Kenapa Jepang dan Korea akan Kehilangan 50% Penduduknya?

Ya benar, dalam beberapa dekade mendatang, Jepang dan Korea Selatan akan kehilangan 50% penduduknya. Jumlah penduduk mereka akan anjlok hingga 50%. Lenyap dan tak tergantikan.

Krisis demografi seperti itu benar-benar akan memberikan dampak kelam bagi ekonomi mereka. Alasannya simple : saat sebuah bangsa kehilangan 50% penduduknya, maka omzet ekonomi mereka juga akan kolaps pada angka yang relatif sama. Pangsa pasar mereka akan anjlok 50%. Dan output ekonomi mereka juga akan mengalami kejatuhan yang signifikan. Siapa lagi yang akan memproduksi dan membeli produk mereka saat 50% penduduknya hilang tak berbekas.

Saat ini krisis demografi kelam seperti itu telah pelan-pelan menggerogoti kekuatan ekonomi Jepang. Menggerus pelan-pelan tapi dampaknya amat brutal. Misal : di pinggiran kota Jepang, kini banyak desa dan kecamatan yang menjelma menjadi desa hantu. Sebab literally, semua penduduknya punah. Ada ribuan rumah yang ditinggal kosong, sebab penghuninya wafat dan tak ada lagi generasi penerusnya. Kota-kota yang mati semacam ini pelan-pelan akan menyergap beragam kota di Jepang dan Korea.

Lalu, di Korea dan Jepang juga makin banyak TK dan SD yang tutup karena tak ada lagi murid yang mendaftar. Kenapa? Sebab memang tak ada lagi bayi baru yang lahir. Tak ada generasi penerus yang tiap tahun berbondong-bondong mendaftar sekolah TK. Pasokan bayi barunya telah lenyap.

Penyebab krisis demografi yang brutal ini amat sederhana. Penyebabnya adalah : makin banyak anak muda (baik lelaki dan perempuan) Jepang dan Korea yang enggan menikah dan punya anak. Ada banyak diantara mereka memilih menjadi Jomblo Forever. Sementara yang memilih menikah, memutuskan untuk tidak punya anak selamanya (childless family).

Akibatnya fatal : tak ada lagi bayi-bayi baru yang lahir. Dan ini petaka : sebab orang tua yang meninggal, tak punya lagi generasi penerusnya. Mereka tak punya anak dan cucu yang bisa melanjutkan peradaban.

Di Jepang misalnya tahun lalu ada 1,4 juta penduduknya yang meninggal (sebagian besar ya karena memang sudah lanjut usia dan meninggal secara alamiah). Nah, saat keluarga muda di Jepang enggan punya anak, maka jumlah kematian 1,4 juta ini tak ada lagi penggantinya. Dengan kata lain, tiap tahun penduduk Jepang akan berkurang secara signifikan tiap tahunnya.

Fenomena semacam itu juga terjadi di Korea dan China (penduduk China juga akan anjlok 50% dalam beberapa dekade mendatang karena banyak anak muda di sana yang enggan punya anak sekarang).

Tiga negara raksasa ini yakni Jepang, China dan Korea mengalami krisis demografi yang akibatnya fatal. Tiap tahun, jumlah bayi yang lahir di tiga neraga itu selalu jauh dibawah jumlah penduduk usia tua yang meninggal dunia.

Secara alamiah, ketiga negera besar itu pelan-pelan akan ambruk. Ambruk bukan karena serbuan negara asing atau karena perang. Ketiga negara raksasa ini akan kolaps hanya karena anak-anak muda mereka memilih menjadi Jomblo Forever atau menjalani Childless Family.

Mengejutkan juga. Tiga negara hebat itu anjlok bukan karena kalah bersaing dengan negara lain. Tiga negara ini dikenal punya daya saing yang tinggi. Bukan ini faktor penyebabnya.

Jepang, Korea dan China kolaps karena gerakan Jomblo Forever dan Childless Movement – sebuah faktor penyebab yang agak lucu dan absurd.

Pertanyaannya : kenapa makin banyak anak muda di Jepang, Korea dan China enggan punya anak? Jawaban simpel : sebab punya anak itu ribet dan mahal sekali biayanya.

Seperti juga di Indonesia, biaya hidup dan harga rumah di 3 negara itu makin mahal. Banyak keluarga muda di Jepang, Korea dan China yang tak sanggup membeli rumah (persis seperti kejadian banyak keluarga muda di Indonesia yang tak sanggup membeli rumah sendiri).

Pada sisi lain, biaya hidup untuk membesarkan anak, dan membiayai dana pendidikan anak, di tiga negara itu juga makin mahal. Sementara penghasilan banyak anak muda disana yang juga pas-pasan. Mereka kuatir tak akan cukup memiliki dana untuk membiaya kehidupan dan pendidikan anak-anaknya.

Lalu apa solusi dari krisis demografi ini?

Pemerintah Jepang, Korea dan China sendiri mulai ketakutan dengan krisis demografi yang menyimpan bom waktu ini. Mereka sadar, tanpa ada perbaikan, kondisi ekonomi bangsa mereka akan kolaps. Sebab 50% penduduknya akan hilang tak tergantikan.

Ada tiga solusi yang mungkin layak dilakukan oleh pemerintah Jepang, Korea dan China agar masa depan bangsa mereka tidak anjlok dengan kepedihan.

Pertama : mereka harus menyediakan perumahan murah kepada para anak muda milenial yang baru menikah. Jangan biarkan developer swasta menguasai tanah, dan lalu menetapkan harga rumah yang terlalu tinggi. Pemerintahan ketiga negara itu mesti secara agresif membangun rusun yang cukup memadai, dengan harga terjangkau, sehingga keluarga muda yang baru menikah, akan menjadi lebih leluasa memiliki rumah tinggal yang memadai. Harapannya dengan ini, beban biaya hidup menjadi lebih terjangkau.

Kebijakan itu diharapkan akan mendorong anak-anak muda lebih mau memiliki anak, sebab pemerintahan mereka ikut mensubsidi biaya kepemilikan atau sewa rumah (elemen penting bagi sebuah keluarga muda yang baru menikah).

Solusi kedua : sediakan layanan child care yang berkualitas dengan harga murah, atau bahkan digratiskan.

Layanan child and baby care (pengasuhan bayi dan balita) yang bagus, tersedia secara luas, dan dengan biaya murah atau bahkan gratis, akan membuat keluarga muda yang barus menikah tidak perlu khawatir dengan beban pengasuhan bayi mereka yang baru lahir. Harapannya ini akan mendorong generasi muda Jepang, Korea dan China agar tiap hari ML (make love), dan punya anak.

Solusi ketiga : ketiga negara itu, terutama Jepang dan Korea harus lebih memudahkan kedatangan imigran asing dari berbagai negara untuk bekerja dan menjadi warga negara mereka. Selama ini Jepang dan Korea agak membatasi kehadiran tenaga kerja asing.

Sebaiknya, pemerintah Jepang dan Korea Selatan mulai melonggarkan aturan imgran asing. Biarkan ribuan tenaga kerja asing (TKA), terutama yang datang dari sebuah negeri indah bernama Indonesia, mencari kerja dan bahkan menetap menjadi warga negara Jepang atau Korea. Bahkan pemerintah Jepang dan Korea perlu mendorong agar TKA Indonesia itu menjadi warga negara mereka dan juga menikah dengan warga lokal Jepang atau Korea.

Asimilasi pernikahan TKA Indonesia dan warga lokal Jepang dan Korea mungkin akan jadi solusi efektif dalam mengatasi krisis demografi yang akut.

Demikianlah tiga solusi ringkas yang perlu dijalankan oleh pemerintah Jepang, Korea dan juga China dalam mengatasi ancaman krisis demografi di depan mata.