Paradoks Kelam antara Nafsu Konsumtif dan Kondisi Keuangan yang Pas-pasan

shoppingTulisan yang sangat memikat ini merupakan kontribusi dari Amelia Ayu Kinanti, guest blogger dari Shopback Blog

Ada yang bilang bahwa rejeki yang diberikan Tuhan selalu cukup untuk hidup, tapi tidak pernah cukup untuk gaya hidup. Menohok sekali, ya?

Setiap kali pemasukan meningkat, tiba-tiba saja kebutuhan kita ikut meningkat juga. Yang sebelumnya tidak pernah butuh sepatu Tom’s Shoes, tiba-tiba saja merasa butuh memiliki sepatu ini.

Yang sebelumnya tidak butuh punya speaker, tiba-tiba saja merasa butuh speaker tambahan dengan suara yang lebih nge-bass. Yang awalnya baik-baik saja tanpa mainan drone, sekarang ikut-ikutan beli drone international.

Alurnya begini, awalnya kita hanya ingin beli baju baru. Lalu berpikir, bajunya bagus, tapi masa mukanya gini-gini aja. Lalu kita mulai berlangganan perawatan di klinik kecantikan. Baju sudah oke, muka sudah terawat, masa tas dan sepatunya lusuh begini? Continue reading

Mengapa Hidup Saya Susah dan Pas-pasan?

Mengapa hidup saya susah dan pas-pasan?” Kalimat ini saya temukan dalam daftar kata kunci yang sering ditanyakan ke Google. Saya menemukannya dari data statistik blog saya ini.

Terus terang saya agak terkejut dan geli dengan temuan itu. Kalau hidupnya susah, ngapain harus nanya ke Google. Rupa-rupanya kini Google telah menjadi tempat curhat.

Atau mungkin orang itu memang benar-benar ingin mendapat jawaban; dan akhirnya mencurahkan isi hatinya ke Google. Siapa tahu Google – yang serba tahu itu – bisa menyodorkan sekeping jawaban yang cespleng.

Maka untuk membantu orang yang bertanya itu, saya menulis artikel ini. Ya, kenapa hidup kita bisa susah, serba kekurangan, dan pas-pasan? Continue reading