Kenapa Anak Bodoh dari Keluarga Kaya akan Lebih Sukses Dibanding Anak Pintar dari Keluarga Miskin?

Lahir sebagai anak bodoh dari keluarga kaya ternyata lebih menguntungkan daripada lahir sebagai anak cerdas dan pintar tapi dari keluarga miskin. Sebuah fakta yang rada muram dan layak direnungkan.

Namun itulah fakta yang terungkap dari sebuah studi saintifik yang dilakukan oleh para peneliti pada Center on Education and Workforce, Georgetown University, USA.

Penelitian itu memang dilakukan di Amerika, namun tampaknya hasil serupa juga akan terjadi jika riset itu dilakukan di berbagai negara lainnya di dunia, termasuk di Indonesia.

Secara lebih rinci, hasil riset itu juga mengungkap fakta yang menarik : peluang probalilitas anak pintar dari keluarga miskin untuk meraih sukses finansial hanya 31%, sementara peluang sukses finansial anak-anak bodo dari keluarga kaya adalah 71%. Artinya anak bodo dari keluarga kaya memiliki peluang sukses yang jauh melampaui teman-temannya yang pintar tapi lahir dari keluarga miskin.

Kenapa fakta yang rada kelam itu bisa terjadi? Jawabannya mungkin sederhana : keluarga kaya memiliki sumber daya finansial yang kuat untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi. Sebaliknya, dengan orang tua yang relatif miskin.

Mampu membiayai secara mandiri anak-anak untuk bisa kuliah hingga perguruan tinggi, sejatinya merupakan salah satu indikator untuk menunjukkan bahwa orang tua kita itu lumayan berkecukupan.

Artinya, jika Anda dulu pernah bisa kuliah S1 dengan biaya orang tua Anda, maka itu artinya orang tua Anda masuk dalam kategori keluarga mampu. Dan jangan anggap ini biasa-biasa saja.

Jika orang tua Anda mampu membiaya kuliah S1 Anda hingga selesai, maka itu adalah sebuah privilige yang amat berharga. Anda termasuk  generasi yang amat beruntung jika memang pernah lulus kuliah. Sebab di negeri ini, hanya ada 8,5% orang yang beruntung pernah menikmati pendidikan hingga perguruan tinggi. 

Dan ada fakta ilmiah lain yang juga penting disimak : studi di berbagai negara di dunia menunjukkan lulus kuliah S1 itu amat menentukan sukses finansial kita di kemudian hari. Sebuah studi menunjukkan, rata-rata penghasilan lulusan S1 selalu jauh lebih tinggi dibanding penghasilan lulusan SMK/SMA.

Jadi jika ada orang yang Drop Out kuliah lalu jadi orang sukses dan kaya ini adalah anomali. Kejadian yang amat sangat langka. 1 banding 10.000 rasionya, atau bahkan lebih. Maka jika ada orang yang bilang, tak perlu lulus kuliah, agar kaya raya, maka orang ini telah terjebak dalam apa yang disebut dengan “kebodohan statistik”.

Kembali ke pertanyaan kenapa anak bodoh dari keluarga kaya bisa lebih sukses dibanding anak pintar dari keluarga miskin?

Salah satunya ya itu tadi : anak-anak pintar dari keluarga miskin ini gagal melanjutkan pendidikannya hingga perguruan tinggi. Banyak diantara mereka yang hanya sekolah hingga SMA atau bahkan SMP, padahal sesungguhnya mereka punya potensi akademik yang hebat. Namun karena kekurangan biaya, maka akhirnya mereka tak melanjutkan kuliah. Fenomena ini banyak terjadi di negeri kita.

Anak-anak pintar dari keluarga miskin itu akhirnya hanya jadi lulusan SMA atau SMP saja, dan masa depan finansialnya menjadi lumayan muram, padahal sesungguhnya punya potensi untuk jadi orang hebat. Namun karena orang tuanya miskin dan kurang mampu, nasib mereka jadi terpelanting.

Siklusnya kemudian menjadi makin muram : karena hanya lulus SMA, maka anak-anak yang sebenarnya pintar ini hanya akan mendapatkan pekerjaan dengan tingkat gaji relatif rendah. Tingkat penghasilannya akan stagnan dalam jangka panjang. Dan karena itu, kelak ketika punya anak, juga akan kesulitan membiaya kuliah anak-anaknya. Akhirnya, anak-anaknya juga akan tetap berada pada level penghasilan yang pas-pasan, karena tidak memiliki bekal pendidikan tinggi.

Lingkaran setan semacam itu yang menjelaskan kenapa begitu banyak orang terjebak dalam kondisi pas-pasan hingga beberapa generasi.

Sebab dari penelitian di atas juga terdapat fakta yang secara implisit bisa kita tangkap, yakni jika seseorang terlahir dari keluarga yang kurang mampu (atau tidak mampu membiaya biaya kuliah anak-anaknya), maka peluang sukses finasial anak ini akan menjadi anjlok. Peluang suksesnya akan jauh lebih rendah dibanding anak-anak yang mendapat dukungan finansial kuat dari orang tuanya.

Anak-anak yang rada bodoh dari keluarga kaya juga akan cenderung lebih sukses, sebab mereka juga akan leluasa mendapatkan fasilitas dan kualitas pendidikan yang lebih baik. Orang tuanya akan sanggup membiaya dia untuk kuliah di kampus dengan kualitas bagus meski biaya mahal. Selain itu, orang tua mereka akan mudah membelikan buku, laptop atau membiayai aneka kursus yang diperlukan, agar anaknya ini sukses di kemudian hari.

Intinya : dukungan finansial yang lumayan berlimpah dari orang tuanya akan membuat anak yang rada bodoh ini akhirnya akan bisa meraih sukses di masa depan.

Ada sebuah pepatah terkenal yang bunyinya seperti ini : lahir dalam keadaan miskin itu adalah nasib dan bukan kesalahan Anda. Tapi mati dalam keadaan miskin itu benar-benar kesalahan Anda.

Konon kabarnya kalimat bijak itu pernah diungkapkan oleh Jack Ma atau juga Bill Gates.

Sayangnya, kalimat heroik itu kurang sesuai dengan beragam temuan ilmiah dalam studi tentang kemiskinan. Yakni jika seseorang lahir dari keluarga miskin, secara statistik ilmiah, kemungkinan besar dia juga akan mati dalam keadaan miskin.

13 thoughts on “Kenapa Anak Bodoh dari Keluarga Kaya akan Lebih Sukses Dibanding Anak Pintar dari Keluarga Miskin?”

  1. Pesan moral yg saya ambil adalah, kita sebagai orang tua bekerja keras dan ikhtiar + berdoa agar mampu meyekolahkan anak2 kita ke jenjang terbaik.

  2. Hmmm…
    Sy setuju n jg tdk setuju.

    Sy SETUJU krn…
    Sy pernah ngobrol sm teman yg hanya lulusan SMP.
    Sy sebagai teman untuk formalitas atau klise atau suport bilang “Lulusan SMP pun klo berusaha bs sukses.”
    Lalu si teman sy ini yg lulusan SMP jwb “Ya agak susah klo cuma SMP, ntar bikin bisnis cuma ditipu sm org mulu.”
    Waktu itu sy lgsg terdiam seribu bahasa, sama sekali tdk punya jawaban, tdk punya kata2 klise lain yg bs sy ucapkan sbg formalitas… karena yg dia ucapkan adl FAKTA.

    Lalu sy ngobrol lg sm teman sy yg lain.
    Sy menceritakan “obrolan sy dg teman SMP itu” sm teman sy yg lain.
    Dy bilang “Berarti si X temanmu yg lulusan SMP itu salah. Banyak koq org2 yg cuma lulusan SD ato SMP ato SMA yg sukses dlm bisnis.”
    Lalu sy bilang “Iya, tp skalanya beda. Ada pd titik tertentu dimana skala bisnis lulusan SD SMP akan mentok. Klo jaman dulu mungkin bisa lulusan SD SMP sukses krn mayoritas memang pendidikan jaman dulu itu SD SMP. Tp jaman sekarang itu mustahil, bs dibilang hampir 0%· Minimal klo ingin sukses itu SMA, atau sarjana.”

    Lalu teman sy jwb “Tp banyak tu sarjana yg gagal, ganggur.”
    Sy jwb “Iya ada sarjana yg gagal n nganggur, tp persentase gagal n nganggur yg cm lulusan SD SMP itu jauh lbh besar. Anggap saja sarjana yg gagal atau nganggur itu adl pengecualian… selalu ada pengecualian dlm segala hal.”

    Sy TIDAK SETUJU krn :
    Secara statistik saya ngobrol secara random dg begitu banyak teman2 saya… lulusan SMA yg sukses dlm bisnis (bkn dlm profesi profesional) itu jauh lbh banyak drpd lulusan sarjana.
    Ini alasan yg saya temukan :
    ~Opportunity Cost
    Lulusan SMA lbh punya banyak waktu untuk melakukan kesalahan, saat dy msh single (blm menikah). Jd bangkrut pun cuma ketawa2 aja.
    Tp lulusan sarjana punya waktu yg lbh pendek, klo bangkrut nangis2 krn dy udh punya anak istri.
    Ini FAKTA yg sangat kelam yg sy lihat dr teman2 n sodara saya.

    ~Gengsi Cost
    Sarjana cenderung gengsi buat memulai pekerjaan yg kotor2, yg capek2.
    Lulusan SMA bakal lakuin apapun yg penting sukses. Bahkan jd pemulung pun dikerjain.
    “Masa sarjana jd pemulung, apa kata dunia nanti.”, itu kata mereka.
    Sedangkan lulusan SMA menganggap itu sbg bagian proses.

    ~yg paling krusial adl UNLEARNING Cost
    Sarjana cenderung terpatok pd keilmuan kuliahnya, menganggap bhwa klo tdk sesuai kuliahnya maka salah.
    Lulusan SMA selalu berpikir fleksibel, selalu meragukan segala hal, apapun yg dia yakini, apapun yg dia pelajari.
    Klo kata Richard Feynman dlm jurnal Cargo Cult Science : “Tugas dr seorg scientist bukan untuk meyakini. Tugasnya adl untuk meragukan. Km hrs mjd org yg tdk dibodohi at the first place, supaya selanjutnya km tdk membodohi org lain.”
    Itulah knp para lulusan SMA lah yg menciptakan monopoli pasar… krn dy mencoba memikirkan ulang segala hal. Dari situlah tercipta inovasi n rahasia (prorietary).
    Sedangkan lulusan sarjana secara maoritas tdk akan bisa melakukannya krn apapun yg diluar keilmuannya tidaklah relevan menurutnya.

    Saya melihat bisnis2 org yg lulusan SMA cenderung lbh sustainable, sedangkan yg lulusan sarjana bangkrut lalu cari kerja.
    Krn saat dy bangkrut, dia berpikir itu bukan jalan hidupnya… krn apa yg dia yakini sbg kebenaran keilmuan ternyata tdk cocok di dunia nyata.
    Sedangkan lulusan SMA berpikir ttg kesalahan2 apa yg dia buat, apa yg dia yakini n ternyata tdk sesuai, lalu pola pikir baru apa yg dia hrs pakai spy sesuai… dy fleksibel.
    Si lulusan SMA berpikir “Apapun atau siapapun yg diajarkan atau mengajarkan, faktanya yg terjadi di dunia nyatalah itu kebenaran. Jika tdk sesuai dg dunia nyata maka dy hrs menerima bhwa apa yg dia yakini itu salah… n saatnya untuk UNLEARNING.”

    Lulusan sarjana sulit untuk UNLEARNING krn EGO.

  3. Bahkan pengusaha sekelas Dahlan Iskan bilang : “Dulu sy kuliah itu cuma formalitas. Sy jarang masuk, kerjaan saya tiap hari demonstrasi di jalan. Krn kampus saya dulu di luar Jawa, jd apa yg diajarkan seperti pelajaran SMA di Jawa. Sy dpt ilmu wartawan dr pelatihan di Jakarta.”

    Dia membangun ratusan PT dr modal “berpikir ulang” (unlearning).
    Dy tdk tau ttg listrik, tp krn dy butuh listrik, maka dy bangun pembangkit.
    Dy membenahi PLN dg modal berpikir ulang n pengalaman. Yg dulunya PLN dipimpin oleh sarjana2 yg baik (yg mengikuti keyakinan keilmuan perkuliahan) tp listrik tetep “byarrr pet”.

    Mayoritas org sukses di bisnis adl org2 yg hanya lulus SMA, atau lulus sarjana tp hanya sbg formalitas, krn dy anak “nakal”, anak pembuat onar.

  4. Penggunaan kata “bodo”terlallu bombastis dan kurang tepat dr terjemahan little talented. Mau kaya ato miskin klo dia lulus S1 dari unv yg baik tdk bisa dikatakan “bodo”. Maksud artikel asli multi talented orang yg memang diatas rata ato mungkin IQ diats 130. Less talented mungkin di avaerage 100-110 dimana mah cukup utk lulus S1. Bodoh dibwh 90 sesuai stadard umum. Jd anak orang kaya yg average tp bs sekolah bagus/mahal (d US swasta lbh bnyk yg bagus dibanding state) dan lulus tentunya peluang sukses besar jg. Yg anak miskin hrs yg jauhbdiatas rata2 agar bisa dpt beasiswa di unv bagus yg sm dgn si kaya. Dari situ sdh statisktik sdh jelas lbh banyak anak orang kaya drpd anak miskin yg bisa kuliah di top unv.

  5. Ingat tadi ada hukum : “Ada pengecualian dlm segala hal.”

    Ada tipe the dumb rich… alias org bodoh yg kaya.
    Apa bisa anda mjd bodoh sekaligus kaya dg usaha sendiri, bukan warisan???… sangat bisa.
    Paul Graham (Y Combinator) bilang : “Mayoritas hedge fund manager itu bodoh… bodoh tp kaya.”
    Hedge fund manager itu adl pengecualian hukum : “Anda hrs pintar untuk mjd kaya dg usaha sendiri.”

    Hedge fund manajer (investor kertas) itu menggunakan kekuatan uang/modal untuk mengontrol pasar dr hulu hingga hilir dlm sebuah bidang.
    Org berduit itu ngapain aja bisa… walopun dy bodoh.
    Klo kata netijen “Sultan mah bebasss…”

  6. Luar biasa insight nya pak yodia
    Memang secara peosentase data, keturunan orang kayaakan mengikuti jejak orang tua mereka, namun bagi yang terlahir bukan kaya, mereka memiliki daya resiliensi dan survive yang lebih kuat dibanding mereka yang terlahir kaya

  7. Ada satu contoh sesuatu yg tdk akan masuk akal (tdk relevan) bagi para “sarjana yg baik”, tp mjd kebenaran di dunia nyata.

    Contoh kalimat dr Bill Gates : “Berikan pekerjaan yg sulit pd org yg malas.”
    Dulu sy pernah baca ada sebuah blog “sarjana baik” yg bilang bahwa kata2 Bill Gates ini tdk masuk akal n salah.
    Mungkin yg tepat adl kata2 Bill Gates ini tdk relevan dg keilmuan yg dipelajarinya di perkuliahan.

    Adam Grant adl “sarjana yg baik”… dy menyebut dirinya sbg “pre-crastinator”… menyelesaikan segala hal berbulan2 sebelum deadline.
    Kemudian dy melakukan sebuah prediksi investasi yg salah.
    Dy pikir Webby-Parker akan gagal, tp ternyata mjd perusahaan bernilai Billions.

    Adam Grant kemudian melakukan penelitian n menulis buku “Originals”.
    Dy membuat kesimpulan bhwa : “Procrastinating is a vice when it comes to productivity, but it can be a virtue for creativity.”

    Org malas sering menunda-nunda pekerjaan… mereka unlearning puluhan bahkan ratusan kali dlm satu hari… ttg apa yg dia yakini sbg kebenaran, ttg apa yg secara umum org yakini sbg kebenaran.
    Org yg malas menyelesaikan masalah2 sulit… n dr situlah tercipta monopoli pasar.
    Dr monopoli itu tercipta profit yg besar n bisnis yg sustainable.

    “Sarjana yg baik” itu produktif, tp kurang kreatif.
    Mereka membatasi dirinya dg “keyakinan keilmuan”.

    Adam Grant menulis buku baru ttg unlearning, judulnya : Think Again.
    Dan buku itu dapet rekomendasi dr Bill Gates.

  8. Statistik yang menarik, kalau dipikir logika memang ada korelasinya.

    Pendapat saya “Kita tidak bisa memilih dimana kita lahir, tapi kita bisa memilih tujuan hidup kita masing-masing”

    Apa yang kita alami sekarang adalah hasil dari keputusan kita di masa lalu.

Comments are closed.