Profesor Angela Duwckworth dalam karyanya yang berjudul GRIT (Duckworth, 2016) menulis : kecakapan mempraktekkan delayed gratification skills merupakan salah satu kecakapan kunci untuk meraih sukses masa depan, termasuk sukses finansial. Beragam studi empirik yang telah dilakukam juga menjukkan kesimpulan serupa : para responden yang mampu menunjukkan delayed gratification skills yang tangguh, beberapa tahun kemudian memang terbukti akan lebih sukses menjalani hidupnya, dibanding mereka yang gagal mempraktekkan delayed gratification skills (Mischel, 2014).
Delayed gratification skills intinya adalah kecakapan untuk mau menunda kesenangan hari ini, demi sukses hari esok. Dengan kata lain, kecakapan ini adalah kesediaan seseorang untuk berjibaku menjalani proses yang sulit, membutuhkan durasi lama dan acapkali amat membosankan, serta penuh dengan aneka hambatan yang tidak mudah diatasi, demi meraih hasil akhir yang diharapkan.
Tak banyak orang yang bisa menjalani delayed gratification skills ini dengan baik. Sebaliknya, seperti yang telah diuraikan dalam artikel sebelumnya, banyak orang yang justru kini makin terjebak dalam budaya instant gratification – atau ingin mendapatkan semuanya dengan serba cepat.
Tak banyak orang yang mau menjalani proses yang panjang dan rumit, serta membutuhkan konsistensi dan fokus yang mendalam, demi mendapatkan hasil akhir yang diharapkan. Sejumlah orang ingin menghasilkan sesuatu secepat mungkin, kalau bisa tanpa melalui proses yang sulit dan membosankan.
Contoh konkrit. Misal untuk menguasai sebuah skills – katakan skills untuk melakukan Google Marketing, atau skills menulis buku, atau skills untuk ahli dalam bidang pekerjaan yang ditekuni – pasti ada beragam proses rumit yang mesti dijalani, dan acapkali membosankan, dan karena itu butuh ketekunan yang ekstra.
Misal dalam proses ini seseorang harus membaca buku panduan yang tebalnya 100an halaman. Sayangnya anak muda yang telah terbiasa scroll-scroll layar hape sekarang makin sulit membaca makalah 100 halaman dengan tekun dan mendalam. Mereka mudah bosan akibat sel sarafnya sudah terlatih untuk serba bergegas dan bergerak dengan cepat dari satu konten ke konten lainnya.
Klik gambar untuk akses free KPI software.
Proses lain yang mungkin harus dijalani adalah mempraktekkan apa yang sudah dia baca, berulangkali tanpa kenal lelah. Proses praktek ini mungkin juga tidak mudah dilakukan, dan acapkali gagal memberikan hasil sesuai harapan, sehingga proses praktek harus diperbaiki dan diulang lagi, demikian seterusnya dalam durasi yang panjang dan melelahkan.
Proses panjang semacam itu adalah bentuk nyata dari delayed gratification skills, dan kini mungkin tak banyak orang yang mau menjalaninya dengan konsisten. Sebagian orang ingin hasil yang cepat dan serba instan – persis seperti saat dirinya main hape yang serba bisa menghadirkan instant gratification.
Contoh dari mentalitas instan secara nyata mungkin bisa ditemui dalam kasus seperti ini. Misal ada seseorang yang membuat website untuk berjualan secara online, dan dia berharap hanya dalam hitungan hari, website-nya langsung ramai dikunjung ribuan visitor dan produknya laku. Faktanya, untuk bisa meraih pengunjung website hingga seribu per hari, acapkali dibutuhkan waktu antara 6 hingga 9 bulan lamanya, itupun disertai dengan strategi konten yang tekun tiap harinya.
Atau contoh lain. Ada orang yang membuat akun Instagram untuk menjual jasa keahliannya. Dia berharap akunnya bisa langsung di-follow ribuan followers dalam hitungan minggu. Faktanya, butuh berbulan-bulan lamanya untuk bisa mendapatkan ribuan followers dan itupun disertai dengan proses upload konten yang menarik tiap harinya, diulangi selama berbulan-bulan.
Saat menghadapi proses yang panjang, sulit dan membosankan semacam itu, sejumlah orang kadang menyerah, sebab memang mentalitasnya ingin selalu mendapatkan hasil bagus secepat mungkin. Orang-orang semacam ini tidak terlatih untuk menjalani proses yang panjang, rumit dan membosankan; sebab mereka sudah terbiasa dengan pola instant gratification a la smartphone.
Karena jebakan instan gratification, sejumlah orang berharap dirinya bisa meraih apa yang disebut dengan “overnight success” atau sukses dalam hitungan sekejap saja. Padahal tak pernah ada namanya overnight success. Yang dari luar tampaknya sukses secara cepat, sesungguhnya dibangun melalui proses panjang yang melelahkan, dan tak banyak dilihat orang.
Pengalaman personal saya mungkin bisa memberikan ilustrasi. Beberapa tahun lalu, saya pernah merilis produk kursus online Corporate ELEARNING. Saat peluncuran, hanya dalam waktu satu bulan peluncuran, saya bisa meraih net profit Rp 300 juta. Sukses finansial semacam itu kelihatannya seperti “overnight success”.
Faktanya tidak sama sekali. Untuk menyiapkan layanan kursus online itu, saya mesti membuat 400 video tutorial, dalam PROSES panjang yang rumit dan amat melelahkan, selama berbulan-bulan.
Bukan itu saja. Yang jauh lebih melelahkan adalah membangun basis audience atau calon pelanggan yang mau menjadi peserta kursus. Saya mulai membangun dan menjaring prospek pelanggan ini (dengan cara mengajak mereka menjadi pelanggan email blog saya) selama LIMA TAHUN tanpa henti.
Jadi bahkan sebelum peluncuran produk, saya sudah bekerja keras lima tahun sebelumnya, demi membangun calon pelanggan. Selama lima tahun, saya berjibaku tiap hari berusaha mendapatkan pelanggan email. Beragam cara saya lakukan, banyak yang gagal memberikan hasil yang saya harapkan. Lalu coba cara lain lagi. Gagal lagi. Cari solusi lain lagi yang lebih efektif. Terus begitu selama bertahun-tahun lamanya. Prosesnya lama, panjang dan acapkali membosankan.
Proses selama lima tahu itu mungkin layak disebut sebagai fase delayed gratification skills. Atau fase untuk bersedia berjuang melakukan proses rumit dan panjang durasinya, dan amat membutuhkan daya ketekunan yang tinggi – seperti misalnya menulis blog tiap minggu tanpa henti selama bertahun-tahun, menulis lima ebook sebagai bonus untuk calon pelanggan email, mempelajari dan mempraktekkan email marketing, dan seterusnya, dan seterusnya.
Pendeknya, delayed gratification skills atau kecakapan menunda kesenangan hari ini demi sukses hari esok, adalah salah satu pilar kunci untuk menjadi kaya dengan pelan-pelan. Sesungguhnya prinsip menjadi kaya secara pelan-pelan ini memang sebangun dan sejalan dengan prinsip delayed gratification skills. Sebab memang tidak ada sukses finansial yang bisa diraih secara instan.
Segenap sukses finansial yang heroik butuh kesediaan menjalani proses yang panjang dan melelahkan.