh KECAKAPAN MANAJERIAL yang tidak main-main.

Kalau kita hanya mengandalkan petugas DINKES, maka Tes Cepat 1 Juta Orang ini mustahil dilakukan; apalagi jika kerja mereka lamban karena birokrasi yang mbulet. Dan ingat, waktunya hanya 4 s/d 6 minggu. Kalau telat, ledakan virus dan ledakan kematian sudah akan terjadi.

Karena itu, sebagai antisipasi, minggu ini seharusnya sudah dilakukan KARANTINA TOTAL terutama untuk wilayah Jabodetabek.

DEMIKIANLAH, dua solusi langkah yang selayaknya dilakukan. Harapannya, pihak pemerintah dan Presiden Jokowi sudah memahami dua langkah di atas, dan benar-benar bisa menjalankannya secara cepat, tegas dan efektif.

Sebab jika tidak ada langkah cepat dan kebijakan dratis yang diterapkan, maka akan makin banyak warga ibu pertiwi yang harus kehilangan nyawa dalam duka yang memilukan.

Akan makin banyak anak-anak yang harus kehilangan ayahnya…..
Akan makin banyak suami yang harus kehilangan ibunya anak-anak….
Dan akan makin banyak ibu yang menangis karena anak kebanggaannya yang bekerja sebagai dokter harus gugur di medan tugas….

Klik gambar untuk akses free KPI software !!

22 thoughts on “Milih Ekonomi atau Milih Membiarkan 14 Ribu Orang Mati?”

  1. Tampaknya benar apa yang dikatakan oleh Presiden Ghana, Nana Akufo Addo yang telah memberlakukan lockdown di negaranya sejak 27 Maret lalu akibat wabah COVID-19. Langkah ini memang tidak populer diambil oleh seorang Kepala Negara. Namun, menyelamatkan ribuan nyawa jauh lebih penting ketimbang mikirin urusan ekonomi.

    Ucapannya yang fenomenal, “We know how to bring the economy back to life. What we do not know is how to bring people back to life”.

    https://MengajiMakna.com/ I Blog inspirasi dan motivasi

    1. Manusia bisa dibuat kembali melalui pernikahan, dengan hubungan suami istri yang lebih masih bisa menghasilkan manusia lagi

      Berpikiri positif saja, presiden kita sudah mengambil tindakan bijak untuk menangani hal ini

      Salam semoga yesus memberkati

  2. Corona, perang segala aspek, benar Perang logistik bukan saja yg terdampak langsung corona tapi seluruh rakyat Indonesia yg cemas memikirkan kebutuhan makan jika tidak mencari nafkah, persediaan pangan minim, harga mahal dll,.Pemenuhan kebutuhan pangan dan jaminan keberlangsungan hidup rakyat harus dijamin pemerintah. Memang kawasan Jabodetabek selalu terekspos dimedia, tapi kawasan Indonesia bukan itu saja, kami dIndonesia timur juga cemas, maka kamipun butuh perlindungan, pemenuhan kebutuhan pangan terjangkau atau kalau bisa gratis selama masa pandemi corona, agar proses karantina berhasil.
    Terimakasih seluruh tim medis sebagai garda depan pejuang kemanusiaan, dan pihak”lainnya.
    #save Indonesia

  3. Perang Corona juga merupakan perang Managemet! management apa? Management Negara.

    Ibaratkan negara ini adalah sebuah perusahaan, yang menghadapi sebuah krisis. Krisis yang terjadi di perusahaan lain, akan merembet ke perusahaan ini. Namun, karena kejumawaan yang tiada tara, atau bahkan kepercayaan diri yang terlalu berlebih, kurang persiapan, tidak waspada, just wait and see, ada kasus baru bergerak, and boom, jumlah korban naik secara eksponen.

    Kiranya wabah Corona ini juga bisa memberikan pembelajaran mengenai risk management terhadap faktor yang tak terhindarkan.

    Management logistik yang sudah dijelaskan oleh Mas Yodia yang selalu kriuk kriuk bahasan nya.

    AND MOST IMPARTANTLY, LEADERSHIP! pemimpin yang memberikan keputusan, arahan, perintah, apapun namanya itu, Pemimpin wajib bin harus memberikan instruksi what should be done!

    Semoga Indonesia bisa segera mengatasi Corona ini dalam waktu dekat dengan hasil yang baik untuk seluruh rakyat Indonesia.

  4. apa betul yg ngebet lockdown warga kelas menengah pak karena mereka sudah punya “bekal”? sedangkan warga kelas bawah justru yg paling berdampak dengan kebijakan lockdown?

    1. Dalam UU sudah disebutkan jika da karantina total, maka negara wajib memberikan bantuan dana dan pangan kepada yg terdampak, terutama yg miskin….

      Saat ini sebenarnya situasi ekonomi juga sdh sulit…..tanpa karantina, prosesnya bisa lama sekali antara 8 – 10 bulan….apalagi jika sampai ratusan ribu kasus…

      Kalau ada karantina, maka proses recovery lebih cepat…..

      Pilih mana : menghadapi situasi ekonomi yang sudah sulit dengan waktu lama, atau waktu bisa lebih cepat berlalu….

      Maka pertanyaannya seperti ini : mau wabah ini lama habisnya, atau mau cepat berlalu?

      Kalau pertanyaannya seperti itu, maka semua orang, bahkan yang lapisan paling miskinpun, akan jawab pengin cepat berlalu.

      Nah kalau mau cepat berlalu, selayaknya digunakan karantina massal.

      Sebab kalau tidak, maka proses penularan akan berlarut-larut dan ini akan makan waktu lama sekali buat recovery-nya.

      Ibaratnya : karantina itu pahit sekali kayak obat, tapi bisa bikin cepat recovery….

      Tanpa karantina, ya kayak gini terus situasinya, tapi akan lama sekali, bisa sampai 10 bulan…..dan yang mati juga banyak sekali….

      Silakan saja dipilih.

  5. Kalo bicara atau ngasih pendapat semua orang juga bisa..bahkan bisa sampe kelangit ketujuh caranya…tpi prakteknya boss yang susah dilapangan..sumpah pelaksanaanya yg susah dilapangan..kalo mulut sich tinggal betbetbet selesai…

  6. Sejak saat ini kita akan memasuki masa2 paling kelam dalam sejarah kemanusiaan. Kita akan terbiasa mendengar berita kematian tiap hari sehingga kehilangan rasa kemanusiaan itu sendiri. Semua karena ketidakbecusan pemerintah mengambil tindakan tegas untuk mengatasi wabah ini.

  7. Sudah jelas nampak di pelupuk mata wabah ini di negara kita dan juga di negara lain , sudah banyak yang menjadi korban meninggal dunia tapi kenapa pemerintah tidak mengambil keputusan cepat dan tegas untuk menyelamatkan rakyat nya ? Saya sungguh sedih dan miris melihat negara ku tercinta indonesia

  8. KITA SEMUA PASTI INGIN CORONA SEGERA PERGI DAN TIDAK MENIMBULKAN KORBAN LAGI.TAPI KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MEMINIMALISIR KORBAN KORONA MALAH MEMBUAT KORBAN JIWA KARENA MATI KELAPARAN.PEMERINTAH EGOIS.DIMANA NEGARA TIDAK DI LOCKDOWN TAPI POLISI DIMANA MANA.WARTEG WARTEG DI TUTUP PAKSA.WARNET DI TUTUP PAKSA.JADI MEREKA MAKAN APA?

  9. Stop proses pemindahan ibukota, gunakan dana yang katanya “ada” buat menanggulangi masalah ini…

    1. Pemindahan ibukota tetap di lakukan, dan tidak ada hubungannya dengan kasus corona ini

      Anggaran pemindahan ibukota sudah ditetapkan sejak APBN 2019

  10. Kita baru bisa berdoa dan menuruti anjuran yg berwenang aja pak, mirisnya… sebagian dari Masyarakat kita cenderung santuy dan mengabaikan ancaman Pandemi inii, di Jakarta Pusat pun hari Sabtu-Minggu kemaren kegiatan berdagang dan nongkrong masih berjalan seperti biasa. Semoga pandemi cepat berlalu, dan kita semua selalu diberi kesehatan. Aamiin

  11. Semoga masalah ini cepat berlalu, sebagai rakyat kita perlu juga menjaga diri sendiri dengan memakai masker dan rajin mencuci tangan dengan sabun ketika terpaksa keluar rumah.

Comments are closed.