Perusahaan-perusahaan high tech raksasa seperti Tesla, Google, Netflix hingga Apple kini tak lagi mensyaratkan lulusan S1 (college degree) untuk bisa mendaftar lowongan kerja yang mereka sediakan.
Anda tidak perlu ijasah S1 untuk bergabung dengan kami, begitu kata Elon Musk, pendiri Tesla. Sepanjang Anda punya skills yang ekselen dalam pekerjaan yang kami butuhkan, silakan saja daftar. Kami tidak akan melihat apakah Anda lulusan S1 atau SMA. Kami tidak peduli dengan gelar akademik ini, yang lebih penting Anda terbukti punya SKILLS yang tangguh (proven skills).
Begitu pengumuman yang pernah dirilis Elon Musk. Manajer HRD di Google dan Tesla dan juga Apple juga menyatakan hal yang sama. Seseorang kini tidak perlu lagi lulus S1 untuk bisa mendaftar menjadi highly capale employees di berbagai perusahaan terkemuka itu.
Apakah itu artinya gelar dan ijasah S1 akan menjadi kian tak relevan di era Revolusi Industri 4.0 ini? Apakah gelar S1 itu sesungguhnya sesuatu yang “over-rated”?
Problemnya mungkin karena memang sejumlah besar lulusan S1 yang tidak memiliki kualifikasi yang sesuai ekspektasi. Para petinggi dalam industri yang amat kompetitif membutuhkan karyawan baru dengan proven skills dan “siap pakai”.
Sayangnya, kurikulum dalam perguruan tinggi S1 didesain untuk lebih mengedepankan teori dan pemahaman konseptual, sehingga lulusannya kebanyakan kurang memiliki ketrampilan praktis yang siap pakai.
Demikianlah, lalu ada pendapat yang bilang lulusan S1 terlalu kebanyakan teori, tapi tidak paham skills aplikatif, maka akhirnya banyak yang nganggur. Namun pendapat ini juga kurang akurat.
Lulusan S1 kebanyakan teori? Yang terjadi justru sebaliknya : kini banyak lulusan S1 yang tidak paham teori sama sekali atau penguasaan teori-nya amat lemah. Misal berapa rata-rata buku ilmiah yang tuntas dibaca oleh para lulusan S1 di tanah air, sepanjang empat atau lima tahun kuliah? 50, 100 atau 400 judul buku ilmiah? Mungkin tidak sampai 50.
Bekal literasi yang amat buruk semacam ini, hampir pasti akan menciptakan lulusan S1 yang minim penguasaan teorinya. Idealnya setiap lulusan S1 wajib membaca dan mereview minimal 200 judul buku ilmiah selama 4 tahun kuliah, sebelum diijinkan daftar wisuda.
Maka yang akhirnya terjadi adalah sebuah kombinasi maut : sudah penguasaan teorinya kosong (karena malas membaca buku-buku ilmiah selama kuliah), ditambah bekal ketrampilan aplikatifnya juga nihil. Alhasil, gelar ijasah S1 yang dia banggakan juga nihil nilainya. Maka wajar jika Elon Musk tidak butuh mereka.
Sebagai solusinya, Google telah memperkenalkan “metode pendidikan alternatif” berupa Google Certificates. Dalam program ini, seseorang mendapatkan pelatihan dan pendidikan hanya selama 6 bulan, tapi full praktek. Jadi tujuannya benar-benar untuk membekali seseorang dengan SKILLS yang PROVEN. Bukan dengan ijasah kosong seperti S1.
Siapapun juga boleh mendaftar di program tersebut, meski hanya lulusan SMA atau bahkan SMP. Google tak peduli lulusan pendidikan apa. Yang penting, mereka mau belajar menguasai skills tertentu. Saat ini, Google Certificate baru tersedia untuk skills Android App Development, UX Design, Data Analytics dan Project Management serta IT Support.
Setelah 6 bulan lulus, mereka bisa menggunakan sertifikat itu untuk melamar kerja di Google, dan bahkan banyak perusahaan di Amerika yang mau menerimanya. Sebab para lulusan Google Certificates ini memang terbukti memiliki SKILLS yang dibutuhkan pasar.
Saya membayangkan solusi seperti Google Certtificates itu juga selayaknya diadopsi di tanah air. Sediakan pelatihan dan pendidikan yang fokus pada penguasaan skills yang menghasilkan, dengan durasi cukup 6 bulan, namun FULL praktek.
Selain jenis skills IT seperti Android App, UX Desin, atau programming, ada sejumlah skills lain yang juga bisa diajarkan secara aplikatif. Contoh beragam skills hot yang kini makin dibutuhkan antara lain :
- Shopee/Tokopedia Selling Skills
- Online Copywriting
- Facebook Advertising
- Tiktok Marketing
- Youtube Content Creation Skills
- Blogging for Money Skills
- Google Search Engine Skills
- Culinary Business Skills (Ketrampilan bisnis kuliner)
Demikianlah, selama 6 bulan full praktek, seseorang fokus memilih salah satu jenis skills yang ingin dikuasainya. Para pengajarnya tentu saja adalah para praktisi yang sudah proven. Misal dosen tamu pengajar Shopee Selling Skills adalah para STAR Sellers yang omzetnya sudah tembus Rp 500 juta/bulan. Atau yang mengajar mata kuliah Blogging for Money adalah para bloger legendaris yang sudah meraih income ratusan juta hingga miliaran dari kegiatan blogging.
Biaya kuliah selama 6 bulan full praktek itu mungkin antara Rp 3 – Rp 5 juta saja; namun setelah lulus, dijamin para lulusannya pasti akan menguasai SKILLS yang proven dan menghasilkan (persis seperti konsep Google Certificates yang terbukti sukses menghasilkan lulusan yang skillful). Setiap orang juga boleh daftar dalam program tersebut, meski hanya lulusan SMA atau bahkan SMP.
Saya membayangkan, para lulusan program lokal a la Google Certificates selama 6 bulan ini, akan bisa menghasilkan lulusan yang lebih SIAP menghasilkan UANG SENDIRI, dibanding lulusan S1 yang kuliah selama 4 tahun, dengan biaya yang jauh lebih mahal. Saat ini, rata-rata biaya kuliah di PTN Mandiri atau PTS sekitar Rp 5 juta/semester atau total Rp 40 juta untuk kuliah selama 8 semester, belum uang pangkalnya dan uang kos.
Pada sisi lain, program sertifikat full praktek 6 bulan ini, merupakan solusi bagus bagi para lulusan SMA yang tidak punya biaya untuk melanjutkan kuliah S1. Dengan biaya yang terjangkau, mereka semua bisa mendaftar mengikuti program ini, dan lalu digembleng selama 6 bulan secara spartan, demi menguasai SKILLS yang APLIKATIF. Metode pendidikan alternatif semacam ini, saya yakin, akan lebih mampu membekali mereka untuk mendapatkan nafkah secara mandiri di kemudian hari.
Di era ledakan digital economy seperti saat sekarang, mungkin yang lebih dibutuhkan adalah PROVEN SKILLS yang langsung bisa menghasilkan income. Bukan selembar ijasah S1 yang acapkali kosong maknanya.
Mantap, lulus SD langsung saja belajar SEO sampai nglothok, cukup.
Atau belajar jadi Youtuber sampai jadi dapat isteri artis 🙂
Saya yakin 5 tahun dari sekarang dunia kerja di indonesia tidak akan lagi melirik sarjana-sarjana muda yang modalnya hanya ijazah,
Di dunia kerja tanpa Skill Tingkat Master jangan harap bisa survive!
Thanks insight yang menohok dari artikel-nya pak yodhia 🙂